Ujung Kemelut Perppu

by
Beberapa Fraksi di DPR menyampaikan pandangannya terkait Perppu Ormas, Foto: Zuhdi

Seperti Presidential Threshold, 4 Fraksi menolak dan 6 Fraksi di DPR RI menerima. Sedangkan Perppu, 3 Fraksi menolak dan 7 Fraksi menyetujui. Akhirnya, dominasi partai pendukung pemerintah menentukan jalannya pengambilan keputusan.

Wartapilihan.com, Jakarta –Menjelang sidang paripurna yang rencananya digelar pada Selasa (24/10) mendatang, beberapa Fraksi di DPR menyampaikan pandangan finalisasi terkait Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Organisasi Masyarakat (Perppu Ormas) dengan pihak pemerintah yang dihadiri Kementerian Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dan Menteri Komunikasi, Menteri Hukum dan Ham Yasonna Laoly dan Informatika Rudiantara.

Fraksi PAN melalui Yandri Susanto menyampaikan, penerapan Perppu Ormas oleh Pemerintah merupakan langkah inkonstitusional yang bertentangan dengan putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009. Dalam putusan tersebut Perppu diterbitkan dalam 3 hal. Pertama, adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan Undang-Undang. Kedua, Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai. Ketiga, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-Undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama, sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.

“Fraksi PAN menilai, sampai saat ini tidak ada satu kondisi apapun yang mengatakan kebutuhan mendesak. Fraksi PAN menilai Perppu dapat mengancam kehidupan demokrasi. Perppu tidak hanya menyasar kelompok inteloran, tetapi juga kelompok lain yang telah membantu pemerintah dalam pemberdayaan masyarakat,” kata Yandri Susanto di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (23/10).

Selain itu, lanjut Yandri, F-PAN menilai Perppu telah menghilangkan ruh demokrasi, dimana Perppu secara eksplisit tidak menyebutkan adanya perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia. Ormas, kata dia, adalah organisasi yang didirikan masyarakat atas satu kesamaan visi untuk memajukan bangsa Indonesia.

“Perlindungan HAM merupakan hal sentral yang harus ada dalam kehidupan demokrasi. Karena itu, Fraksi PAN sejalan dengan sikap Muhammadiyah, Persis, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Nadhatul Wathan, dan lain sebagainya. Kami memandang peraturan Ormas sudah di atur dalam Undang-Undang Ormas Nomor 17 Tahun 2013, dengan demikian tidak ada kekosongan hukum. Untuk itu, penerbitan Perppu yang menghapus mekanisme pengadilan sangat kontradiktif dan akan menimbulkan masalah serius,” tegasnya.

Yandri menambahkan, asas Contrarius Actus dalam Perppu dan dilarang mengembangkan faham lain yang bertentangan dengan Pancasila merupakan pasal karet dan dapat digunakan semaunya oleh Pemerintah dengan penilaian subjektif. Bahkan, jelasnya, bahaya yang mendesak bukan keberadaan Ormas, tetapi penggunaan obat-obatan terlarang yang semakin masif dan terstruktur.

“Menurut Fraksi PAN, bahaya yang lebih genting yaitu terkait narkoba. Bahkan korbannya mencapai 5,9 juta orang pada tahun 2016. Jika pemerintah ingin membuat Perppu, maka buatlah Perppu narkoba,” tegasnya.

“Dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim dan mengharap ridha Allah, Fraksi PAN menolak Perppu,” tandasnya.

Senada hal itu, Fraksi PKS berpandangan, Perppu memiliki ambiguisitas dan pasal karet yang rentan disalah tafsirkan, sehingga tidak menjunjung tinggi supremasi hukum. Pemerintah dengan subjektifitasnya dapat Ormas mana saja yang dianggap bertentangan.

“Fraksi PKS berpendapat bahwa dengan dihilangkannya peran pengadilan, dikhawatirkan akan menghadirkan otoritarianisme. Sebab, dalam Perppu Ormas ketentuan pasal yang memuat mekanisme pengadilan dihapuskan,” ungkap Sutriyono.

Terlebih, penerapan sanksi pidana yang di atur dalam Perppu tidak tepat. Ketentuan ini, kata dia, sangat rawan dilakukan pihak lain untuk melakukan kriminasisasi kepada lawan-lawan politiknya.

“Dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim dan mengharap ridha Allah, Fraksi PKS menolak Perppu. Sikap kami bukan setuju dengan radikalisme, justru kami menolak tegas radikalisme. Kami menyarankan agar Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 segera diperbaiki sebelum 400 hari,” tutup politisi Partai Keadilan Sejahtera itu.

Ahmad Zuhdi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *