Belakangan sedang beredar kasus dari Karawang, seorang suami yang membunuh istrinya, hingga memutilasi dan membakarnya untuk menghilangkan jejak. Namun, bagaimana dengan kondisi anak secara psikologis dan masa depannya?
Wartapilihan.com, Jakarta –Permasalahan rumah tangga, seringkali dipicu dari masalah ekonomi. Anak pun dapat menjadi korban, mulai dari perceraian, bahkan yang terparah hingga pembunuhan orang terdekat.
Seorang psikolog klinis, Sherly Meydia Ova menjelaskan, meski pada masa kecilnya anak dapat mengalami infantile amnesia (hilang ingatan masa kecil), tetapo karena hilangnya sosok bapak karena dipenjara, juga ibunya yang telah tiada akan berpengaruh pada perkembangan psikologis anak.
“Anak dapat tumbuh menjadi anak yang tidak memiliki kelekatan yang aman dengan keluarga. Perpindahan pengasuhan, masalah ekonomi, kurangnya kasih sayang tentu dapat berkontribusi terhadap perkembangan psikologis anak,” tutur Sherly, kepada Warta Pilihan, Sabtu sore, (23/12/2017).
Kendati demikian, pegiat Komunitas Anak Pintar ini mengatakan, perkembangan tersebut tidak dapat diprediksi secara linier. “Resiko tersebut dapat diminimalisir jika terdapat pihak-pihak yang turut membantu,” lanjut Sherly.
Hal yang perlu diperhatikan, Sherly menegaskan, ketika anak beranjak besar ia perlu penjelasan mengenai kondisi keluarganya yg sebenarnya. “Yang menjadi tantangan adalah bagaimana caranya agar anak dapat acceptance dengan kondisi keluarganya,” pungkas dia.
Anak, Aset Negara
Sementara itu, Idham Khalid sebagai pegiat dari Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) sungguh mengutuk perbuatan pelaku pembunuhan kepada istrinya. “Harus dihukum seberat-beratnya, bila perlu hukuman mati agar jangan lagi ada muncul pelaku-pelaku sadis serupa,” tandas Idham, kepada Warta Pilihan, Sabtu, (23/12/2017).
Mengenai pola asuh, Idham menerangkan, dalam UU Perlindungan Anak dikenal istilah kuasa asuh, yakni kekuasaan orang tua untuk mengasuh, mendidik, memelihara, membina, melindungi, dan menumbuhkembangkan anak sesuai dengan agama yang dianutnya dan kemampuan, bakat, serta minatnya yang tertera dalam Pasal 1 angka 11 UU Perlindungan Anak.
“Adapun yang dimaksud dengan orang tua menurut UU ini adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat, lihat Pasal 1 angka 4 UU Perlindungan Anak,” lanjutnya.
Hal ini berarti, ia menuturkan, selama orang tuanya masih hidup, yang berhak dan memiliki kuasa asuh adalah orang tua dari si anak, jika ibu bayi telah meninggal dunia namun ayahnya masih hidup.
“Dengan demikian, yang berhak membesarkan dan mengasuh bayi tersebut adalah ayahnya. Tapi menurut saya, dilihat dulu dong si ayah yang bagaimana?” Ia bertanya-tanya.
“Sedangkan ibunya meninggal dunia karena dibunuh oleh ayahnya si anak, bisa-bisa kelak anaknya menjadi korban lagi pembunuhan oleh ayahnya sendiri sebagai mana mamanya dibunuh oleh ayahnya,”
Menurut Idham, jika tidak diperbolehkan untuk diasuh pelaku dan keluarga pelaku, anak tersebut dapat diserahkan kepada negara. “Karena anak itu adalah aset negara. Jika pihak keluarga pelaku bersikeras untuk mengambil alih asuh si anak korban, maka bisa dicurigai ada persengkongkolan keluarga pelaku dengan si pelaku,” imbuh Idham.
Eveline Ramadhini