Pemerintah seharusnya mempertimbangkan pembangunan RSKI di wilayah epicentrum seperti Pulau Jawa.
Wartapilihan.com, Jakarta – Dalam mempercepat penanganan pasien terinfeksi corona, sekitar pertengahan Maret lalu pemerintah membangun rumah sakit di atas lokasi lahan eks-pengungsi Vietnam dengan standar Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) di Pulau Galang, Kepulauan Riau.
Dalam waktu singkat, lahan bekas kamp pengungsi ‘manusia perahu’ asal Vietnam itu disulap menjadi Rumah Sakit untuk Penyakit Menular atau dengan nama lain Rumah Sakit Khusus Infeksi (RSKI). Tempat ini sebelumnya difungsikan menjadi tempat wisata sejarah oleh BP Batam, namun karena sudah lama tidak digunakan, bangunan tersebut terlihat sangat tua.
Guna menjaga agar lokasi tersebut tetap dapat dikelola, pemerintah melalui Menteri PUPR Basuki Hadimuljono beserta Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, memutuskan membangun RSKI di Pulau Galang. Tak tanggung-tanggung, dana yang digelontorkan sejumlah Rp400 miliar lebih.
Sementara, beberapa pengamat menilai akses menuju lokasi tersebut cukup sulit dan jauh karena posisinya berada di tengah hutan. Sementara, lokasi yang mudah dijangkau dari luar negeri (dari Singapura 45 menit dengan kapal feri) maupun dalam negeri (Bandara Hang Nadim Batam, penerbangan selama satu jam 15 menit). Hal ini harusnya menjadi pertimbangan pemerintah dalam memilih pembangunan RSKI di Pulau Galang.
Pasalnya, rumah sakit yang dipersiapkan menampung sekitar 1.000 pasien dengan ratusan jumlah kamar di mana 50 kamar akan dijadikan kamar khusus isolasi penyakit menular berstandar protokol kesehatan dari WHO, hingga 1 Juni kemarin hanya merawat di bawah 50 pasien.
Keterangan tersebut disampaikan Perwira Penerangan Kogabwilhan-I, Kolonel Marinir Aris Mudian. Pasien rawat inap sejumlah 36 orang ini terdiri 20 pria dan 16 wanita. Semuanya positif Covid-19, tidak ada pasien berstatus pasien salam pengawasan (PDP) dan orang dalam pemantauan (ODP).
“Pasien rawat inap berkurang tiga orang, semula 39 orang menjadi 36 orang. Mereka yang pulang, atas nama Elycia umur 3 tahun, Tuan Muhamad Isa umur 50 tahun, dan Nyonya Chodijah koli umur 61 tahun,” kata Aris, kemarin (1/6).
Pemerintah salah strategi
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi menilai pembangunan RSKI di Pulau Galang salah strategi. Dengan cost (pengeluaran) yang begitu mahal, RSKI ini dinilai kurang efektif.
“Untuk apa membangun di sana dengan ongkos Rp400 Miliar pula? Emang epincentrumnya di Batam? Jelas-jelas epicentrumnya di Jawa,” kata Tulus kepada Warta Pilihan, Selasa (2/6).
Pemerintah, kata dia, seharusnya mempertimbangkan pembangunan RSKI di wilayah epicentrum seperti Pulau Jawa. Dengan begitu, rumah sakit yang ada pun tetap dapat melayani pasien biasa dan tidak terjadi penularan luas karena berbaurnya pasien penyakit biasa dengan pasien penyakit menular.
“Inilah yang saya bilang pembangunan RS Galang tanpa strategi yang jelas,” ujarnya.
Jika mencari keberadaan Pulau Galang di Google Maps pun terbilang agak sulit. Meskipun bisa mengetik koordinat 7.70134 Lintang Utara,104.185669 Bujur Timur. Pulau ini jaraknya sekitar 62 kilometer dari Bandara Hang Nadim Batam.
Tulus memprediksi, rumah sakit ini ke depannya akan berhenti difungsikan jika corona telah berakhir. “Nanti hanya menjadi rumah sakit yang nganggur, mangkrak dan tidak digunakan. Memangnya wabah mau selamanya?,” katanya menekankan.
Hal senada diungkapkan pengamat kebijakan publik, Agus Pambagyo. Dia menuturkan bahwa RSKI di Pulau Galang hanya ramai saat ada wabah saja, jika wabah sudah reda, maka akan sepi pengunjung seperti RS Sulianti Suroso di Jakarta. Apalagi wilayah Riau bukan epicentrum penyebaran Covid-19.
“Ngapain sih bangun rumah sakit disana? Kan orang Papua sakit gak mungkin dibawa kesana, saya sarankan agar masing-masing rumah sakit punya RS rujukan yang bisa digunakan dan mudah diakses,” katanya kepada Warta Pilihan, Selasa.
Dia menilai pembangunan RSKI di Pulau Galang adalah pemborosan. Apalago akses menuju kesana terbilang sulit.
“Menurut saya lebih bagus tempat disana untuk proyek pariwisata turis saja. Nah, sekarang sepi kan tidak ada pasien? Mending setiap kota bangun satu rumah sakit rujukan saja,” ujarnya.
“Saya kan pernah mengusulkan begitu, tapi saya bukan presiden,” lanjutnya.
Kendati begitu, dia menyarankan agar RSKI di Pulau Galang tetap beroperasi setelah pandemi berakhir. Sebab, jika dihancurkan maka bangunan senilai Rp400 miliar tersebut akan menjadi temuan.
“Saya pernah bertanya ke Menteri PUPR, ‘Pak, ini sebenarnya apa sih tujuan bangun rumah sakit disini?, ‘ya kita disuruh presiden bangun, bangun saja’,” katanya menirukan ucapan Basuki Hadimuljono.
RSKI, menurutnya, bisa juga difungsikan sebagai tempat rehabilitasi para pecandu narkoba, meskipun ongkos menuju kesana mahal dan jaringan narkoba sudah masuk sangat cepat melalui berbagai akses. “Kalau dari mana-mana dibawa kesana kan mahal, metodenya seperti apa nggak jelas, tapi karena itu keputusan presiden ya jalankan saja,” katanya.
“Saya pernah bilang rumah sakit itu buat apa, sekarang kan baru terjawab. Omongan saya di bulan-bulan lalu terbukti,” imbuhnya.
Adi Prawiranegara