Dapatkah Wabah Difteri Diatasi?

by
foto:https://4.bp.blogspot.com

Penyakit Difteri yang dikategorikan sebagai  Kejadian Luar Biasa (KLB) ini kini telah menyebar di 20 provinsi dan 95 daerah di seluruh Indonesia. Dapatkah pemerintah mengatasi penyebaran wabah ini?

Wartapilihan.com, Jakarta –-Upaya pemerintah melalui Kementerian Kesehatan mulai bergerak untuk menanggulangi wabah ini.

Bio Farma sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terus berupaya menghasilkan vaksin difteri bekerjasama dengan UNICEF untuk mengekspornya ke negara berkembang. Hal itu dilakukan dalam rangka memenuhi permintaan vaksin difteri dalam negeri.

“Kami memiliki pasokan vaksin dengan kandungan difteri yaitu DTP-HB-Hib (Difteri Tetanus Pertusis Hepatitis B Haemophylus Influenza Type B) untuk anak usia 1 5 tahun, DT (Difteri Tetanus) untuk anak usia 5 7 tahun dan Td (Tetanus Difteri) untuk anak usia 7 19 tahun,” paper Bambang Heriyanto, Corporate Secretary Bio Farma, dalam siaran tertulis yang diterima Warta Pilihan (wartapilihan.com), Selasa (12/12/2017).

Vaksin tersebut diberikan untuk pencegahan penyakit difteri, sedangkan untuk suspect difteri, Bio Farma akan menyiapkan Anti Difteri Serum (ADS).

“Masyarakat tidak perlu khawatir terhadap mutu vaksin buatan Bio Farma, karena produk yang dihasilkan melalui pengawasan kualitas yang ketat dan sistem rantai dingin dengan teknologi Vaccine Vial Monitor (VVM) untuk menjamin vaksin berkualitas, aman dan efektif,” Bambang menegaskan.

Pada tanggal 5 hingga 7 Desember 2017 telah diselenggarakan pertemuan Tingkat Menteri Kesehatan Negara-Negara Islam di Jeddah, Arab saudi. Hasil pertemuan tersebut, Indonesia dinyatakan sebagai Centre of Excellence (Pusat Penelitian Bersama) untuk bidang vaksin dan Bioteknologi.

Sebelum dinyatakan sebagai Centre of Excellence, Bio Farma sudah terlebih dahulu mengeskpor produk-produk vaksinnya termasuk vaksin yang mengandung difteri ke negara-negara Islam.

Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS, Adang Sudrajat, meminta Kementerian Kesehatan untuk mengaudit sistem fasilitas Cold Chain di seluruh Indonesia. Menurut dia, Kementerian Kesehatan telah lalai dalam mengupayakan gerakan preventif, sehingga wabah difteri sudah menyebar di 20 provinsi dan 95 daerah di seluruh Indonesia.

“Kementerian Kesehatan lalai dalam melakukan gerakan preventif sehingga terjadi KLB dengan wabah difteri di 20 provinsi dan 95 daerah di seluruh negara Indonesia,” jelas Adang di Jakarta, Selasa (12/12).

Dokter lulusan Universitas Padjadjaran, Bandung, ini menambahkan pengadaan alat canggih dan kedaruratan medik berupa Cold Chain tersebut selama ini hanya dinikmati oleh segelintir orang. Keadaan ini merupakan fakta di lapangan bahwa Kementerian Kesehatan telah melalaikan perbaikan Cold Chain (rantai dingin) pada distribusi vaksin ke seluruh negeri.

“Saya lihat ada hal yang tidak seimbang pada kebijakan Kementerian Kesehatan ini pada prioritas pelayanan kesehatan. Masih banyak hal yang perlu diperbaiki sehingga kejadian luar biasa wabah di masa yang akan datang tidak perlu terjadi,” jelas wakil rakyat dari Daerah Pemilihan Kabupaten Bandung dan Bandung Barat ini.

Di sisi lain, Adang menguraikan penyebaran wabah Difteri yang begitu cepat menandakan Undang-Undang Karantina Kesehatan perlu ditinjau ulang. UU tersebut, tambahnya, tidak mampu memberikan kesempatan pihak-pihak terkait untuk dapat bergerak cepat mengatasi kejadian yang ada.

Sehingga, pembatasan keluar masuk daerah rawan penularan tidak dapat diantisipasi secara cepat  dan menimbulkan pemerataan wabah.

“Saya mendorong agar pengesahan Undang-Undang tentang kesehatan yang sudah selesai pembahasan di tingkat satu itu, jangan sampai dibiarkan tersandera karena ada ide untuk membuat lembaga karantina terpadu,” ucap Adang.

Karena itu, dirinya meminta Kementerian Kesehatan agar segera mengaudit secara periodik sistem dan fasilitas Cold Chain di seluruh Indonesia sebagai bahan untuk mengambil kebijakan anggaran yang akan disampaikan ke komisi IX DPR RI,

“Sehingga kualitas vaksin tetap terjamin sampai ke pihak akhir (end user),” tambahnya

Dengan ada pembahasan ke Kementerian Kesehatan, Adang akan mendesak untuk memperhatikan proporsionalitas anggaran antara program pencegahan dan program pelayanan kesehatan.

“Pembelian alat kesehatan canggih tidak boleh lagi menguasai perbelanjaan anggaran. Karena selama ini yang terjadi adalah praktek realisasi anggaran habis pada pembelian barang yang masa aktifitasnya pendek dengan harga yang sangat mahal. Sedangkan Cold Chain yang murah dan tahan lama dibiarkan terlantar,” papar dia.

“Setelah reses, saya akan meminta pada komisi IX untuk membentuk panja terkait KLB Difteri dan pencegahan kejadian hal serupa, agar di masa yang akan datang, wabah-wabah yang sangat merugikan negara bahkan menjadi perhatian dunia tidak terjadi lagi,” pungkasnya.

Eveline Ramadhini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *