WARTAPILIHAN.COM, Jakarta – Aktivis Taruna Muslim, Alfian Tanjung terjerat hukum dengan dugaan penyebaran informasi yang dikhawatirkan menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, ras dan antargolongan (SARA). Pasalnya, ia telah menyatakan dengan terang-terang Presiden hingga Kapolda Metro Jaya sebagai PKI.
“Di video ceramah yang kami terima, transkripnya menyebutkan bahwa Jokowi adalah PKI, Cina PKI, Ahok harus dipenggal kepalanya dan Kapolda Metro Jaya diindikasikan PKI. Ini fatal untuk kehidupan berbangsa dan bernegara. Belum lagi jika anak-anak sampai menyaksikan video itu lalu mencontohnya” kata Kabareskrim Mabes Polri, Komjen Pol. Ari Dono Sukmanto di Gedung sementara Bareskrim Mabes Polri, Gambir, Jakarta Pusat pada Selasa (30/5).
Padahal, lanjut Ari, tuduhan seperti yang diucapkan Alfian itu mesti dibuktikan secara hukum sebelum ia menyatakan klaimnya itu. “Melabelkan seseorang dengan diksi atau kata, misalnya, ‘kafir’ saja memiliki aturannya secara agama. Tidak secara serampangan mengkafirkan. Terlebih lagi, beliau, kan, Ustadz,” sambungnya
“Apalagi dengan melabelkan Presiden satu negara, negaranya sendiri, hingga Kapolda Metro Jaya dengan PKI. Alfian harus membuktikan tuduhannya itu di meja hijau,” imbuhnya.
Alfian dipanggil Kepolisian pada Senin (29/5) atas dasar laporan masyarakat berinisial S, warga Kecamatan Lakarsanti, Surabaya. Saat itu, pada Minggu (09/4), S tengah mengunjungi kerabatnya, H di Kecamatan Wiyung, Surabaya. Di sana ia melihat tayangan dari Youtube berjudul Subuh Berjama’ah “Menghadapi Invasi PKI & PKC” oleh Alfian Tanjung.
Menganggap bahwa ceramah yang ia saksikan itu telah menyatakan perasaan kebencian di muka umum terhadap sesuatu dan penghapusan diskriminasi ras, etnis dan melanggar UU ITE, maka S melaporkan kejadian tersebut ke SPKT Polda Jatim guna proses hukum lebih lanjut. “Dari dua alat bukti yang ada, Alfian Tanjung kini berstatus tersangka. Ditangkap pada Senin (29/5) kemarin dan telah ditahan pada Selasa, (30/5),” tandas Ari.
Sementara itu, Koordinator ICAF (Indonesia Crime Analyst Forum), Mustofa B. Nahrawardaya merasa prihatin mendengar penahanan Alfian Tanjung oleh kepolisian. Nuansa politisnya sangat terasa dalam kasus ini. Sekalipun Kepolisian memiliki alasan bahwa yang bersangkutan bisa ditahan, ia menyarankan sebaiknya polisi colling down dulu dalam hal tahan menahan seorang ustadz.
“Apalagi ini bulan Ramadhan, seorang Ustadz Alfian Tanjung pasti punya banyak jadwal ceramah dalam rangka menjalankan kewajiban seorang mubaligh. Proporsionalitas dalam menegakkan hukum dengan memperhatikan kondisi sosial masyarakat itu penting. Agar ada rasa bahwa hukum itu wujud dan memang berasal dari masyarakatnya,” kata Mustofa saat dihubungi Warta Pilihan pada Selasa (30/5).
Mustofa melihat kasus Alfian Tanjung bukan kasus kekerasan dan bukan kasus penodaan agama. Banyak kasus serupa yang harus ditangani jika memang ada faktor keadilan di sana. Diketahui, selama ini Alfian Tanjung kritis terhadap eksistensi PKI/Komunis Gaya Baru (KGB) yang ada di Indonesia. Ia meyakini musuh aktivis Taruna Muslim tersebut sangat banyak dan punya segalanya untuk menghabisi Alfian jika ada kesempatan.
“Generasi baru dari aktifis PKI, sekarang sulit diketahui sedang ada dimana. Tapi mereka tampaknya tidak diam. Terbukti, banyak agenda acara di berbagai kota, mengusung tema-tema bernuansa kiri. Banyak aktifitas mereka bahkan sangat terbuka diikuti oleh aktifis LSM/selebritis dengan cara pamer logo PKI dan mengenakannya tanpa ada rasa takut,” tutur anggota Tim Humanitarian FIPS for Refugee Hatay Turkey 2015.
Menurutnya, kasus ini berbeda dari kasus Ahok, yang menodai Islam di Kepulauan seribu. Masyarakat Muslim hampir semua menganggap Ahok menodai, harus segera ditangkap dan dipenjarakan. Hadirnya masyarakat muslim yang meminta penegakan hukum cepat terhadap Ahok karena memang untuk menghindari mudharat yang lebih besar. Sehingga wajar jika Ahok segera diadili dan ditahan. Meski kata ‘segera’ dalam kasus ini, bisa multi-interpretasi.
“Jika alasan menangkap dan menahan Alfian Tanjung adalah alasan serupa, yakni banyaknya desakan masyarakat, juga tidak masuk akal. Selama ini tidak terdengar adanya desakan tersebut. Namun jika benar ada desakan, berarti para pendesak ini memiliki jumlah yang banyak. Selama ini, jarang ada percepatan penanganan kasus yang disebabkan oleh daya intervensi massa yang jumlahnya sedikit. Jika benar karena desakan, maka saya kira para pendesak adalah golongan misterius. Wujudnya tidak kelihatan, tapi daya desaknya sangat kuat,” tegas Direktur Indonesia Journalist Forum (IJF) ini.
Anggota Majelis Pustaka & Informasi PP Muhammadiyah masa bakti 2010-2020 ini menginginkan kasus ini murni pidana. Jika murni pidana, maka ketika penyidik sudah bulat mengenai pelanggaran pidananya, seharusnya Alfian Tanjung tidak ditahan.
“Kepribadian yang bersangkutan saya ketahui lebih baik dibanding kepribadian Ahok. Resiko mengulangi perbuatannya kecil dibanding Ahok. Resiko merusak barang bukti juga lebih kecil dibanding Ahok. Apalagi melarikan diri atau kabur ke luar negeri, rasanya tidak mungkin. Kabur ke Puncak saja, rasanya sangat kecil dilakukan,” pungkasnya.
Reporter: Satya Wira