Menyaksikan film adalah seperti membaca buku, kata seorang bijak.
Wartapilihan.com – Film-film yang bagus akan berdampak bagus pada masyarakat. Begitu pula dengan buku. Buku yang bagus, dapat membuat pembacanya berakhlak bagus pula.
Di Indonesia, kini banyak bermunculan film-film bagus yang mendidik masyarakat. Laskar Pelangi, Ayat-Ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih, 212 The Power of Love dan lain. Film-film seperti ini mendapat empati dari jutaan masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Islam.
Sayangnya kini banyak pula muncul film-film yang tidak bermutu di bioskop-bioskop. Seperti film-film horor atau film-film bertema seks tahun 90an. Seperti film Kuntilanak, Nini Thowok, Danur dan lain-lain. Film-film seperti ini hanya memuaskan ‘akal penasaran’ saja. Tidak banyak diperoleh manfaat di dalamnya dan bahkan setelah menonton film itu, sebagian pengunjung meningkat rasa takutnya.
Tahun 90an artis film Inneke Koesherawati membintangi sejumlah film yang bertema seksual, kini Inneke bertobat dan memakai jilbab yang rapi. Begitu pula Eva Arnaz. Ia banyak membintangi film bernuansa horor dan seksual, kini pun telah ‘taubat nasuha’.
Film-film Barat ada yang mendidik, ada pula yang merusak. Karena Barat ‘memberhalakan uang’ maka film-film porno juga diproduksi. Film porno hanya menarik syahwat penontonnya saja. Tidak ada manfaat –bahkan mudharat- pembuatan film seperti ini. Tapi karena industri film porno ini beromzet milayaran –mungkin trilyunan- film-film seperti ini terus diproduksi. Sehingga di tanah air, kini ada sebuah lembaga yang khusus menyensor atau menghapus film-film seperti ini.
Dengan mewabahnya handphone di masyarakat, film-film porno kadang ikut nongol ketika seorang ingin menikmati sebuah ‘film biasa’ di internet. Dan banyak pengguna handphone yang tidak tahan terhadap film seperti ini, mungkin termasuk kita he he he
Gedung bioskop sendiri sayangnya penataan kursinya tidak membuat anak-anak muda ‘nyaman’. Penataan kursi yang membebaskan laki-laki dan perempuan berdekatan, dapat menimbulkan ‘perzinahan’. Padahal zina dalam Al Quran sangat ditentang. Ia merupakan perbuatan keji dan tindakan yang sangat buruk.
000
Mana yang lebih mempengaruhi masyarakat, buku atau film? Di zaman sebelum internet berkembang buku lebih berpengaruh. Kini dengan adanya internet (handphone), banyak orang mengandalkan film/video sebagai bahan referensi. Mereka ingin langsung melihat kejadian yang berlangsung, mimik penceramah dan lain-lain. Maka tidak heran, bila anak muda yang ngevlog sebuah video, bisa terkenal tiba-tiba karena banyak penontonnya.
Penonton kadangkala lupa, film atau berita dengan visual (tv) ada juga pengedit atau sutradaranya. Mereka yang tidak biasa bersikap kritis menerima informasi dari TV seringkali ditelan mentah-mentah. Padahal selain ada hoax di media cetak, ada juga hoax di media visual.
Di zaman digital ini, karena begitu melimpahnya informasi, kadang-kadang justru membuat jenuh informasi itu. Begitu banyaknya, maka informasi itu seperti tiada guna. Maka jangan heran, kini industri media cetak tetap ada peminatnya. Meski jumlahnya menurun. Mereka merasa bahwa media cetak –diantaranya buku- bermanfaat tinggi, karena buku hasil perenungan yang mendalam bagi penulisnya.
Memang dunia internet sekarang ini menggerus media cetak. Majalah Newsweek yang oplahnya jutaan di seluruh dunia saja, kini gulung tikar. Mereka kini hanya mengandalkan media internet (website). Di tanah air, puluhan media cetak gulung tikar bangkrut, karena serbuan handphone dan internet di hampir setiap rumah di Indonesia.
Maka, beberapa penerbit saat ini menggabungkan antara e-book dan penerbitan cetak biasa.
Akankah media cetak bersemi kembali atau akan gulung tikar? Menurut BBC, sepanjang tahun 2008 sampai 2010 penjualan buku elektronik melesat, meningkat sebanyak 1,260%, menurut laporan New York Times.
“Pada saat itu, industri penerbitan sudah kehilangan semua kemampuan untuk merebut kembali inisiatif dan momentum,” kata Stein. Pada tahun 2011, saat jaringan toko buku Amerika Serikat, Borders Books, dinyatakan bangkrut, popularitas buku elektronik terus meningkat meskipun ternyata tidak secara besar-besaran.
Penjualan buku elektronik, yang mencapai 20% dari pasar pembelian buku, sudah mencapai tingkat yang stabil
Selama dua tahun terakhir ini, ada perubahan. Menurut Asosiasi Penerbit Amerika, penjualan buku elektronik yang mencapai 20% dari pasar pembelian buku, sudah mencapai tingkat yang stabil.
Data terbaru dari Pew, yang dikumpulkan pada bulan Maret dan April tahun lalu, menurut BBC juga mendukung fakta bahwa jumlah pembaca buku elektronik sudah mencapai titik tenang selama tahun lalu. Selain itu, harian The Times mengindikasikan bahwa pada beberapa bulan pertama tahun 2015 ada penurunan dalam jumlah buku elektronik yang terjual.
Walau tidak ada seorang pun dapat dengan pasti mengetahui bagaimana masa depan buku cetak, Stein percaya bahwa tingkat yang stabil dalam jumlah pembaca buku elektronik akan pada suatu titik kembali berbelok tajam. “Kita saat ini berada di masa peralihan,” katanya. “Daya jangkau untuk membaca di layar akan makin baik dan meluas, sehingga memberi orang alasan untuk berpindah ke layar.”
Yang jelas buku cetak tetap masih diminati banyak orang, meskipun di luar negeri pembacanya mengalami penurunan. Buku cetak mempunyai kelebihan sendiri disbanding buku elektronik. Terutama ‘nilai kesakralan’ dan artistiknya. Bukankah lain rasanya menerima hadiah buku cetak dan buku elektronik?
Dibandingkan film, buku juga lebih imajinatif bagi pembacanya. Dalam sebuah buku, pembaca akan berimajinasi sesuai dengan akalnya sendiri. Sedangkan dalam film, seringkali penonton digiring oleh sutradara untuk memahami sebuah peristiwa (teks). Karena itu banyak buku yang ketika difilmkan menjadi ‘kurang greget’. Film ditambahi bumbu-bumbu musik, pencahayaan dan lain-lain, agar lebih menarik penonton, buku tidak.
Seorang intelektual, biasanya akan lebih banyak membaca buku, daripada melihat film. Dan yang penting, buku atau film yang bagus, akan berdampak bagus bagi pembaca atau penontonnya. Buku atau film yang buruk dapat berdampak buruk bagi penggunanya. Wallahu alimun hakim.
Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan, demikian pesan wahyu yang pertama kali turun kepada Nabi yang termulia, Muhammad saw. II
Izzadina