Dia berkomitmen dan mengajak seluruh negara-negara untuk menentang penjajahan di atas muka bumi.
Wartapilihan.com, Jakarta –Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan mengingatkan sejarah Indonesia adalah warisan kolonialisme Belanda. Hal itu sama dirasakan oleh bangsa Palestina. Demikian disampaikan Anies dalam Aksi Bela Palestina di Monas, Jakarta, Ahad (17/12).
“Karena itu, Indonesia tidak pernah bergeming. Indonesia selalu memperjuangkan Palestina sesuai amanat konstitusi,” ujar Anies seraya mengatakan bangsa Indonesia menentang segala bentuk penjajahan karena penjajahan bertentangan dengan perikemanusiaan dan peri keadilan.
Anies menjelaskan, keputusan Donald Trump bukan hanya keliru, tapi juga sangat fatal dan akan berdampak luas serta mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Keputusan Trump menjadi titik balik melakukan perlawanan. Insya Allah dari titik balik ini semakin terang kemerdekaan Palestina,” tegasnya dengan pekikan takbir.
“Jakarta Ibu Kota Indonesia. Yerusalem Ibu Kota Palestina. Saya merasa bersyukur saudara-saudara menjadi penerus mujahid di Indonesia untuk mengingatkan kepada negara-negara lain guna menentang keputusan Trump,” imbuh Anies.
Dalam orasi itu, Anies membacakan syair tentang Palestina oleh Taufik Ismail yang disambut gegap gempita peserta aksi. Berikut salah satu puisi Taufik Ismail tentang Palestina.
Palestina, Bagaimana Bisa Aku Melupakanmu
Ketika rumah-rumahmu diruntuhkan bulldozer dengan suara gemuruh menderu, serasa pasir dan batu bata dinding kamartidurku bertebaran di pekaranganku, meneteskan peluh merah dan mengepulkan debu yang berdarah.
Ketika luasan perkebunan jerukmu dan pepohonan apelmu dilipat-lipat sebesar saputangan lalu di Tel Aviv dimasukkan dalam file lemari kantor agraria, serasa kebun kelapa dan pohon manggaku di kawasan khatulistiwa, yang dirampas mereka.
Ketika kiblat pertama mereka gerek dan keroaki bagai kelakuan reptilia bawah tanah dan sepatu-sepatu serdadu menginjaki tumpuan kening kita semua, serasa runtuh lantai papan surau tempat aku waktu kecil belajar tajwid Al-Qur’an 40 tahun silam, di bawahnya ada kolam ikan yang air gunungnya bening kebiru-biruan kini ditetesi airmataku.
Palestina, bagaimana bisa aku melupakanmu
Ketika anak-anak kecil di Gaza belasan tahun bilangan umur mereka, menjawab laras baja dengan timpukan batu cuma, lalu dipatahi pergelangan tangan dan lengannya, siapakah yang tak menjerit serasa anak-anak kami Indonesia jua yang dizalimi mereka – tapi saksikan tulang muda mereka yang patah akan bertaut dan mengulurkan rantai amat panjangnya, pembelit leher lawan mereka, penyeret tubuh si zalim ke neraka, An Naar.
Ketika kusimak puisi-puisi Fadwa Tuqan, Samir Al-Qassem, Harun Hashim Rashid, Jabra Ibrahim Jabra, Nizar Qabbani dan seterusnya yang dibacakan di Pusat Kesenian Jakarta, jantung kami semua berdegup dua kali lebih gencar lalu tersayat oleh sembilu bambu deritamu, darah kamipun memancar ke atas lalu meneteskan guratan kaligrafi
‘Allahu Akbar!’ dan ‘Bebaskan Palestina!’
Ketika pabrik tak bernama 1000 ton sepekan memproduksi dusta, menebarkannya ke media cetak dan elektronika, mengoyaki tenda-tenda pengungsi di padang pasir belantara, membangkangit resolusi-resolusi majelis terhormat di dunia, membantai di Shabra dan Shatila, mengintai Yasser Arafat dan semua pejuang negeri anda, aku pun berseru pada khatib dan imam shalat Jum’at sedunia: doakan kolektif dengan kuat seluruh dan setiap pejuang yang menapak jalanNya, yang ditembaki dan kini dalam penjara, lalu dengan kukuh kita bacalah ‘laquwwatta illa bi-Llah!’
Palestina, bagaimana bisa aku melupakanmu
Tanahku jauh, bila diukur kilometer, beribu-ribu
Tapi azan Masjidil Aqsha yang merdu
Serasa terdengar di telingaku.
Ahmad Zuhdi