Wartapilihan.com – Dalam sebuah diskusi buku “Islam, Sejarah Pemikiran dan Peradaban” karya Fazlur Rahman yang digelar di UIN Sunan Kalijaga, Jogyakarta, Jumat pekan lalu, Ahmad Syafii Maarif melontarkan pernyataan yang cukup berani. “Kalau ada iblis buka sekolah tinggi dengan kurikulum yang hebat, saya masuk ke sana,” sebagaimana dilansir oleh Rimanews yang dikutip oleh Repelita Online, 25 Maret 2017.
Pernyataan itu terlontar setelah Syafii Maarif melakukan kritik terhadap umat Islam. Menurutnya, Islam itu tidak hanya Arab. “Paham Islam-Arab ini mengarahkan orang untuk bersikap anti terhadap Barat,” katanya. Inilah, menurut Syafii, yang dikritik oleh Fazlur Rahman. Bagi Syafii, Fazlur Rahman adalah maha guru ke-Islam-an ketika ia menimba ilmu di Universitas Chicago, Amerika Serikat, di awal tahun 1980-an. Selain Syafii, Nurcholish Majid dan Amien Rais adalah orang Indonesia angkatan pertama yang mengikuti kelas-kelas Fazlur Rahman di Universitas Chicago.
Fazlur Rahman(September 1919 – 26 Juli 1988) adalah seorang cendekiawan asal Pakistan. Ia menempuh pendidikan tradisional di Pakistan dan pendidikan tinggi sampai mendapat gelar doktor dengan disertasi tentang Ibnu Sina dari Universitas Oxford, Inggris. Tapi, pemikiran-pemikirannya yang cenderung liberal membuatnya ia mendapat tentangan dari para ulama di Pakistan.
Akhirnya, pada 1968, setelah melalui gelombang unjuk rasa yang melibatkan berbagai kalangan masyarakat Muslim Pakistan, Fazlur Rahman meninggalkan Pakistan dan mengajar di Universitas California, Los Angeles. Setahun kemudian ia mengajar di Universitas Chicago sampai akhir hayatnya.
Apa yang menyebabkan Fazlur Rahman terusir dari negerinya sendiri? Salah satunya adalah pendapatnya yang mengatakan bahwa, “Al-Quran secara keseluruhan adalah kalam Allah dan dalam pengertian biasa juga seluruhya merupakan perkataan Muhammad.”
Padahal, bagi umat Islam, Al-Quran adalah murni kalam Ilahi.
Ke-orisinilan Al-Quran dijaga langsung oleh Allah Subhanahu wata’ala sebagaimana firman-Nya:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan adz-Dzikr (Al-Quran), dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menjaganya.” [QS. al-Hijr:9]
Untuk membuktikan bahwa Al-Quran bukan buatan manusia atau buatan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, coba kita baca firman Allah dalam surah Attaubah ayat 43:
عَفَا اللَّهُ عَنْكَ لِمَ أَذِنْتَ لَهُمْ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَتَعْلَمَ الْكَاذِبِينَ
“Semoga Allah memaafkanmu. Mengapa kamu memberi izin kepada mereka (untuk tidak pergi berperang), sebelum jelas bagimu orang-orang yang benar (dalam keuzurannya) dan sebelum kamu ketahui orang-orang yang berdusta?”
Masuk akalkah, jika seseorang yang membuat ayat-ayat Al-Quran lalu dia menegur dirinya sendiri? Orang-orang liberal selama ini menafsirkan Al-Quran tanpa memperhatikan metodologi dan adab, sebagaimana dilakukan oleh para shalafus shalih. Bagi kalangan liberal, siapa saja berhak untuk menafsirkan Al-Quran.
Akibatnya, kerancuan mewarnainya. Bahkan, dengan pendekatan hermeneutika, mereka seakan lebih paham akan tafsir teks dari si penciptanya. Ini jelas tidak bisa diterapkan pada Al-Quran, dimana yang paling tahu makna dari isi teks adalah Allah Subhanahu wa ta’ala, yang menurunkan Al-Quran kepada Nabi muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam melalui Malaikat Jibril.
Jika Syafii Maarif membela Fazlur Rahman yang pernah menjadi gurunya di Universitas Chicago itu, bisa difahami. Pepatah mengatakan, “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari” nampaknya dipegang oleh sang murid. Jika Fazlur Rahman berpendapat bahwa ada campur tangan manusia dalam isi Al-Quran, maka sang murid lebih seru lagi, “Berguru pada Iblis”.
Padahal, kita tahu, Iblis, makhluk Allah yang bahan bakunya api yang panas itu, punya sifat angkuh dan sombong, serta selalu membangkang terhadap perintah Allah. Lalu, kurikulum hebat yang bagaimana jika sang Iblis membuat sekolah tinggi? Bisa jadi, kurikulumnya tidak jauh-jauh dari pernyataan Iblis kepada Allah ketika ia diberi dispensasi berupa umur yang panjang sampai hari kiamat, lalu bersumpah untuk menyesatkan umat manusia, sebagaimana diabadikan dalam surah Shaad ayat 82-83:
قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ
“Iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya,
إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ
kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka.”
Menjadi murid Iblis, betapa pun hebat kurikulumnya, tetap saja menyesatkan umat manusia dan tujuan akhirnya mengantarkan mereka ke neraka. Na’udzubillahi mindzalik! Semoga Allah membukakan pintu hidayah dan kembali ke jalan yang “lurus” untuk Ahmad Syafii Maarif yang pada 31 Mei nanti memasuki usia 82 tahun. Wallahu A’lam.
Penulis: Herry M. Joesoef