Bapak ( penyeru ) kepada tauhid yang pertama jelas adalah Nabi Adam ‘alaihissalam.
Itu adalah periode yang awal.
Wartapilihan.com, Depok– Oleh karena itu seorang penulis Barat tentang sejarah agama yaitu Wilhem Schmidt mengatakan dalam bukunya The Origin of the idea of God terbit pada tahun 1912, bahwa keyakinan yang paling primitif ( kuno ) adalah keyakinan monoteis menyembah satu Tuhan sebelum manusia menyembah dewa-dewa.
Kepercayaan monoteistik itu mempercayai bahwa pencipta alam semesta itu adalah Tuhan Yang Esa yang biasa juga disebut Tuhan Langit oleh berbagai bangsa-bangsa kuno karena diasosiasikan dengan ketinggian.
Periode awal kepercayaan kepada satu Tuhan itu berlangsung sampai pada masa Nabi Nuh ‘alaihissalam.
Pada saat itu mulailah manusia medewakan orang-orang shaleh yang ujung- ujungnya menuhankannya.
Karena kemusyrikan sebagian besar umat Nabi Nuh itulah Allah menurunkan azab-Nya dengan mendatangkan banjir dan topan yang dahsyat.
Baik kaum Yahudi, Nasrani maupun umat Islam sangat mempercayai sejarah itu karena tertulis dalam catatan ( suhuf ) para Nabi dan juga dalam kitab Suci Taurat, Injil dan Al Qur’an.
Setelah periode awal yang berakhir dengan tenggelamnya bumi, munculah periode kedua yang mana Allah mengutus seorang Nabi bernama Ibrahim.
Ayahnya bernama Azar pembuat patung berhala.
Ibrahim ‘alihissalam justru menghancurkan patung-patung berhala tersebut di kemudian hari.
Ibrahim ‘alaihissalam ini disebut bapak para Nabi dan sekaligus juga sebagai Bapak Tauhid, karena dialah pengusung tauhid periode kedua.
Beliau hidup di masa pemerintahan Namrud di negeri bernama Babilon yang mana umat pada masa itu tenggelam dalam kesyirikan penyembahan berhala dewa-dewa.
Dan karena berhala dan dewa-dewa mitos itu tidak mungkin bisa membuat undang-undang dan hukum-hukum, maka tentulah yang membuat undang-undang dan hukum-hukum adalah Namrud dan pembesarnya.
Jadi substansi dari pemerintahan Babilon adalah pemerintahan sekular, hanya saja pada masa itu belum ada kosa kata Sekular.
Kemudian, keyakinan monoteis atau kepercayaan pada Tuhan Yang Esa ini diteruskan oleh anak cucu Nabi Ibarahim ‘alaihissalam baik dari kalangan bani Israil maupun bangsa Arab yang akhirnya sampailah kepada Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam.
Oleh karena itu agama Islam disebut juga dengan nama Millah Ibrahim.
Namun demikian, banyak pula anak-cucu Nabi Ibrahim yang terpengaruh dengan keyakinan dewa-dewa yang dipenuhi oleh kurafat dan tahayul seperti keyakinan kaum Quraisy sebelum Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam diutus.
Dan di belahan bumi yang lain, keturunan anak-anak nabi Nuh ‘alaihissalam baik dari Ham maupun Yafet, banyak pula Allah utus para Nabi yang menyeru kepada tauhidullah.
Oleh karena itu suku-suku bangsa di pedalaman Afrika dan Asia masih banyak yang mengenal Tuhan Yang Esa walaupun sudah bercampur dengan tahayul dan kurafat.
Seperti agama Zoroaster (Zarathustra) di Persia dan agama Brahma di India yang berubah menjadi Hindu, asalnya adalah Agama Tauhid.
Tapi belakangan yang terbanyak adalah umat yang menyembah dewa-dewi, nyaris meliputi seluruh dunia.
Dan kini muncul pula paganism modern yaitu pemujaan dan keta’atan terhadap pemikiran kaum Deis, Agnostis dan Ateis yang mengusung agama sekular ( Secular Religion ) yang memisahkan baik hukum Kristen maupun hukum Islam dari negara sebagaimana Jean Jacques Rouseau, seorang megalomania romantism sebelum revolusi Perancis mengatakan bahwa Tuhan telah mengilhamkan kepada manusia untuk mengatur negara, jadi teokrasi Kristen dibenamkan lalu diganti dengan demokrasi.
Kini yang menjadi batu sandungan yang terbesar bagi sekularism adalah Millah Ibrahim sejati yaitu pembela Tauhidullah yang diusung oleh Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam dan pengikutnya sampai akhir zaman (kiamat).
(Iwan Hasanul Akmal)