Wartapilihan.com, Jakarta – Kesombongan, dalam bentuk merasa sebagai ras super, pernah diidap oleh Adolf Hitler dari Jerman. Begitu pula dengan kekaisaran Jepang yang merasa ras Asia paling super, dan karena itu merasa berhak menjadi pemimpin di kawasan Asia Timur.
Atas nama ras yang paling super itulah Perang Dunia II pecah, berlangsung sejak tahun 1939 sampai 1945. Di Barat ada Hitler, di Timur ada Jepang. Perang yang telah membunuh 50 juta sampai 70 juta umat manusia. Inilah perang termahal yang harus dibayar oleh kemanusiaan. Perang ini membuat Jerman dan Jepang bertekuk lutut pada Sekutu, Blok Barat dipimpin oleh Amerika Serikat, dan Blok Timur dipimpin oleh Rusia.
Sejatinya, sifat sombong itu pertama kali diperkenalkan oleh Iblis. Dan dosa pertama kali yang muncul kepada Allah adalah kesombongan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para Malaikat: “Sujudlah kalian kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur (sombong) dan ia termasuk golongan orang-orang yang kafir“ (QS. Al-Baqarah:34)
Mengapa Iblis enggan bersujud kepada Adam? Ini karena Iblis yang diciptakan dari api itu merasa lebih unggul dibandingkan dengan Adam yang diciptakan dari tanah. Inilah sifat sombong pertama kali terjadi di muka bumi. Kesombongan itu terus muncul di panggung sejarah kemanusiaan, baik yang dilakukan oleh Iblis dalam wujud manusia maupun Iblis dalam bentuk Jin.
Orang yang sombong merasa dirinya sempurna dan memandang dirinya berada di atas orang lain. Sikap sombong adalah salah satu akhlak buruk yang harus dihindari oleh setiap muslim. Karena itu, Islam melarang serta mencela sifat sombong, sebagaimana firman Allah Subhanallah wa Ta’ala:
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman:18)
Sikap sombong dan membangggakan diri itu satu paket. Dan itulah yang ditunjukkan oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Steven Steven Hadisurya Sulistyo.
Kesombongan Ahok
Kesombongan Ahok terlihat dalam pengarahannya di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, 27 September 2016 dengan menistakan Al-Quran surah Al-Maidah 51. Meskipun mayoritas ulama berpendapat bahwa apa yang telah diucapkan oleh Ahok adalah menista Al-Quran, ia merasa tidak bersalah.
Bahkan, ketika dalam persidangan menghadirkan KH Ma’ruf Amin, sebagai saksi, Ahok mencerca dengan pernyataan-pernyataan yang tidak pantas ditujukan kepada seorang yang sepuh dan sangat dihormati oleh komunitas Muslimin karena posisinya sebagai Rais ‘Am Nahdlatul Ulama dan Ketua umum MUI. Begitu pula dengan para penasehat hukumnya, mencerca seakan-akan Kiai Ma’ruf sebagai pesakitan.
Pada persidangan hari Selasa 4 April lalu, di Auditorium Kementrian Pertanian, Jakarta Selatan, Ahok melontarkan tuduhan keji kepada Habib Rizieq Shihab. “Bagi saya Rizieq itu pembohong,” katanya. “Rizieq itu selalu mengkampanyekan seolah-olah tidak boleh punya gubernur non-Muslim. Makanya dia melantik gubernur Muslim. Ini yang saya katakan kebohongan,” jelasnya. Tentu saja pernyataan Ahok jauh dari kebenaran yang sahih.
Selain kasus penistaan terhadap Al-Maidah 51, pada 9 Maret lalu, Ahok-Djarot juga dilaporkan oleh Sam Aliano, Ketua Pengusaha Indonesia Muda dan perkumpulan Majelis Taklim DKI Jakarta. Hal ini, menurut kuasa hukum pelapor, Egy Sudjana, saat itu dalam sebuah rapat, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang masih menjabat sebagai gubernur aktif DKI Jakarta mengatakan akan membuat wifi bernama ‘Surah Al Maidah’ dengan password ‘kafir’. Saat itu, Djarot sebagai wakil gubernur juga hadir dan tertawa-tawa mendengar Ahok. “Sebagai wakil dan mengerti bisa kasih tahu ke gubernur kalau itu salah,” kata Egy Sudjana.
Pekan lalu, beredar video kampanye Ahok-Djarot yang rasis. Digambarkan, ketika terjadi kerusuhan dan penjarahan, yang melakukannya adalah mereka yang berpakaian dan berpeci putih, sedangkan yang memberi prestasi untuk negeri ini adalah para atlit dari keturunan China.
Meskipun video tersebut akhirnya ditarik lalu diedit, tapi tetap saja melukai hati umat Islam. Sebagai saksi sejarah Reformasi Mei 1998, penulis tidak melihat para penjarah toko dan mall adalah mereka yang beratribut santri(pakaian dan berpeci putih). Para penjarah adalah para preman yang beringas, tidak mengenal etika dan adab dari masyarakat yang beragama.
Bagaimana dengan Steven?
Mahasiswa keturunan Cina beragama Katholik ini melontarkan kata-kata keji dan menistakan dengan menyebut Tuan Guru Bajang Haji Zainul Majdi sebagai: dasar Indo, dasar Indonesia, dasar pribunmi, Tiko(tikus kotor; ti=babi, ko=anjing). Padahal, pasalnya hanyalah sebuah kesalahpahamanan saat mengantri di check-in di depan counter Batik Air, dari Singapura menuju Jakarta, Ahad(9/4) siang.
Tuan Guru Bajang sudah menjelaskan kepada rombongan kecil dimana Steven berada di didalamnya, bahwa ia bersama istri lebih dahulu datang dan antri, lalu Tuan Guru Bajang keluar sebentar karena ada keperluan, sementara istrinya tetap berada di barisan antrian. Ketika kembali ke antrian, di belakang istrinya sudah ada rombongan Steven, Tuan Guru Bajang menjelaskan duduk soalnya. Yang diterima malah umpatan, caci-maki, hinaan, dan penistaan.
Apa yang diperbuat oleh Ahok maupun Steven, semakin memperkuat Sabda Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa sallam:
“Maukah kamu aku beritahu tentang penduduk neraka? Mereka semua adalah orang-orang keras lagi kasar, tamak lagi rakus, dan takabbur(sombong).“ (HR. Imam Bukhari: 4918 dan Imam Muslim: 2853).
Pertanyaannya sekarang, siapa yang rasis, siapa yang memecah belah NKRI, dan siapa yang jadi penyombong? Masih pantaskah orang seperti Ahok diberi kesempatan menjadi Gubernur DKI Jakarta? Wallahu A’lam.
Penulis: Herry M. Joesoef