Tito : Negara Pancasila vs Negara Agama vs Liberalisme

by
Seminar dan Lokakarya Indonesia di Persimpangan Jalan : Negara Pancasila vs Negara Agama, Sabtu (8/4). Foto : Zuhdi

Wartapilihan.com, Jakarta – Kapolri Jenderal Tito Karnavian saat acara ICRP (Indonesian Conference on Religions for Peace) di Hotel Aryaduta, Tugu Tani, Jakarta Pusat, Sabtu (8/4) mengusulkan tema Seminar dan Lokakarya Indonesia di Persimpangan Jalan : Negara Pancasila vs Negara Agama ditambah mengenai bahaya liberalisme.

“Kalau kita sepakat dengan persimpangan jalan maka ditambahkan satu lagi yaitu Negara Pancasila vs Negara Agama vs Liberalisme,” ujar Tito.

Menurutnya, hukum rimba di dunia masih natural, dunia ini masih anarkis dan tidak ada yang bisa mengendalikan kekuatan besar walaupun PBB turun tangan. Memegang dunia berarti memegang agenda ekonomi, politik, pendidikan, hukum, dan lain sebagainya.

“Pengaruh eksternal tahun 1998 boleh dibilang terasa. Demokrasi liberal yang dihembuskan Barat tanpa merangkul peradaban lain maka akan berontak. Peradaban yang menentang adalah peradaban Asia Timur dan Peradaban Islam,”Tito menerangkan.

Lebih lanjut, apa yang sekarang meledak di Prancis bagi Tito adalah problem di Timur Tengah yakni di dunia Islam. Tempat lain akan menjadi tumpahan-tumpahan konflik dunia Islam. Selama konflik di Timur Tengah terjadi, doktrin Ummah/Salafi Jihadis yang dikenalkan oleh Sayyid Qutub akan terus berjalan. Sebab mereka beranggapan ini peradaban Islam. Mereka ingin mengembalikan Islam ke masa kejayaan para salaful ummah (sahabat).

“Ketika pertarungan politik menggunakan agama, yang timbul adalah masyarakat kita membunuh orang lain atas nama Tuhan,” tandas mantan Kepala Densus 88 ini.

Selain itu, ia menyampaikan, demokrasi liberal yang diterapkan kepada masyarakat akan menimbulkan beberapa resiko. Mulai dari resiko high class, middle class dan low class.

“Resiko low class akan menuntut kepada pemerintah, mengerasnya akar rumput, menguatnya identitas primordial, dan melahirkan konflik horizontal. Resiko kedua, manipulasi demokrasi oleh high class kepada low class, mereka yang memiliki kekuasaan, ekonomi, terutama mereka menggiring opini yaitu media,” ungkap Tito.

Terakhir, ia mengajak kepada peserta Semiloka membuat instrumen yang dapat meredam konflik horizontal. Menurutnya, dengan kebebasan yang bebas juga akan membuat radikal masuk seperti jalan tol, doktrin Pancasila harus diperkuat lagi.

“Apapun bentuk demokrasi, sejahterakan dulu rakyatnya, apabila kelas menengah sudah besar, maka masyarakat sudah siap untuk melaksanakan demokrasi liberal,” pungkasnya. |

Reporter: Ahmad Zuhdi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *