Periode pertama, beliau ikut dalam pemerintahan dan berpartai ( Masyumi ).
Wartapilihan.com, Depok– Periode kedua, beliau sebagai oposisi terhadap rezim Soekarno yang pro PKI, sampai akhirnya dipenjara bersama kawan-kawan dan dibebaskan setelah orde lama tumbang
Periode ketiga, setelah beliau dibebaskan, beliau lantas memusatkan perhatiannya ke bidang dakwah, dengan mendirikan DDII bersama kawan-kawan.
Saya ingat perkataan beliau : ” Dulu kita berdakwah dengan berpolitik, sekarang kita berpolitik dengan berdakwah ”
Secara pribadi saya memilih lebih mengikuti periode terakhir beliau, yaitu berpolitik dengan berdakwah.
Sedangkan arti berpolitik dengan berdakwah menurut pemahaman saya adalah memusatkan diri sepenuhnya dalam aktivitas dakwah namun peduli, atau dengan kata lain ; juga memiliki tujuan-tujuan politis.
Sangat perlu dipahami bahwa terminolologi dari kata “politik” adalah mengatur negara.
Dan sebagai seorang muslim saya menginginkan sebuah negara yang diatur dengan syariat Islam, bukan dengan sistem sekular yang mana karakternya adalah liberalism.
Selama bekerja di DDII, saya ada beberapa kali diminta kultum ba’da dzohor, atau berceramah menjelang shalat tarawih dan kuliah subuh di bulan Ramadhan.
Sebuah kultum saya ba’da dzohor berbicara tentang sikap Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam dalam berdakwah yang tidak ada dusta pada wajah ( air muka ) dan perkataannya.
Sedangkan ceramah saya pada menjelang tarawih dan ba’da subuh yang terbanyak adalah mengeritik dan mengungkap keboborokan sistem sekular.
Pernah suatu kali, di tahun sembilan puluhan saya berceramah cukup keras mengritik sistem pemerintahan dan demokrasi yang semakin berseberangan dengan siyasah syar’iyah.
Ketika turun dari mimbar, saya dihampiri pengurus yang meminta saya berceramah.
Dia mahasiswa LPDI. Namanya Munir Abdul Latief, dan seraya berkata ;
” Bang, apa abang tidak lihat ada ustadz-ustadz ( senior ) ? ”
” Kenapa ? Apa kamu takut ? ” Tanya saya.
” Nggak sih, bang. Orang seperti abang memang perlu ada ” jawabnya cengengesan.
Tapi sebenarnya dia sedikit khawatir senioren tidak suka.
Di lantai bawah, esok harinya di tempat wudhu, saya berjumpa dengan ustadz Misbah Malin, dia tersenyum dan menjabat tangan saya.
Saya paham dengan makna senyumnya.
Dia tidak merasa takut dengan ceramah saya yang keras itu.
Inginnya saya dakwah tidak berkutat dengan porsi berlebih pada masalah ubudiyah dan keutamaan amal saja, tapi harus berimbang dengan dakwah politis syar’iyah.
( Iwan Hasanul Akmal )