Peradaban Yunani Purba sudah mengenal sepakbola yang kemudian diekspor ke Romawi.
Football Comes Homes. Sepakbola mudik. Begitu bunyi slogan Euro 96, saat berlangsung putaran final Piala Eropa di Inggris pada 1996. Ketika itu koran-koran Eropa juga koor menulis: “Sepakbola kembali ke tanah leluhurnya!’’
Memang, pada 8 Desember 1863, Inggris meresmikan sistem kompetisi sepakbola Football Association (FA) dengan segala aturan mainnya di Freemasons Tavern, Great Queen Street, London.
Itulah sistem sepakbola modern pertama di dunia. Tapi, bila Inggris mengklaim sebagai negeri yang melahirkan sepakbola, nanti dulu.
Sepakbola atau main bola, ternyata sudah dikenal di berbagai tempat dan budaya kuno, jauh sebelum Inggris menyusun formula sepakbola modern. Jaman Mesir purba, misalnya, sudah mengenal bola dengan kain linen. Bahkan saksi sejarah tentang hal ini tersimpan rapi di museum Inggris.
Berbagai relief dinding di museum menunjukkan, permainan bola juga sudah dikenal di peradaban Yunani purba, yang disebut episcuro. Pada relief itu terlukis anak muda memegang bola bundar dan memainkannya dengan paha. Sekitar abad kedua, episcuro hijrah ke Roma. Peradaban Romawi menyebutnya harpastum.
Sampai abad ke-9, para intelektual dan filsuf Yunani-Romawi tak melirik permainan bola sebagai olahraga bergengsi. Ovidius misalnya, menyebut permainan itu brutal kasar mendekati biadab, maka tak cocok buat perempuan.
Tapi politik kolonial Romawi dalam rangka ekspansi kekuasaannya membawa serta permainan bola sebagai sarana sosialisasi ke Eropa luar daratan (Inggris). Jadi, bahkan di tanah Eropa saja, buat negeri ‘’Rule The Waves’’ bola ternyata budaya impor belaka.
Di Luar Eropa
Sebelum Masehi, peradaban Aztek, Amerika Latin, sudah mengenal bola. Di Tiongkok permainan bola sudah dikenal sejak 206 SM, disebut tsu chu. Catatan ini tersimpan di dokumen militer setebal 25 bab, pada zaman Dinasti Han. Tsu berarti “menghantam bola dengan kaki’’. Chu berarti “bola yang dibuat dari kulit dan diisi’’. Pada 50 SM, sudah ada tim bola Tiongkok yang berlatih di Jepang. Mereka bermain bola dengan penuh variasi gerakan kaki, semacam sepakbola. Yang jelas, pada abad ke-5 di Tiongkok dipastikan sudah terdapat permainan bola bundar diisi rambut. Sejarah bola dari Tiongkok ini bisa disisir dari tulisan Li Ju, yang tersimpan di Museum Muenchen, Jerman – yang bakal jadi tuan rumah final World Cup 2006.
Di Jepang, permainan bola sudah dikenal sejak abad ke-8. ia disebut kemari. Konon, permainan ini masih eksis sampai sekarang. Bola yang digunakan berbentuk bundar, berisi udara, dibuat dari kulit kijang. Kemari bukan sekadar olahraga, tapi bagian dari iman dan adat. Pemainnya delapan orang, berpakaian adat, bola tak boleh jatuh ke tanah. Bola dianggap matahari. Jika ia jatuh, akan terjadi bencana ‘’kegelapan’’.
Di Eropa daratan sendiri, bola baru dikenal pada abad ke-13, tepatnya pada 1254 di Florence, Italia. Ia dianggap cikal bakal sepakbola modern. Sebab permainan yang disebut calcio itu sudah mengenal dua gawang dan jumlah pemain lima orang tiap regu. Dalam perkembangannya kemudian, jumlah pemain meningkat jadi 11 orang. Saat itu sudah dikenal strategi permainan 1-2-3-5 yang mengambil alih strategi bertahan kavaleri. Itulah yang selanjutnya menjadi sistem sepakbola “konvensional’’.
Permainan bola pada abad ke-13 dari Florence itu menjalar ke berbagai negara Eropa lain. Salah satunya Inggris, yang kemudian memodernisasi dengan sistem yang memiliki seperangkat aturan main.
Dilarang
Khalayak Eropa antusias menyambut permainan bola. Tapi, olahraga ini dibarengi dengan kerusuhan. Akibatnya, Raja Edward II pada 1314 sempat melarang calcio. Oleh sang raja, calcio yang juga disebut football itu diberangus keras. Siapa masih main bola dengan kaki, demikian sabda sang paduka, akan dipenjarakan.
Larangan itu membuat sibuk para ahli pikir yang tidak berpikir liniar. Ditafsirkan, kaki itu di tempat rendah, pantas jika dilarang raja. Jadi yang rendah itu harus ditinggikan. Maka, sebagai alternatifnya lahirlah permainan bola sundul, yakni main bola khusus dengan kepala. Namun olah bola ini juga bikin heboh. Paling seru terjadi kerusuhan massal pada 1321. Akibatnya, ia juga dilarang!
Dengan alasan sama, pada 1398 bola juga dilarang Raja Richard II. Pemberangusan ini dilestarikan oleh Raja Edward III dan Henry IV. Patung Skotlandia bertahun 1457 dan 1491 mengabadikan larangan permainan bola itu.
Permainan bola dianggap urakan, tanpa aturan, tidak sesuai dengan tata krama feodalisme. Tapi, di masyarakat ia amat populer. Sehingga ia dikhawatirkan bisa menggeser popularitas olahraga elit para ksatria, seperti panahan atau berburu. Jadi, harus dilarang penguasa!
Kelahiran FA
Lantaran itu, perkembangan bola di Inggris antara abad ke-15 sampai ke-19 saat Football Association diproklamasikan, tersendat dan suram.
Toh, abad ke-19 memang mencatat Inggris sebagai pengolah sepakbola yang serius. Pada abad itu cukup banyak klub sepakbola di lingkungan sekolah, sekalipun masih penuh kontroversi. Dikatakan, sepakbola itu tak lebih dari variasi dan atau penemuan kebetulan yang berasal dari rugbi.
Dalam konteks klub-klub sepakbola di lingkungan sekolah di awal abad ke-19 itu, aturan main sepakbola amat beragam, tergantung sekolah, hingga kerap kisruh. Maka usaha mencari kesepakatan aturan main dicetuskan pada 1843 di Universitas Cambridge. Mulai 1846 kesepakatan Cambridge dipakai secara meluas di Inggris. Lalu, sejarah bola di Inggris pun pada gilirannya memuncak dengan kelahiran FA pada 1863.
Bahkan sampai jelang FA sebagai tonggak sejarah sepakbola dilahirkan, larangan sepakbola di Inggris masih berlangsung. Misalnya, pada 1847 di Derby dan pada 1860 di Ashbourne.
Sejarah bola modern mencatat kerusuhan di Stadion Heyssel, Belgia, 1985, yang membuat Inggris sempat putus hubungan dengan sepakbola Eropa. Sampai akhirnya Eropa memaafkan ‘’The Great Britania’’. Bahkan Inggris kemudian menjadi tuan rumah final sepakbola Piala Eropa 1996, sambil mendabik dada sebagai ‘’leluhur bola’’.