Setelah Donald Trump menghadiri KTT di Riyadh, Arab Saudi memutuskan hubungan Diplomatik dengan Qatar. Apa maksud di balik pertemuan tersebut?
Wartapilihan.com, Jakarta – Majelis Ulama Indonesia mencermati perkembangan terkini krisis perdamaian dan keamanan di negara-negara Islam di kawasan Timur Tengah, khususnya ketegangan antara Saudi Arabia, Mesir, UAE, Kuwait terhadap Qatar yang berpotensi menyulut terjadinya perang saudara antara sesama negara-negara Islam.
Dewan Pertimbangan MUI memiliki kekhawatiran keadaan tersebut akan dimanfaatkan oleh kekuatan-kekuatan politik yang anti Islam bisa berimbas kepada arah yang merugikan umat Islam di belahan dunia lainnya.
“Sesama negara muslim, sesama bangsa muslim tidak boleh berkelahi apalagi menimbulkan perpecahan. Oleh karena itu, tidak ada cara lain ketegangan-ketegangan tersebut harus dihentikan. Ini yang kami upayakan agar kedua belah pihak segera menghentikan ketegangan yang ada dan jangan menimbulkan eskalasi. Sekali terjadi perang maka akan memberikan dampak buruk terhadap dunia Islam dan dunia pada umumnya,” kata Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia, Prof. Din Syamsuddin di Gedung MUI, Matraman, Jakarta Timur, Rabu (7/6).
Lebih lanjut, Wantim MUI mendesak masing-masing pihak bersedia menyelesaikan masalah yang ada berdasarkan prinsip musyawarah dan Islah dzat al-bain dalam semangat ukhuwah Islamiyah.
“Kami juga menyerukan rakyat dan ulama di masing-masing negara untuk menolak peperangan, mendorong tercapainya perdamaian (islah), dan meredakan krisis politik di kawasan negara masing-masing dengan segala cara yang strategis dan optimal,” ungkap mantan Ketua Umum MUI ini.
Selain itu, Din meminta jalan terbaik adalah dilakukannya sidang OKI. Namun hal tersebut mungkin susah terjadi dan akan sukar mengambil kesepakatan untuk perdamaian. Sebab, banyak orang meyakini OKI merupakan perpanjangan dari negara-negara Islam tertentu.
“Oleh karena itu, sidang darurat OKI tetap diupayakan, Indonesia mengambil prakarsa. Mungkin bukan di kawasan sana tetapi di Jakarta atau di tempat lain. Atau kalau tidak, kita minta pemerintah Indonesia mengadakan sidang darurat OKI atau sidang darurat negara-negara Islam. Tidak hanya melibatkan pemimpin pemerintahan, tetapi juga pemimpin umat atau masyarakat,” saran Din Syamsuddin.
Din meminta negara-negara Islam anggota OKI mewaspadai dan menolak upaya intrik politik proxy war yang mencirikan nafsu politik saling curiga, saling menyudutkan dan mengalahkan, dan saling firnah terhadap segala kebijakan politik masing-masing negara, baik di kawasan Timur Tengah maupun kebijakan hubungan dengan negara-negara lain.
“Kami juga mengingatkan kepada dunia internasional untuk tidak memperkeruh suasana dengan isu diplomatik yang antagonistik, hegemonik, tiranik, dan politik pecah belah dalam pentas hubungan internasional termasuk ke kawasan negara-negara Islam dan berpenduduk mayoritas muslim,”sarannya
Sebagai pemrakarsa, kata Din Syamsuddin, Indonesia harus bersikap netral. Menjadi kekuatan penengah dan perantara. Hal ini sesuai dengan hubungan watak luar negeri Indonesia, bebas aktif dan mewujudkan perdamaian.
“Atas dasar itulah, Indonesia sebagai negara keempat terbesar di dunia termasuk jumlah penduduk muslimnya, memiliki Islam wasathiyah dan mendorong perdamaian abadi di dunia. Indonesia dapat menggalang negara-negara OKI yang moderat, cinta damai dan keadilan,” tandasnya.
Terakhir, guru besar UIKA ini menghimbau kepada umat Islam agar melakukan doa (qunut nazilah) dalam bulan Ramadhan ini untuk perdamaian dan keamanan dunia.
“Jelas apabila peperangan ini terjadi maka akan menghambat aktivitas ibadah haji dan umrah, dan ini merupakan aib besar bagi Raja Salman sebagai Khadimain atau pelayan dua tanah suci. Kita berdoa semoga Allah senantiasa menjaga dan melindungi umat manusia dari pertentangan, perselisihan, dan peperangan demi terwujudnya Islam sebagai penyangga perdamaian dunia,” tutupnya. ||
Ahmad Zuhdi