Polisi dan Hizbut Tahrir

by

Wartapilihan.com – Pelarangan terhadap Ustadz Hizbut Tahrir Indonesia, Felix Xiao perlu disayangkan. Sebab, selama ini HTI tidak pernah berbuat onar, atau memakai kekerasan dalam dakwahnya. HTI juga dikenal suka silaturahmi dengan ormas-ormas Islam lainnya.

Pelarangan terhadap sebuah ceramah Islam, adalah tidak bijak. Kecuali ceramah-ceramah yang dilakukan oleh ustadz –atau yang dijuluki ustadz- yang suka membid’ah-bid’áhkan atau mengkafir-kafirkan umat Islam yang lain. Ustadz seperti ini selain harus dilarang ceramah juga perlu didatangi oleh ustadz yang senior untuk disadarkan tentang pemahamannya yang salah.

Bila polisi hanya melarang belaka, tanpa mengundang ustadz lain yang senior untuk menyadarkan ustadz yang salah itu, maka tidak banyak gunanya. Karena ustadz itu akan tetap ceramah baik lewat youtube atau kelompok-kelompok kecil lainnya. Yang paling tepat untuk menyadarkan ustadz yang salah itu adalah mengajak diskusi. Menyadarkan mereka. Karena sebuah ide atau pemikiran tidak bisa dilawan dengan senjata atau penjara. Sebuah ide atau pemikiran hanya bisa dikalahkan dengan ide atau pemikiran lain yang lebih kuat.

Bila kita melihat teladan Rasulullah saw, maka kita melihat bagaimana cara Rasulullah mengalahkan pemikiran-pemikiran jahiliyah dengan menyampaikan argumentasi yang lebih kuat. Argumentasi-argumentasi yang kokoh yang disampaikan Rasulullah berhasil mengubah pemikiran orang-orang Arab saat itu.

Al Quran mulia yang dibawa Rasulullah menyatakan : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS an Nahl 125)

“Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.” (QS al Baqarah 129)

“Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” (QS al Baqarah 151)

Jadi polisi dan ustadz sebenarnya tugasnya hampir sama. Bila polisi menginginkan masyarakat damai, para ustadz juga begitu. Bedanya polisi menjaga perdamaian dengan kekuatan, para ustadz menjaga perdamaian dengan ucapan atau tulisan. Ustadz yang mengajak ke kerusuhan, bukanlah ustadz yang sejati. Kecuali dalam kondisi perang fisik, maka para ustad wajib mengajak jihad dan memihak kepada kelompok yang benar.

Untuk para ustadz perlu juga evaluasi diri. Yaitu mengevaluasi sejauh mana yang disampaikannya itu benar dan menyentuh jiwa dan akal pendengarnya (hikmah). Rasulullah saw menyatakan bahwa seseorang harus menyampaikan risalah ini sesuai dengan akal pendengarnya (pembacanya). Tidak ngawur-ngawuran asal menyampaikan, sehingga masyarakat dibuat bingung olehnya.

“Ilmu ini dalam setiap generasi akan diemban oleh orang-orang yang adil. Mereka akan menyingkirkan penyimpangan orang-orang yang ekstrim, kedustaan pembuat kebatilan dan takwil orang-orang bodoh. (al Hadits, lihat buku Syekh Yusuf Qaradhawi ‘Kebangkitan Gerakan Islam’).

“Jauhilah sikap berlebihan dalam beragama, sesungguhnya orang-orang sebelum kamu hancur karena sikap berlebihan dalam agama.” (HR Ahmad)

Syekh Yusuf Qaradhawi, ulama besar dari Mesir juga menasihati kelompok-kelompok Islam yang suka pakai kekerasan dalam amar makruf nahi munkar. Inilah nasihatnya :

Merupakan fakta bahwa memang ada kelompok umat Islam yang berlebihan dalam menghancurkan kebatilan. Mereka cepat melakukan perusakan-perusakan atau bom-bom sebelum nahi munkar jalan damai (hikmah) ditempuh secara serius. Terhadap hal ini, Syekh Yusuf Qaradhawi menasihati:

“Kita menuntut agar para pemuda bersikap proporsional dan bijaksana, meninggalkan ‘radikalisme’ dan kekerasan, tetapi kita tidak meminta orang tua agar membersihkan diri mereka dari kemunafikan, lidah mereka dari kebohongan, kehidupan mereka dari tipu daya, dan perilaku mereka dari kemunafikan.

Kita menuntut segalanya kepada para pemuda, melaksanakan kewajibannya, dan menunaikan hak orang lain.Tetapi pada saat yang sama kita tidak menuntut apa-apa dari diri kita. Semua hak seakan-akan milik kita, sedangkan semua kewajiban menjadi tanggungjawab para pemuda. Padahal dalam banyak kesempatan, kita sering menegaskan bahwa setiap hak berhadapan dengan kewajiban.

Kita harus ksatria dan berani mengakui bahwa banyak perilaku kita yang justru mendorong para pemuda melakukan pembelaan yang lalu dikenal dengan sikap ‘radikal’. Kita telah mengaku Islam tapi tidak mengamalkannya. Kita membaca Al Quran tapi tidak melaksanakan hokum-hukumnya, mengklaim mencintai Rasulullah saw tapi tidak mengikuti Sunnah-sunnah beliau. Kita cantumkan dalam Undang-Undang Dasar kita bahwa agama negara adalah Islam, tapi tidak menunaikan hak Islam dalam hukum, perundang-undangan dan penerangan.

Dada para pemuda itu telah sempit dengan kemunafikan dan kontradiksi sikap kita. Mereka berjalan sendiri menuju Islam tanpa dukungan kita. Bahkan mereka mendapati para orang tua menghambat jalannya, para ulama tidak memedulikannya, para pengusa menekannya dan para gurupun mencemoohkannya. Oleh karena itu seharusnya kita mulai memperbaiki diri dan masyarakat sesuai dengan perintah Allah SWT sebelum menuntut para pemuda dengan fikiran dingin, bijaksana, tenang dan adil…

Ulama-ulama yang memiliki pandangan tajam serta memajukan antara ketajaman analisis dan ketaqwaan itulah yang dibutuhkan masyarakat. Mereka mampu memainkan perannya dalam mengarahkan kebangkitan Islam.”

Yang menarik Syekh Yusuf Qaradhawi juga menasihati agar Hizbut Tahrir tidak hanya mengambil pendapat pendirinya (Taqiyuddin an Nabhani) saja. Banyak ulama-ulama yang hebat seperti Taqiyuddin.

Ulama-ulama besar adalah mutiara-mutiara dalam Islam. Mereka adalah para pewaris Nabi. Kita perlu dengan bijak mengambil pendapatnya, memperbandingkan pemikiran-pemikirannya dan mengambil hikmah dari perbedaan-perbedaan yang ada.

Zaman ini adalah zaman ensiklopedi. Pemikiran-pemikiran brilyan para cendekiawan Islam atau ulama yang shalih itu perlu kita gali, ambil yang terbaik dan kita kembangkan. Dan yang paling penting kita amalkan.

“Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti yang terbaik. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang terpelajar (Ulil Albab).” (QS az Zumar 18) |

Penulis : Dachli Izzadina

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *