Ramadhan Pertama Di Bamba Loku

by

Sebagian Tim Safari Dewan Dakwah Kabupaten Tojo Unauna (Touna), nyaris putus asa bisa mencapai Kampung Bamba Loku.

“Sudahlah, kampung yang kita tuju ini tidak ada,” kesal seorang dari mereka, setelah menempuh hampir dua hari perjalanan tak jua sampai tujuan.

“Sabar saudaraku, insyaAllah kita akan sampai tujuan. Kedatangan kita sudah ditunggu-tunggu saudara muallaf kita di sana,” Marwin, Ketua Dewan Dakwah Touna, menyuntikkan motivasi.

Bamba Loku menyempil di Desa Tojo, Kec Tojo, Kab Touna, Sulawesi Tengah. Butuh perjuangan berat guna mencapainya.

Pada Januari 2017, sebanyak 11 orang Bamba Loku yang dipimpin oleh Om Uwe, memeluk Islam. Mereka dipandu dai Dewan Dakwah untuk menjadi muslim. Setelah bersyahadat, kesebelas muallaf itu kemudian dibina selama 3 – 4 bulan. Mereka belajar dasar-dasar Islam, mengaji, shalat, dan penyelenggaraan jenazah secara Islam.

Untuk membimbing para muallaf menjalani Ramadhan pertama, Dewan Dakwah Touna mengirim Tim Safari Dakwah. Kafilah dipimpin langsung oleh Ketua Dewan Dakwah Touna, Marwin.

Tim bertugas membimbing dalam berpuasa dan shalat taraweh, menghidupkan shalat 5 waktu berjamaah, melanjutkan pembinaan membaca al Qur’an dan hafalan do’a do’a dalam shalat, dzikir di luar shalat,  termasuk juga melakukan pelajaran tulis baca huruf latin bagi anak-anak yang belum bisa baca tulis.

Safari dakwah ke kampung itu dimulai dengan perjalanan dua jam bermobil dari ibukota kabupaten menuju Desa Tojo, Kamis (25/5) lalu. Selanjutnya, tim harus berjalan kaki membelah hutan menuju Bamba Loku.

Bagi Orang Wana (masyarakat pedalaman Touna yang masih berladang secara berpindah-pindah), Tojo-Bamba Loku hanya butuh waktu tempuh satu hari.

Namun Tim Dewan Dakwah Touna menempuhnya dalam waktu 2 hari semalam, ditemani hujan di sebagian lintasan.

Tak cukup satu, melainkan sebelas sungai yang harus diseberangi demi sampai di Bamba Loku. Kali-kali alami tersebut arus airnya cukup deras.

Tim harus menyusuri pinggiran sungai yang berpasir, berbatu, dan merayapi tebing-tebing. Batu-batu yang licin membuat beberapa orang anggota tim sempat terpeleset dan cedera.

Tim tiba di ujung jalan Desa Tojo pada pukul 11.30 siang. Sepuluh menit pertama perjalanan kaki, mereka sudah harus menyeberangi sungai dengan lebar sekitar 25 meter. Satu jam perjalanan kemudian tim mampir di persimpangan sungai untuk melaksanakan shalat dhuhur dan ashar sekaligus.

“Kami shalat dalam keadaan basah kuyup, karena saat itu hujan mulai turun,” ujar Marwin dalam laporannya.

Mereka lalu melanjutkan perjalanan dengan melewati hutan dan kebun-kebun tradisional masyarakat selama 1 jam

Kemudian, tim mulai meniti pinggiran sungai berbatu sampai saat mentari mulai meredup di ufuk Barat.

Olala, sungai berikutnya yang harus diseberangi, debit airnya melonjak. Tak ada diantara kami yang berani menyeberang melihat luapan air dan derasnya arus sungai.

“Pemandu kami yang biasa melewati tempat tersebut berinisiatif menyeberangkan tali untuk kemudian kami pakai untuk menyeberang,” tutur Marwin.

Penyeberangan dibantu oleh tim Dinas Kehutanan yang sedang memasanga tanda batas hutan.

Setelah beberapa kali mencoba, 4 diantara anggota tim berhasil menyeberang. Lainnya sudah tidak berani menyeberang karena kehabisan tenaga, maklum sudah sekitar pukul 8 malam dan belum makan malam.

Yang sudah menyeberang jadi serba salah.Pasalnya, perlengkapan mereka masih di seberang sungai. Mereka pun sudah tak punya tenaga untuk balik lagi mengambil perlengkapan.

Akhirnya, keempat penyeberang bermalam bersama tim kehutanan yang juga kehabisan bekal. “Malam itu kami berempat mengisi perut dengan pisang bakar beberapa buah. Tidur dengan pakaian ala kadarnya yang basah, beralaskan karung plastik yang diberikan tim kehutanan,” Marwin menuturkan.

Jumat pukul 6.30 pagi debit air sudah menurun dan arus pun tak lagi sederas semalam.

Meski masih sangat dingin, tim safari memberanikan diri menyeberangkan perlengkapan untuk memasak sarapan pagi ala kadarnya berupa supermi.

Kelar sarapan, mereka melanjutkan perjalanan. Beradasarkan perkiraan, insya Allah tim akan tiba di lokasi sekitar jam 11 siang.

Safari menembus sungai, hutan, rawa… hingga tim tiba di kampung pertama jam 12 siang.

Namun, dusun ini sudah tak lagi berpenghuni. Masyarakat setempat menyebutnya Pulo Kabomba, karena tempat ini merupakan delta (dikelilingi oleh aliran sungai).

Perkiraan tim, dari tempat ini menuju Bamba Loku sekitar 1,5 jam.

Namun karena sudah lelah sangat, speed perjalanan melambat. Setelah berjalan lebih dari 2 jam belum juga tiba di lokasi, tim mulai kehilangan orientasi. Hingga salah seorang berseru, “Tidak ada ini kampung yang kita tuju.”

Alhamdulillah, sekitar pukul 3 sore, tim menyeberangi sungai terakhir untuk tiba di kampung Bamba Loku. Keramahan sambutan warga muallaf dan tantangan dakwah di sini, membayar beratnya perjalanan. (marwin/bowo)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *