Dalam teori conditio sine quanon, orang-orang yang tidak mempunyai kesalahan (schuld) dapat
dijerat sebagai pelaku tindak pidana selama memenuhi syarat sebagai faktor penyebab, yang menyalahi asas hukum pidana “Geen straft zonder schuld” atau tiada pidana tanpa kesalahan.
Wartapilihan.com, Jakarta –Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang Perbaikan Permohonan Pengujian Formil dan Materil Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakayan (PERPPU Ormas), Selasa (22/8).
Perkara yang terdaftar dengan nomor perkara 50/PUU-XV/2017 ini diajukan oleh sejumlah ormas dan perseorangan Warga Negara Indonesia. Para Pemohon tersebut adalah Dewan Da‘wah Islamiyah Indonesia, Yayasan Forum Silaturrahim Antar Pengajian Indonesia, Perkumpulan Pemuda Muslimin Indonesia, Perkumpulan Hidayatullah, Amril Saifa, Zuriaty Anwar, Muchlis Zamzani Can, Munarman, dan Chandra Kumiato yang seluruhnya diwakili oleh Tim Advokasi Ormas Islam untuk Keadilan.
“Dalam uji formil, kami meminta Majelis Hakim mengabulkan permohonan para pemohon dan menyatakan Pembentukan Perppu 2/2017 tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata salah satu pemohon Rangga Lukita Desnata kepada Warta Pilihan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Selasa (22/8).
Artinya, lanjut Rangga, penetapan Perppu yang merupakan satu kesatuan dengan UU Ormas tersebut dinilai yidak sesuai dengan prosedur yang ditentukan Pasal 12 UUD 1945 dan tidak terdapat hal ihwal kegentingan yang memaksa sebagaimana ketentuan Pasat 22 ayat (1) UUD 1945
“Prosedur penetapan Perppu tersebut mestinya didahului pernyataan bahaya oleh Presiden yang syarat-syarat dan akibatnya ditetapkan dengan undang-undang,” imbuhnya.
Selain itu, secara formil, jelas Direktur Eksekutif Street Lawyer tersebut, Perppu Ormas telah menyalahi prosedur dikeluarkamya Perppu. Menurutnya, sebelum mengeluarkan Perppu, Presiden harus terlebih dahulu mengeluarkan pernyataan bahaya yang syarat dan akibatnya ditetapkan dengan UU.
“Tanpa adanya pernyataan dan kriteria tersebut. sama saja memberikan kesempatan kepada Presiden untuk melakukan penyalahgunaan wewenang (abuse of power),” ucap dia.
Dia menyebut, frasa “atau paham lain” dalam penjelasan Pasal 59 ayat (4) huruf c Perppu 2/17 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
“Kami khawatir frasa “atau paham lain” dapat digunakan secara serampangan dan subjektif untuk menjerat Para Pemohon sebagai Ormas yang beraktifitas pada bidang dakwah Islam sangatlah beralasan. Sebab HTI yang jelas-jelas selama ini melakukan kegiatan dakwah menjadi korban pertamanya. Akan tetapi pemerintah sama sekali tidak bergeming terhadap Ormas-ormas dan pengurusnya yang
sibuk membela Partai Komunis Indonesia sebagai korban tragedi 1965, dengan
melakukan simposium, menggelar persidangan rakyat di luar Negeri, dan lain sebagainya,” tegasnya.
Para Pemohon, simpul Rangga, juga merasa dirugikan dengan berlakunya ketentuan pidana Pasal 82A ayat (1) dan (2) Perupu Ormas karena dinilai mempunyai rumusan yang tidak jelas, multi lafsir, sehingga merugikan hak konstitusional Para Pemohon untuk mendapatkan jaminan pertindungan hukum.
“Kami memerintahkan pemuatan putusan ini dalam berita negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Atau
apabila Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, maka kami mohon agar diputuskan seadil-adilnya (ex aequo et bono),” pungkasnya.
Menanggapi uraian para Pemohon, Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna memberikan beberapa nasihat, terutama terkait legal standing dan tanda tangan pada surat kuasa. Di samping itu. Palguna pun meminta kejelasan mengenai tanda tangan yang dibubuhi pada surat kuasa.
Sebab, Ia mendapati adanya beberapa tanda tangan yang berbeda dari penerima dan pemberi kuasa. Hal senada diungkapkan Hakim Konstitusi Suhartoyo mengenai pemberi kuasa yang pada permohonan terdiri atas dua orang, namun yang membubuhi tanda tangan hanya satu pemberi kuasa.
“Kami meminta pihak yang membubuhi tanda tangan itu sesuai dengan nama-nama yang ada dalam AD/ART setiap ormas yang mengajukan perkara. Di samping itu, saya meminta pandangan para Pemohon terhadap pasal-pasal yang diujikan.
Ahmad Zuhdi