Setiap 3 Desember diperingati sebagai hari disabilitas internasional. Sudah selayaknya disabilitas dapat menembus batasnya; punya hak yang sama dengan warga-negara lainnya.
Wartapilihan.com, Jakarta –Berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2016 dijelaskan, penyandang disabilitas merupakan manusia yang bermartabat, sebagai subjek yang diakui keberadaannya dan memiliki hak yang sama dengan warga negara lainnya.
Kak Seto Mulyadi selaku Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) mengatakan, hidup bersama penyandang disabilitas membutuhkan perubahan pola pikir, dari ketidakpahaman dan ketakutan ke pemahaman dan penerimaan. “Indonesia hari ini, di mata saya, telah memiliki cukup penerimaan berkat sistem pendidikan inklusif,” ungkap Seto, kepada Warta Pilihan, Senin, (4/12/2017).
Ia menuturkan, di bidang kesehatan misalnya, negara bertanggung jawab memberikan kesamaan informasi, akses, dan layanan. “Berikutnya, kami telah menyediakan area khusus bagi penumpang berkebutuhan khusus serta jalur khusus bagi masyarakat yang bermasalah penglihatan,” terang dia.
Sebagaimana juga dihadapi oleh negara-negara berkembang lainnya, tantangan sosial ekonomi yang ada memaksa negara untuk memberikan perhatian pada banyak hal lain di luar kepentingan para penyandang disabilitas. “Kendati demikian, kami telah memberikan jaminan kepada mereka berupa kesempatan yang sama di seluruh bidang kehidupan,” imbuh Seto.
Sementara itu, di Makassar, para penyandang difabel merayakan hari difabel internasional dengan melakukan kegiatan mendaki gunung Sesean, di Sulawesi Selatan, Toraja Utara. Gunung Sesean ini merupakan gunung dengan tinggi puncak 2.100 meter dari permukaan laut (mdpl).
Pendakian yang merupakan program ‘Difabel Menembus Batas Part II’ ini diikuti oleh 10 orang penyandang disabilitas yang terdiri dari tiga orang tunanetra, enam tunadaksa kinetik dan satu tunagrahita.
“Kegiatan yang sangat bermanfaat ini adalah wadah dalam mengembangkan minat dan bakat atlet penyandang disabilitas,” tutur Mukhtar, salah satu pejabat Sulawesi Selatan.
Mukhtar berharap, kegiatan ini dapat menjadi manfaat bukan hanya bagi para atlet untuk membuktikan diri menembus batas, namun juga mengurangi stigma negatif yang berkembang di masyarakat.
Sementara itu, Ketua Panitia Ekspedisi, Nur Hidayat menjelaskan, pemilihan gunung sebagai lokasi ekspedisi karena gunung merupakan simbol kekuatan.
“Dibutuhkan beberapa kemampuan, di antaranya mental yang kuat, kesigapan, pengetahuan dan taktik manajerial,”
“Ketika kami mampu berada di gunung berarti kami juga mampu berada di kelompok-kelompok masyarakat untuk beraktivitas, artinya kami juga mampu berada di dalam kondisi apapun,” tandas Yayat.
Eveline Ramadhini