ANNAS Refleksikan Mudzakarah Dalam Rapim

by
ANNAS Refleksikan Mudzakarah Dalam Rapim

“Kita sudah lama melakukan upaya persuasif, dialog dan diskusi, tapi saya pikir tidak ada hasilnya. Bagi kita, aqidah merupakan harga termahal dan itu merupakan kewajiban untuk menjaga aqidah saudara-saudara kita,” tutur Athian Ali.

Wartapilihan.com, Jakarta –Setelah beberapa bulan lalu menggelar Mudzakarah Nasional, Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) merefleksikan pesan-pesan Mudzakarah tersebut dalam rapat pimpinan (Rapim) bertempat di Bandung, Jawa Barat.

Ketua Umum ANNAS KH Athian Ali kepada Warta Pilihan (wartapilihan.com) menuturkan, dalam rapat tersebut setidaknya merumuskan tiga hal. Yaitu program, strategi dan manajemen organisasi. Tujuannya yaitu untuk mensosialisasikan lebih masif dan sistemik terkait bahaya ajaran dan penyimpangan Syiah.

“Sebab, itu merupakan tugas kita (sebagai seorang muslim) untuk mengingatkan faham dan ajaran yang tidak hanya sesat, tapi juga sangat menodai dan melecehkan,” kata Athian kepada Wartapilihan.com di Bandung, Jawa Barat, Ahad (12/11).

Lebih lanjut, dalam mensosialisasikan hal itu, pihaknya akan bekerjasama dan berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat dan pihak aparat guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Sebab, kata Athian, faham Syiah sangat berpotensi menimbulkan konflik horizontal.

“Selama ini kita terus koordinasi, mereka (pihak aparat) sangat kooperatif. Bahkan intelijen mereka sangat faham bahwa ajaran Syiah merupakan ancaman. Konsep Imamah dalam Syiah bukan hanya ide, tetapi juga rukun iman. Artinya, dalam keyakinan mereka orang yang tidak mengimami imam tersebut dianggap kafir,” paparnya sambil menganalogikan konsep Khilafah dalam Organisasi Hizbut Tahrir.

Athian menjelaskan, target dari Syiahisasi yang dilakukan kelompok Syiah di Indonesia adalah merebut kekuasaan di setiap wilayah, sebagaimana konsep wilayah dalam keyakinan Syiah.

“Salah satu rukun Islam mereka adalah wilayah. Wilayatul Faqih harus mereka kuasai dimanapun mereka berada untuk bisa menyamakan imamah mereka di Iran. Kalau dulu terpusat di Jabar, Jatim dan DKI, sekarang mereka sudah mulai merata berdasarkan laporan pengurus ANNAS dan aparat di daerah,” terangnya.

Sejak tahun 1980, kata Athian, Syi’i (sebutan kelompok pengikut Syiah) melakukan misi di lingkungan akademis dan gagal. Sekarang mereka turun ke kantong-kantong masyarakat grassroot dan wilayah yang rentan Kristenisasi untuk memuluskan Syiahisasi. Pola yang dilakukan, sambungnya, mirip seperti kegiatan yang dilakukan oleh zending kristus.

“Bahkan pola yang mereka lakukan di salah satu daerah Jawa Barat, bukan hanya membagikan sembako, Syi’i juga menyediakan wanita untuk di mut’ah (kawin kontrak). Itu yang mereka lakukan dan menjadi daya tarik di kantong-kantong kemiskinan yang dulu menjadi garapan Kristenisasi,” ungkap Athian.

Kendati Syi’i mempunyai hak untuk memengaruhi umat Islam, jelas Athian, pihaknya pun memiliki hak untuk terus mensosialisakan bahaya faham tersebut melalui dakwah, kajian, buku saku, dan pemetaan wilayah. Dia memesankan kepada ANNAS di daerah untuk terus menjalin koordinasi, guna tercipta situasi yang kondusif.

“Kita sudah lama melakukan upaya persuasif, dialog dan diskusi, tapi saya pikir tidak ada hasilnya. Bagi kita, aqidah merupakan harga termahal dan itu merupakan kewajiban untuk menjaga aqidah saudara-saudara kita. Satu prinsip dalam Islam, kita harus menghormati kepercayaan orang. Yang menjadi persoalan adalah jangan pernah menodai agama lain. Itulah yang disebut toleransi,” tutupnya.

Ahmad Zuhdi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *