WARTAPILIHAN.COM, Jakarta – Doa ialah suatu ‘tali’ antara seorang hamba dengan Tuhannya. Seseorang teman pernah bertanya, mengapa kita mesti berdoa jika Tuhan Maha Mengetahui. Alfathri Adlin, seorang dosen pascasarjana Filsafat STF Driyarkara, menjawab pertanyaan itu dengan pertama-tama mengutip perkataan Rumi dalam Matsnawi III, halaman 189 – 206 sebagai berikut:
Suatu malam, seorang lelaki merintihkan, “Ya Allah” sampai bibirnya manis dengan pujian kepada-Nya.
Iblis mengejeknya, “Kasihan engkau, wahai lelaki malang, mana jawaban, ‘Aku di sini,’ (labbayka) untuk semua rintihan, ‘Ya Allah-mu?’
Tiada satupun jawaban datang dari ‘Arsy: sampai kapan engkau merintihkan ‘Ya Allah’ dengan wajah suram?”
Si lelaki patah hati, berbaring, tertidur dan bermimpi: di situ dilihatnya Nabi Khidir as, di tengah dedaunan menghijau.
Nabi Khidir bertanya: “Wahai lelaki, engkau berhenti memuji Allah, mengapa engkau sesali dzikir-mu kepada-Nya?”
Lelaki itu menjawab, “karena tiada jawaban ‘labbayka’ (Aku disini), kutakut diriku telah terusir dari gerbang-Nya.”
Nabi Khidir menjawab, “Allah bersabda: rintihan ‘Allah’-mu itu adalah ‘labbayka’-Ku, dan permohonan, duka serta semangatmu adalah utusan-Ku kepadamu.
Gerakan dan upayamu untuk menghubungi-Ku sebenarnya adalah penarikan-Ku padamu, yang melepaskan kakimu dari rantai keduniaan.
Ketakutan dan cintamu adalah jerat untuk menangkap karunia-Ku, di balik setiap rintihan ‘Rabbi’, terdapat berlipat ‘labbayka’ dari-Ku.
Berbeda dengan keadaan jiwa seorang yang jahil, karena baginya tak diizinkan menjeritkan, “Tuhanku.”
Pada lisan dan hatinya terdapat kunci dan gembok, sedemikian rupa, sehingga tak mampu merintih pada Tuhan, bahkan ketika perlu.
Pernah pada sang Fir’aun diberikan harta kekayaan sedemikian berlimpah ruah; sehingga dia mendaku keperkasaan dan keagungan Ilahiah.
Sepanjang hidupnya manusia malang itu tak pernah rasakan keresahan ruhaniah, sehingga tak pernah menjerit kepada Tuhan.
Kepadanya Tuhan berikan kerajaan dunia, tapi tidaklah dia diberi hati yang berduka, rasa sakit dan kesedihan.
Hati yang berduka itu lebih baik daripada kerajaan dunia, sehingga dengan itu engkau menyeru Tuhan secara tersembunyi.
Mereka yang tak kenal duka, menyeru dari hati yang membeku; sementara yang akrab dengan kepedihan menyeru dengan hati yang mencair.
Sehingga ketika lisannya bisikkan permohonan, perhatiannya tertuju pada asal muasal dirinya.
Sehingga rintihannya murni dan pedih, hatinya sungguh menjerit: “Wahai Tuhanku, Penolongku, pertolongan-Mu lah yang kami dambakan.”
(Terjemahan dari Bahasa Inggris ke Indonesia oleh mas Herman Soetomo)
Doa, Rumi memaparkannya sebagai suatu “penarikan” dalam bait “Gerakan dan upayamu untuk menghubungi-Ku sebenarnya adalah penarikan-Ku padamu, yang melepaskan kakimu dari rantai keduniaan,”. Dengan kata lain, ketika seorang hamba merintih menjerit, hal itu sebenarnya suatu Rahmat yang besar, karena hakikatnya seorang hamba sedang ditarik menuju Dia.
Rumi dalam bait yang lain dalam Matsnawi menegaskan, “Jika ada kilat cinta di hati yang ini, niscaya ada kilat cinta di hati yang lain.” Dan di bagian lain Rumi berkata: “Dulu aku mengira bahwa antara Cinta dan Pecinta itu dua hal yang berbeda; ternyata aku salah. Keduanya sama.”
Hal itu bermaksud, jika bukan karena Allah berkenan mencintai kita, maka tak mungkin kita akan tergerak untuk mulai bisa mencintai-Nya. Semua berasal dariNya, bahkan suatu doa yang sangat sepele.
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda, “Hendaklah di antara kalian mengadukan segala urusannya kepada Allah saja, walaupun hanya tali sandal yang putus,” dalam Riwayat Hadits Tirmidzi. Hal itu menunjukkan, dalam hal terkecil sekalipun, seorang hamba seyogyanya mengadukan kepada Rabb-nya.
Secara menakjubkan, Rumi menjelaskan, justru pada hati yang berdukalah yang lebih baik. Karena dengan kedukaan, seorang hamba dapat merintih dalam ketertatihannya. “Hati yang berduka itu lebih baik daripada kerajaan dunia, sehingga dengan itu engkau menyeru Tuhan secara tersembunyi,”, Hal yang ingin ditekankan oleh Rumi ialah kebergantungan itu. Hanya dengan kesusahan, seseorang merangkak kembali kepada Tuhan. Kita jarang melihat seorang kaya-raya bergelimang harta yang merintih berdoa.
Maka dari itu, bersyukurlah orang-orang yang masih diperkenankan olehNya untuk berdoa. Karena meski diselimuti kesusahan, hakikatnya doa terjadi karena penarikan-penarikan dariNya.
Reporter: Eveline Ramadhini