Sindikat Jual Beli Bayi

by
Ilustrasi praktik jual beli bayi. Foto: Kata Indonesia.

Jenis kejahatan trafficking ini tidak berjalan sendiri, melainkan memiliki sindikat yang terorganisir dalam jual beli bayi; bahkan melibatkan tenaga kesehatan.

Wartapilihan.com, Jakarta — Ai Maryati Solihah selaku pegiat Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Trafficking dan Eksploitasi mengatakan, dalam satu minggu ini masalah penjualan bayi menghiasi pemberitaan. Apalagi modusnya kini melalui media sosial. Ini bukan hal baru menurut dia, pasalnya pada awal 2018 KPAI bersama KPPPA melakukan penelusuran di Kota Medan dan benar orang tua kandung mengiklankan anaknya di Facebook untuk dijual.

“Yang menarik untuk dicermati peristiwa saat ini berawal dari akun Instagram yang menampung keluh kesah keluarga antara yang tidak punya anak dan yang tidak menghendaki anak karena merasa tidak bisa mengurus, bahkan hasil hubungan terlarang seolah menjadi peluang derasnya praktik penjualan bayi.

Bahkan dalam pengakuannya dikatakan, ia melakukannya tanpa ada motif mendapat materil, hanya memfasilitasi problem solving dari dua kelompok ini,” kata Ai prihatin, Sabtu, (20/10/2018), di Jakarta.

Dari hasil koordinasi sementara KPAI dengan Polresta Surabaya, kasus penjualan bayi ini, kepolisian sudah mendapati 2 anak yang diperjualbelikan, yakni bayi usia 3 hari, dan bayi 11 bulan.

Alasan terjadinya transaksi diungkap bahwa salah satu pembeli bayi mengatakan ia sudah berumah tangga namun belum mendapat anak, akhirnya ia joint dengan group Instagram tersebut dan membeli bayi seharga 22 juta pada seorang ibu yang juga menjadi anggota grup tersebut yang sedang terdesak kebutuhan materi, salah satunya untuk membayar arisan.

“Dalam kasus lainnya, didapati penyerahan bayi dari seseorang yang diduga mahasiswi yang bingung pasca melahirkan karena hubungannya terlarang dan mendapat bantuan sang admin untuk dicarikan pembelinya,” tukas Ai.

Penelusuran kepolisian terungkap bahwa ada campur tangan seorang pensiunan Bidan dari Kab. Bandung yang membantu persalinan dan menjadi perantara penjualan bayi sebab terkait penyelenggaraannya dia lakukan pula di Bali.

“Melihat perkembangannya patut diduga Jika modus tradisonal bayi diambil langsung di rumah sakit dengan melibatkan tenaga kesehatan, sudah sering kali mudah diungkap seperti peristiwa di Simalungun tahun 2017, 8 bayi dan anak di bawah 10 tahun dijual belikan,” ia menegaskan.

Jual beli melalui media sosial, kata Ai, masuk dalam katagori konsultasi atau curhat merupakan trend baru kejahatan perdagangan bayi yang kini harus diwaspadai, sebab mereka diduga tetap melibatkan sindikat dari kelompok yang berpengalaman di bidang tenaga medis, yang erat aksesnya kepada bayi.

Di satu sisi, KPAI mengapresiasi Kepolisian Polresta Surabaya telah membongkar dan tetap mendorong untuk mengusut tuntas pengembangan kasus ini sehingga seluruh pelaku dapat ditangkap.

Selanjutnya ancaman pelaku maksimal dalam UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak adalah 15 tahun serta UU ITE pun harus ditegakkan karena sudah menggunakan layanan media social untuk kejahatan trafficking.

“Saat ini anak korban sudah diamankan kepolisian dan selanjutnya berada dalam pengasuhan dinas social Surabaya untuk memastikan kondisinya terlindungi dan tetap mendapatkan hak dasarnya serta dalam pengasuhan yang baik,”

Menurut dia, peristiwa ini menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya sosialisasi adopsi anak secara legal, kemudian pencegahan terjadinya kumpul kebo dan pergaulan bebas di masyarakat sehingga praktik pembunuhan bayi, pembuangan bayi, penjualan bayi dapat dicegah sedini mungkin.

“Hingga bulan September tahun 2018 data trafficking anak dan didalamnya adalah penjualan anak sudah 52 kasus, sehingga ini menjadi pertanda revitalisasi koordinasi berbagai pihak untuk menyelamatkan anak-anak bangsa, anak-anak penyambung peradaban harus ditingkatkan,” pungkas dia.

 

Eveline Ramadhini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *