Tubuhnya yang raksasa menjadi kompetitor ruang bagi ikan-ikan asli. Dengan mulutnya yang besar serta gigi yang besar dan tajam dapat dipastikan ikan ini termasuk predator yang akan memakan semua jenis ikan.
Wartapilihan.com, Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan RI melalui Permen KP No 41/2014, memasukan Arapaima gigas sebagai salah satu jenis ikan invasif dan dilarang masuk ke Indonesia.
Dosen Departemen Manajemen Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB) Mukhlis Kamal mengatakan, baru-baru ini dunia perikanan geger dengan ditemukannya ikan Arapaima gigas (Schinz, 1822) di Sungai Brantas. Padahal Ikan Arapaima ini habitat aslinya adalah Daerah Aliran Sungai (DAS) Amazon, Amerika Selatan.
Ia menyebutkan ikan ini sangat berbahaya jika masuk ke danau, waduk, dan sungai di Indonesia. Alasannya karena habitat aslinya adalah perairan tropis sehingga akan sangat adaptif di perairan Indonesia yang juga beriklim tropis.
“Tidak hanya itu tubuhnya yang raksasa menjadi kompetitor ruang bagi ikan-ikan asli. Dengan mulutnya yang besar serta gigi yang besar dan tajam dapat dipastikan ikan ini termasuk predator yang akan memakan semua jenis ikan,” ujarnya di Jakarta, Sabtu (30/6).
Ia menyebutkan bahwa potensi reproduksi ikan Arapaima juga tinggi, sekali bertelur bisa mencapai 10-20 ribu butir telur. Bahkan ikan ini mampu hidup dalam lingkungan perairan yang kekurangan oksigen sekalipun. Selain bernapas dengan insang, ikan ini dapat bernafas menggunakan organ seperti paru-paru yang merupakan transformasi dari gelembung gas.
“Penduduk asli di wilayah DAS Amazon menyebutnya pirarucu (pira= ikan, rucu= merah) dan merupakan sumber protein hewani dari perairan tawar dari kegiatan budidaya,” katanya.
Ikan ini masuk ke Indonesia untuk dipelihara di akuarium atau kolam. Khususnya sebagai daya tarik pengunjung di lokasi wisata.
“Sangat menarik (ikannya) karena merupakan ikan air tawar terbesar di dunia. Panjangnya dapat mencapai 3 meter,” terangnya.
Karena bukan ikan asli Indonesia dan ukurannya yang besar, ikan ini tidak memiliki predator alamiah di alam Indonesia. Hal tersebut menjadi pertimbangan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI melalui Permen KP No 41/2014 untuk melarang ikan ini masuk ke Indonesia. Untuk itu, ia mengajak masyarakat untuk dapat mengenali, manfaatkan, dan lestarikan ikan-ikan yang asli Indonesia.
Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memaparkan berbagai karakteristik dari ikan Arapaima gigas yang merupakan jenis ikan air tawar terbesar di dunia dari perairan daerah tropis Amerika Selatan, yang berbahaya bila dibudidayakan di Indonesia.
Habitat asli spesies ikan arapaima berasal dari Sungai Amazon yang mempunyai iklim tropis. “Sehingga penyebarannya ada pada daerah iklim tropis, di antaranya Indonesia, Australia bagian utara, Papua Nugini, Amerika Selatan,” ucap Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Hasil Perikanan KKP, Rina, di Jakarta.
Menurut dia, peluang penyebaran di Indonesia cukup tinggi. Sebab, pada prinsipnya penyebaran secara alami bisa terjadi pada daerah yang beriklim sama dengan habitat aslinya, padahal keseluruhan spesies Arapaima sp itu bersifat invasif.
Lebih lanjut, ikan Arapaima gigas juga adalah jenis ikan predator yang bisa memakan hampir semua hewan yang bisa ditelan, terutama ikan yang berukuran kecil dan satwa lain yang ada di permukaan air. Dalam piramida rantai makanan, ikan arapaima menempati pucuk piramida di ekosistem perairan tawar setempat.
Arapaima gigas termasuk ikan bersifat kompetitor. Artinya, mereka bersaing dengan jenis ikan lain untuk mendapatkan makanan terutama memangsa ikan yang lebih kecil.
Diketahui, makanan utama ikan Arapaima sp adalah ikan-ikan yang ukurannya lebih kecil, meskipun terkadang ikan tersebut bisa memakan unggas, katak, atau serangga yang berada di dekat permukaan air, karena itu ikan ini disebut bersifat karnivora.
Ikan Arapaima gigas juga dikenal sebagai pembawa parasit golongan protozoa, serta dapat melukai manusia, di mana saat dewasa ukuran mereka bisa mencapai lebih dari dua meter dengan berat tubuh lebih dari 200 kilogram.
Ahmad Zuhdi