Reklamasi; Pencemaran dan Penurunan Permukaan Tanah

by
Dosen Ilmu dan Teknologi Kelautan IPB Alan Frendy Koropitan menjelaskan soal kerusakan yang diakibatkan pembangunan reklamasi di Pantai Utara. Foto: Zuhdi

Proyek reklamasi di Pantai Utara Jakarta memiliki dampak yang sangat melukai masyarakat pesisir dari aspek sosial, ekonomi dan budaya.

Wartapilihan.com, Jakarta –Pembangunan DKI Jakarta sejak era 1970-an sampai sekarang, telah membawa perubahan besar di daratan sampai pesisir dan laut. Bahkan perubahan lingkungan juga terjadi pada daerah aliran sungai, dari hulu ke hilir. Sebagai contoh, telah terjadi konversi vegetasi besar-besaran menjadi daerah perkotaan sebesar 80% dalam kurun 1976-2004.

Dampak utama dari konversi lahan adalah sedimentasi yang tinggi di muara dan pesisir Teluk Jakarta, yang masuk melalui sungai-sungai. Hal ini telah mempengaruhi luas tutupan karang di Kepulauan Seribu. Misalnya, Pulau Pari dan Pulau Air telah terjadi perubahan luas tutupan karang dari 70-80% pada tahun 1970 menjadi tinggal 15-30% pada tahun 1995. Dampak lainnya dari adanya pemukiman dan industri, adalah pencemaran logam berat yang tinggi di Teluk Jakarta yang masuk melalui sungai. Data isotop menunjukkan bahwa konsentrasi logam berat di sedimen dasar Teluk Jakarta pada kurun 1865 1965 masih stabil, namun pada tahun 2005 meningkat drastis lebih dari 100%.

Dosen Ilmu dan Teknologi Kelautan Institut Pertanian Bogor Alan Frendi Koropitan mengatakan, pemerintah harus mematuhi regulasi RZWP3K (rencana zonasi wilayah pulau-pulau kecil) dalam mega proyek reklamasi. Sebelum aturan itu, kata dia, pemerintah harus menyiapkan KLHS (kajian lingkungan hidup strategis) dan zonasi.

“Perpres 102 tahun 2012 menyatakan reklamasi harus terintegrasi dengan KLHS dan AMDAL. Bukan persoalan dukung mendukung. Evidence based policy yang kita kedepankan,” kata Alan dalam diskusi terkait reklamasi di Gedung LIPI, Jakarta, Kamis (26/10).

Alan menjelaskan, persoalan mendasar pada reklamasi adalah pencemaran dan penurunan muka tanah setiap tahunnya mencapai 50 sampai 60 centimeter. Sejak tahun 1965, lanjutnya, Presiden Soeharto ingin merevitalisasi Teluk Jakarta yang memang tercemar saat itu. Sehingga muncul slogan form water to government.

“Tapi saya tidak tahu tiba-tiba ada yang menyuarakan revitalisasi dan reklamasi. Permasalahan reklamasi dapat kita lihat dari ektraksi air tanah besar-besaran, kompaksi geologi lebih lembut sehingga mudah turun dan beban bangunan. Buktinya, pantai mutiara indah kapuk turun sudah di bawah muka laut. Dan pencemaran itu kan datangnya dari tanah. Misalnya ada drainase atau orang mau buang limbah masa mau dicampur ke sungai. Itu kan harus ada pemisahan,” ujarnya.

Sementara itu, Pengamat perkotaan Marco Kusumawijaya menegaskan, Keppres Nomor 52 tahun 1995 terkait reklamasi merupakan domain Pemerintah Provinsi (Gubernur) dalam pengambilan keputusan. Meskipun, kata dia, kebijakan tersebut tidak terlepas dari lintas kementerian. Seperti Menko Maritim, Menteri Kelautan dan Perikanan dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

“Prinsip itu harus dihormati. Ada keseimbangan kekuasaan menurut saya baik. Pemerintah pusat itu sektor, kalau ijin akhir pelaksanaan di Gubernur. Ingat! Gubernur itu pejabat dipilih, kalau menteri enggak dipilih. Semua reklamasi (di 17 pulau) wewenangnya ada di Gubernur,” paparnya.

Direktur Rujak Center For Urban Studies itu menampik alasan Anies masih mendalami kajian berujung kepada sikap inkonsistensi menghentikan proyek reklamasi. Mengkaji pembangunan reklamasi, kata dia, maksudnya adalah memanfaatkan pembangunan yang sudah dilaksanakan. Sebab, apabila membongkar butuh biaya dan menyebabkan kerusakan di tempat lain.

“Kalau ketentuan umumnya kan Gubernur sudah berkali-kali bilang dan saya setuju, manfaatnya untuk kepentingan umum termasuk menurut saya rehabilitasi. Teluk itu harus direhabilitasi bahkan direvitalisasi. Rehabilitasi itu kan untuk memperbaiki supaya spesies-spesies itu hidup kembali,” tandasnya.

Ahmad Zuhdi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *