“APBN kita kan rupiah. Selama ini memang APBN dalam rupiah meningkat. Tapi kalau dikonversi ke dalam UsD, APBN tidak meningkat dan bahkan relatif turun,” ujar Salamuddin Daeng.
Wartapilihan.com, Jakarta – Dalam pengendalian inflasi, Pemerintah menjaga keseimbangan sisi penawaran dan sisi permintaan. Untuk menjaga ketersediaan pasokan barang khususnya pangan. Hal itu disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat paripurna di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (18/5).
“Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan kapasitas produksi nasional. Selain itu, Pemerintah tetap mengalokasikan subsidi pangan dan dana cadangan pangan yang digunakan untuk penyediaan pangan bagi masyarakat kurang mampu,” ujar Mulyani.
Menurutnya, peran aktif Pemerintah Daerah juga diperlukan untuk menjaga Iaju inflasi di masing-masing daerahnya. Pemerintah membangun sinergi dan koordinasi dengan Bank indonesia selaku otoritas moneter untuk mendukung pengendalian inflasi.
Dikatakan Mulyani, Pemerintah menyadari bahwa dengan arah normalisasi kebijakan moneter di Amerika Serikat yang mendorong kenaikan suku bunga oleh The Federal Reserve, pada tahun 2019 banyak faktor yang akan menjadi tantangan dalam menjaga stabilitas dan pergerakan nilai tukar rupiah.
“Kebijakan moneter di Amerika Serikat juga akan mempengaruhi pergerakan arus modal secara global. Dengan mempertimbangkan perkembangan ini, rata-rata nilai tukar Rupiah tahun 2019 diperkirakan berada dalam rentang Rp 13.700,00 Rp 14.000,00 per dolar Amerika Serikat,” terangnya.
Ia menuturkan, pergerakan nilai tukar Rupiah dalam rentang yang memadai tidak selalu berarti negatif terhadap perekonomian domestik. Depresiasi nilai tukar pada batas tertentu, menurut Mulyani, dapat berdampak positif bagi perbaikan daya saing produk ekspor Indonesia, yang pada gilirannya mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Kita harus terus mengupayakan perkembangan industri manufaktur dan jasa, termasuk pariwisata agar mampu memanfaatkan situasi tersebut. Pemerintah bersama Bank Indonesia akan terus mengelola stabilitas ekonomi dan pergerakan nilai tukar tersebut agar tidak terjadi volatilitas yang merusak iklim usaha dan aktivitas ekonomi,” tandasnya.
Pengamat ekonomi Salamuddin Daeng menilai, alasan pelemahan rupiah untuk kepentingan pragmatisme APBN. Menkeu ingin mencitrakan APBN bertambah dan mencapai target. Sebab, pada tingkat utang luar negeri pemerintah dalam bentuk dolar pada nilai yang sama, pemerintah bisa mendapatkan rupiah yang lebih besar.
“APBN kita kan rupiah. Selama ini memang APBN dalam rupiah meningkat. Tapi kalau dikonversi ke dalam UsD, APBN tidak meningkat dan bahkan relatif turun,” ujar Salamuddin saat dihubungi Warta Pilihan, Jumat (18/5).
Namun ironisnya, tambah dia, sebagian besar belanja pemerintah adalah barang barang impor. Salamuddin menilai, pencitraan pemerintah hanya sia-sia.
“Rakyat akan terkena imbas, barang impor, minyak mentah yang dibeli dalam dolar dan batubara yang dibeli dengan dolar. Ujungnya akan berimbas pada rakyat,” tukas dia mengingatkan pemerintah.
Ahmad Zuhdi