“Sesungguhnya Kami menjadikan pohon zaqqum itu sebagai siksaan bagi orang-orang yang zhalim.” (Q.S. Ash-Shaaffaat, 37:63).
Wartapilihan.com, Bogor — Allah Subhanahu wa ta’ala, Pencipta alam semesta, telah menganugerahkan ni’mat Diinul Islam yang Dia tetapkan bagi umat manusia, di dunia yang fana kini sampai akhirat yang abadi beberapa saat lagi. Berkenaan dengan hal ini, manusia menjadi objek syariat yang sangat memperhatikan keseimbangan psikologis, seraya memperhatikan aspek material, mental dan spiritual.
Demikian dikemukakan Duta Besar Saudi Arabia di Jakarta Osama Mohammed Al-Shuaib dalam presentasinya sebagai Keynote Speaker pada Konferensi BICAS 2018, “Bogor International Conference for Applied Science”. Rangkaian acara BICAS 2018 diselenggarakan Universitas Djuanda Bogor pada 25-26 September 2018 di Bogor.
“Namun keselamatan dan keseimbangan itu tidak akan dapat terwujud bila manusia tidak mengetahui dan tidak mengimplementasikan mana yang halal dan yang haram berdasarkan ketentuan Allah dan Rasul-Nya,” tutur tokoh diplomat sekaligus juga ulama Saudi Arabia itu.
Sedangkan Rektor Fatoni University Thailand Ishmail Lutfee Japakiya mengemukakan, sejarah umat manusia mengkonsumsi produk yang diharamkan Allah dapat ditelusuri di dalam Al-Quran, bermula dari Nabi Adam dan istrinya, ibunda Hawa, nenek moyang manusia, yang digoda oleh Setan agar melanggar larangan Allah.
Setan menyebut pohon atau buah yang dilarang untuk dikonsumsi oleh Nabi Adam dan istrinya itu sebagai pohon atau buah Khuldi yang bisa membawa kepada ke kekalan di dalam surga. Dampak dari melanggar larangan Allah itu, aurat keduanya pun terbuka.
Ia mengutip makna ayat: “Maka syaitan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka yaitu auratnya dan syaitan berkata: “Tuhan kamu tidak melarangmu dan mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal (dalam surga).” (Q.S. Al- A’raaf, 7:20).
“Dengan kesadaran dan hidayah Allah, Nabi Adam dan Istrinya Hawa bertaubat, menyesali perbuatan dosanya itu. Allah pun berkenan menerima taubat keduanya, namun ketentuan Allah tetap berlaku. Keduanya pun diusir keluar dari Surga,” katanya.
Kerusakan Moral Merebak
Lebih lanjut, Keynote Speaker kedua pada acara BICAS 2018 itu, mengingatkan dampak atau bahaya mengkonsumsi pangan yang haram. Yakni merebaknya kerusakan moral, seperti berpakaian yang mengumbar aurat sampai perzinaan yang terlaknat. Sedangkan di akhirat, niscaya akan diadzab di neraka dengan Pohon Zaqqum yang sangat menyiksa, sebagaimana dimaksud dalam makna ayat: “Sesungguhnya Kami menjadikan pohon zaqqum itu sebagai siksaan bagi orang-orang yang zhalim.” (Q.S. Ash-Shaaffaat, 37:63).
Tokoh ulama dari Universitas Fatoni Thailand ini menjelaskan, orang zhalim yang dimaksud dalam ayat tersebut, diantaranya adalah orang yang melanggar larangan Allah, karena mengkonsumsi pangan yang diharamkan agama.
Sementara, Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Lukmanul Hakim dalam presentasinya mengatakan, dalam proses sertifikasi halal LPPOM MUI melakukan audit halal, guna mengklarifikasi kehalalan produk. Sedangkan penetapan fatwa merupakan ranah kewenangan para ulama di Komisi Fatwa MUI,” ujar dia.
“Maka dalam proses sertifikasi halal yang dilangsungkan, terjadi kolaborasi yang harmoni antara para ilmuwan di lembaga saintifik yang dalam hal ini adalah LPPOM MUI, dengan para ulama lembaga keagamaan yang spesifik, yakni Komisi Fatwa MUI,” ujar dia.
Dikemukakan lebih lanjut oleh Ketua LPPOM MUI Pusat ini, ada tiga prinsip dasar yang diimplementasikan oleh LPPOM MUI dalam proses sertifikasi halal, sebagai bahan untuk fatwa oleh para ulama. Dan ini juga menjadi ketentuan bagi lembaga-lembaga sertifikasi halal manca negara yang dapat diterima dan diakui oleh MUI.
Ketiga prinsip itu adalah Treacibility atau ketertelusuran suatu produk mulai dari bahan baku, bahan tambahan, proses pengolahan sampai pengemasan dan produk jadi. Kedua adalah Authentication, atau analisa laboratorium yang dilakukan secara mendalam guna mendeteksi adanya kandungan bahan yang diharamkan dalam produk yang disertifikasi.
“Dan ketiga, Assurance System sebagai satu sistim yang menjamin kehalalan produk seterusnya. Bukan hanya saat dilakukan proses audit halal saja,” tandasnya. Demikian seperti dilansir Halalmui.org.
Ahmad Zuhdi