Fadli Zon: Diagnosa Pemerintah Salah Melulu

by

Wakil Ketua DPR RI,Fadli Zon, mengatakan, peraturan pengganti perundang-undangan (Perppu) cacat secara substansi dan prosedural. Perppu Tenaga Buruh Asing dan Perppu Narkoba lebih mendesak dan darurat.

Wartapilihan.com, Jakarta —“Diagnosa pemerintah salah melulu, kasih obatnya salah juga, ini persoalan inkapabilitas. Masalah ormas ini tidak perlu di urus karena undang-undang sudah ada. Telegram ditutup karena pernah dipakai teroris. Kalau perlu, pabrik panci juga ditutup. Logika Pemerintah sangat menyedihkan. Rezim ini, rezim paranoid,” kata Fadli Zon dalam diskusi di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (15/7).

Artinya, lanjut Fadli, pemerintah harus mengurangi dosis abuse of power, bukan malah menambah dosis. Fadli mengingatkan, kala itu, tahun 1960, anggota orpol dan ormas langsung ditahan dengan Keppres seperti HMI yang dianggap kontra-revolusioner.

“Kasman Singodimedjo, M. Natsir, Syafruddin Prawinegara, Prawoto Mangkusasmito ditahan dan sekarang mau diulangi seperti dulu lagi. Ini bisa menimbulkan arus balik yang akan membahayakan kehidupan bangsa,” jelas Fadli.

Fadli tidak ingin, sasaran dari Perppu ini adalah ormas yang berhaluan Islam, Pemerintah jangan sampai memantik konflik horizontal yang berujung kepada disintegrasi dan mengganggu pembangunan ekonomi.

“Kita berpegang pada aturan main undang-undang, aturan main ini tidak boleh di utak-atik, teroris beneran harus diberantas bukan teroris jadi-jadian, Islam mau dijadikan dasar negara, pada waktu sidang konstituante sebenarnya bisa dilakukan, sekarang ini jangan diungkit-ungkit lagi. Yang melahirkan NKRI itu M. Natsir, lahir NKRI bukan 1945 tetapi 1950 atas usaha Mosi Integral M. Natsir,” ungkapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Mendagri memberikan tanggapan ketika diskusi melalui telepon seluler. Tjahjo Kumolo mengatakan, Perppu yang kemarin diterbitkan oleh Pemerintah bukan peraturan dadakan. Pihaknya sudah melalui proses dan pertimbangan beberapa pihak, baik hukum, agama, sosial, politik, ekonomi, kebudayaan, pertahanan, dan keamanan.

“Perppu ini mekanismenya kita serahkan kepada DPR. DPR akan membahas Perppu itu dan kita akan menunggu bagaimana pembahasan dari DPR. Saya kira negara manapun punya dasar aturan, termasuk rumah tangga sekup yang paling kecil. Kalau organisasi Islam, termasuk misalkan saya beragama Islam, maka saya harus berpegang pada Al-Quran dan al-hadits,” tutur Tjahjo.

Menurutnya, organisasi masyarakat sesuai dengan undang-undang dasar 1945 di mana ada hak kebebasan berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapat disahkan oleh negara. Namun negara memiliki aturan yaitu tidak boleh menanggalkan Pancasila dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan pembukaan UUD 1945 dan kebhinekaan.

“Setiap ormas silakan selama tidak bertentangan dengan asas tersebut. Kalau Pemerintah mengajukan ke DPR itu berarti bukan keinginan pribadi pemerintah, Pemerintah berhak merespon dan bertanggung jawab atas setiap situasi dan keadaan dari berbagai aspek. Tidak hanya regional tetapi juga dalam konteks keindonesiaan maupun internasional,” tukas dia.

Tjahjo menampik dihilangkannya pasal-pasal Pengadilan dalam Perppu tersebut. Pemerintah memiliki pertimbangan dan sudah mendengarkan berbagai aspek termasuk beberapa pakar hukum.

“Walaupun pakar hukum itu mempunyai pendapat yang berbeda tetapi harus kita hormati. Perppu itu tadi menurut saya ada sesuatu yang harus disikapi, ada suatu proses, dalam proses ini masyarakat maupun pemerintah ada payung hukum yang harus dicermati. Pemerintah sudah menyerahkan kepada DPR dan sudah arif atas keputusan tersebut,” ujarnya.

Ahmad Zuhdi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *