Di Indonesia, hiburan sepakbola alih-alih menjadi ajang saling mendukung dan menunjukkan kejantanan karena sikap sportifitas, justru jadi ajang judi bagi nyawa-nyawa. Kebencian turun-temurun bagai warisan tujuh turunan yang tidak pernah habis. Sampai kapan terus ada nyawa melayang akibat mendukung yang oranye ataupun yang biru?
Wartapilihan.com, Jakarta — Hampir setiap tahun selalu terlihat korban tewas hanya karena perbedaan identitas. Kedewasaan berpikir masyarakat akar rumput ternyata tak kunjung membaik, justru semakin menguat. Haringga Sirila hanyalah salah satu korban yang baru saja ramai dibicarakan karena videonya yang viral tengah diamuk massa.
Eko Permadi, seorang warga Bandung pecinta sepakbola merasa prihatin atas hal tersebut, dan dia bergerak untuk aksi kemanusiaan. Di dalam video tersebut, Eko berdiri membawa sebuah spanduk dengan tulisan ‘Aing PERSIB, gue Jakarta, kita Indonesia.’
Ia ingin ada kedamaian yang tercipta dan tak ada lagi hal pembunuhan yang terulang oleh kerumunan Viking karena fanatisme terhadap identitas.
“Berbicara kemanusiaan karena sedih, saya memposisikan sebagai keluarga korban. Saya pernah 2017 deklarasi di Jogja,
Jangan bangga dengan bendera klub masing-masing, tapi banggalah dengan bendera negara kita, Indonesia,” kata Eko.
Dia memang awalnya sangat sulit untuk melakukan hal ini karena tidak ada yang berani membantunya.
“Akhirnya ada yang bener-bener care sama saya, untuk kebaikan bersama bukan untuk saya. Akhirnya dia mau. Saya bukan bobotoh, tapi saya pecinta sepakbola Indonesia, saya cinta klub liga indonesia. Jangan bangga dengan julukan Maung Bandung, Singo Edan, Buaya Wani, karena ada yang lebih kuat, yaitu garuda pancasila,” tukasnya berani.
Pria yang sehari-hari menjadi satpam itu berujar agar tidak saling menyalahkan dan tidak melihat pada masa lalu.
“Lebih baik merasa paling salah, karena yang salah pasti bener. Kalo merasa salah malah timbul kesombongan. Loyalitas tapi jangan sampai tanpa batas. Niatnya mau sablon (Kaos Persija) tapi gak ada yg mau kirim ke Bandung karena riskan, nggak ada yang berani,”
Terakhir dia berpesan, “Untuk Persib dan Persija, damai selamanya. Sepakbola adalah olaraga, jangan sampai mengorbankan jiwa dan raga,” pungkas dia.
Sementara itu, Rico Ceper selaku pecinta sepakbola Indonesia mengatakan keprihatinannya yang mendalam atas meninggalnya suporter Persija. Ia merasa miris karena ketika Asian Games duduk bersebelahan dan sama-sama mengaku Indonesia. Tetapi ketika sudah kembali bertanding, yang terjadi adalah bunuh-membunuh.
“Asian Games aja duduknya sebelahan (Jakmania dan Viking). Asal kembali masing-masing kok pada bunuh-bunuhan, padahal makan minum barengan pas di asian games.
Walaupun oknum, apakah ada jaminan ketika persib ke Jakarta aman? Ini kan jadi turun-temurun. Belum lagi Malang dan Surabaya,” tutur dia.
Dia melanjutkan, suasana berbeda jika di Eropa. Kakek-kakek dan nenek-nenek, menurut dia, ketika menonton di lapangan mendapatkan rasa nyaman.
“Kita yang masih muda aja yang pnting kendaraan aman, tujuan nonton pengen happy. Bukan seperti ini,” tukas dia
Ke depannya ia berharap, masyarakat terus diedukasi agar damai bukan hanya omongan belaka.
“Jangan berhenti melakukan yang terbaik, kalo ada apa-apa oknum, sampe grassroot gak nyampe. Sanksi tegas aja, jangan sampai ada conflict of interest. Apa mungkin bisa netral menghukum, intinya untuk yg baik.
Ini kan olahraga hiburan masyarakat, semoga bisa berprestasi dengan baik, semoga berujung dengan timnas yang solid. Yuk damai, perlakukan sama simpati. Bayangkan itu terjadi pada keluarga kita, kemudian kita sebangsa, dipecah begini doang. Fanatisme berlebihan, sampai kapan balas dendam?” Pungkas Riki.
Eveline Ramadhini