Pertumbuhan Ekonomi Lambat

by
Rizal Ramli. Foto: Istimewa

Model pembangunan ekonomi di pemerintahan Jokowi menggantungkan diri pada utang. Sehinga ada rem otomatis yang melambat laju perkembangan Indonesia.

Wartapilihan.com, Gorontalo — Ekonom senior Rizal Ramli mengungkap tiga faktor penyebab pertumbuhan ekonomi Indonesia berjalan lambat dibanding negara-negara Asia lainnya, seperti Korea dan Malaysia.

Di hadapan ratusan peserta acara International Interdisciplinary Conference on Sustainable Development Goals (IICDDGs) 2018 yang digelar Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen dan Bisnis (STIMB) di Grand Palace Convention Center, Gorontalo, Sabtu (25/8).

Pria yang akrab disapa RR itu mengatakan bahwa 45 tahun lalu negara-negara seperti China, Jepang, Korea, dan Malaysia sama miskinnya dengan Indonesia. Rata-rata penghasilan masyarakatnya cuma 100 dolar AS pertahun.

“Kini Korea itu sekarang 44 ribu dolar, 13 kali dari kita. Taiwan 13 kali dari kita, Malaysia 3 kali dari kita, dan Vietnam yang miskin kini nyaris sama dengan kita,” ujar mentan Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid itu.

RR kemudian menguraikan bahwa ada tiga penyebab pertumbuhan ekonomi Indonesia lambat. Pertama adalah faktor korupsi di kalangan pejabat. Menurutnya, praktik korupsi meningkat akibat

Indonesia masih menggunakan model demokrasi kriminal. Demokrasi ini membuat ratusan bupati, gubernur, dan anggota dewan terjerat kasus korupsi. Jika ditotal, maka kerugian negara yang dihasilkan atas korupsi tersebut mencapai Rp 75 triliun per tahun.

Akar dari demokrasi kriminal ini adalah tidak adanya pembiayaan dana partai politik dari negara. Sehingga, para pejabat yang notabenenya adalah kader parpol terpaksa mencuri anggaran negara untuk bertahan hidup.

“Jadi harus kita ubah ke demokrasi akuntabel. Caranya, ubah pembiayaan parpol. Parpol dibiayai negara sehingga fokus pada tugas mencari orang yang amanah dan kapabel,” tukas mantan anggota tim panel ekonomi PBB itu.

Kedua, sambung RR, adalah faktor sumber daya manusia. Indonesia, kata dia, memiliki kualitas pemuda yang gesit-gesit. Namun kreativitasnya dipakai ke arah negatif. Ini harus diubah ke kreativitas yang positif dengan cara menggelar banyak kompetisi.

“Harus dianggarkan Rp 20 triliun untuk kompetisi. Siapa yang menang harus diberi beasiswa. Kita ini pintar-pintar, tapi tidak biasa berkompetisi,” ujar RR.

Sementara itu, faktor yang terakhir yang membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia lamban adalah sistem ekonomi neoliberalis yang mengikuti model pendekatan Bank Dunia. Pendiri lembaga think thank Econit itu menjelaskan, bahwa model pembangunan ini menggantungkan diri pada utang. Sehingga ada rem otomatis yang melambat laju perkembangan Indonesia.

“Model pembangunan ini tergantung utang. Begitu ekonomi tinggi, utangnya nambah, jadi harus dikurangi. Jadi ada semacam rem otomatisnya,” jelas RR.

Negara Asia lain, sambungnya tidak mengandalkan model ini. Sehingga mereka bisa lebih maju dan bersaing dengan negara Barat. “Jepang, Korea, dan China tidak ikut model ini, makanya dia bisa mengejar Eropa,” tegas RR.

Sebagai informasi, dalam acara International Interdisciplinary Conference on Sustainable Development Goals (IICDDGs) 2018 tersebut hadir juga ahli perdamaian dan keamanan yang pernah bekerja di PBB Arnaud Amourux, lulusan dari Monash University Sanjukta Choudhurt Kaul, dan seorang ahli dari Belanda Andre Bowmers.

Ahmad Zuhdi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *