Fadli Zon: Perppu Keormasan, Kediktatoran Gaya Baru

by

Wartapilihan.com, Jakarta – Perppu Tentang Perubahan Atas UU No 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan telah ditandatangani Presiden Joko Widodo. Hadirnya Perppu ini, terjadi perubahan sekaligus penghapusan pada beberapa pasal UU No.17 tahun 2013.

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua DPR RI bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Fadli Zon, menilai pembentukan Perppu Tentang Keormasan secara substantif mengarah pada model kediktatoran gaya baru.

“Semangat tersebut dapat kita lihat dari beberapa hal. Misalnya saja, Perppu tersebut menghapuskan pasal 68 UU No.17 Tahun 2013 yang mengatur ketentuan pembubaran Ormas melalui mekanisme lembaga peradilan,” kata Fadli di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (12/7).

Begitupun Pasal 65, lanjut Fadli, yang mewajibkan pemerintah untuk meminta pertimbangan hukum dari Mahkamah Agung dalam hal penjatuhan sanksi terhadap Ormas, juga dihapuskan.

“Bahkan spirit persuasif dalam memberikan peringatan terhadap Ormas, sebagaimana sebelumnya diatur dalam Pasal 60, juga sudah ditiadakan. Perppu tersebut juga tidak lagi mengatur peringatan berjenjang terhadap Ormas yang dinilai melakukan pelanggaran. Dimana hal ini sebelumnya diatur dalam Pasal 62 UU No.17 tahun 2013,” jelas Fadli Zon.

Artinya, kata Fadli, kehadiran Perppu tersebut selain memberikan kewenangan yang semakin tanpa batas kepada Pemerintah, juga tidak lagi memiliki semangat untuk melakukan pembinaan terhadap Ormas. Hal ini merupakan kemunduran total dalam demokrasi.

“Jika kita merujuk pada konstitusi, sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat 1 UUD 1945 dan UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perppu, Perppu dikeluarkan dalam suatu kondisi kegentingan yang memaksa,” tambah Wakil Ketua Umum Partai Gerindra tersebut.

Pertanyaannya sekarang, adakah kondisi kegentingan yang memaksa sehingga pemerintah membutuhkan Perppu? Kegentingan ini harus didefinisikan secara objektif. Tidak bisa parsial.

“Adanya Perppu ini akan memunculkan keresahan baru di tengah masyarakat. Perppu ini syarat ancaman terhadap kebebasan berserikat yang sudah dijamin dalam UUD 1945 pasal 28 dan 28E. Perppu ini mengandung semangat yang sangat jauh dari semangat demokrasi,” tandas Ketua Umum DPN HKTI tersebut.

Fadli menyatakan, Perppu tersebut berpotensi menjadi alat kesewenangan Pemerintah untuk membubarkan Ormas-Ormas yang kritis terhadap Pemerintah, tanpa harus melalui mekanisme persidangan lembaga peradilan. Hal itu berbahaya bagi jaminan keberlangsungan kebebasan berserikat di Indonesia.

“Menurut UU MD3 pasal 71, DPR berwenang untuk memberikan persetujuan atau tidak terhadap Perppu yang diajukan pemerintah. Artinya, jika berpotensi mengekang kebebasan berserikat dan merugikan masyarakat, DPR memiliki dasar untuk menolak Perpu tersebut. Menurut saya, Perppu diktator ini harus ditolak,” tegas Fadli Zon.

[Ahmad Zuhdi]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *