Persoalan Kemiskinan

by
foto:istimewa

“Saya kira tidak boleh ada yang menganggap 70 balita tewas sebagai hal biasa. Kalau sekadar makanan tidak punya, apalagi emas. Saya yakin tidak punya,” kata Ahyudin.

Wartapilihan.com, Jakarta – Penderitaan masyarakat di tanah Papua akibat kejadian luar biasa (KLB) campak dan gizi buruk menjadi sorotan semua pihak. Tidak hanya instansi pemerintah, organisasi kemanusiaan non-pemerintah (NGO) turut bersuara atas kejadian tersebut. Pasalnya, hingga saat ini 70 anak balita meninggal dunia dan 529 lainnya masih mengalami KLB.

President Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin mengatakan betapapun melimpahnya Sumber Daya Alam di Papua, penyebab mendasar masyarakat Papua terkena KLB campak dan gizi buruk adalah kemiskinan. Ahyudin tidak menampik banyak daerah-daerah lain yang mengalami hal serupa.

“Persoalan hari ini adalah kecukupan pangan yang tidak terjadi di Papua. Bencana alam bukan aib bagi suatu bangsa, meskipun banyak resiko terkait kejadian alam itu. Tetapi yang mejadi aib adalah ketika suatu masyarakat yang tewas karena kelaparan di lumbung padi, itu baru aib,” ujar Ahyudin di Menara 165, TB Simatupang, Jakarta Selatan, Kamis (1/2).

Guna mengurangi beban penderitaan yang dialami masyarakat Papua, lanjut Ahyudin, ACT menyiapkan 100 ton bantuan pangan ke Papua melalui Kapal Kemanusiaan (KK) termasuk dengan seratus relawan, tenaga paramedis, dan ahli gizi. Uniknya, ACT mendapatkan ketersediaan pangan dari salah satu kabupaten di Provinsi Papua.

“Kita mendapatkan 100 ton beras di Merauke dengan mudah. Dan perlu di ingat, Papua tidak hanya kaya dengan emas dan tembaga, tetapi disana juga lumbung pangan sangat besar,” ujar Ahyudin.

Ia mengingatkan pemerintah dan seluruh stake holder bahwa penderitaan masyarakat Papua harus menjadi momentum nasionalisme bangsa Indonesia mewujudkan kepekaan sosial dan kepedulian nyata. Bangsa Indonesia, terang Ahyudin, harus membangun positioning dan berada di garda terdepan dalam sosial-kemanusiaan.

“Sembilan puluh persen fokus ACT adalah di dalam negeri. Namun, jika ACT terlihat lebih ke Somalia, Rohingya dan Palestina karena merupakan rasa nasionalisme. Tragedi Asmat harus kita lihat lebih komprehensif. Buat pemerintah, ini merupakan peringatan yang luar biasa,” tegasnya.

Pemberdayaan Masyarakat

Ahyudin melihat, potensi SDA yang melimpah di tanah Papua harus dioptimalisasi untuk mensejahterakan masyarakat. Salah satunya adalah tambak. Keinginan luhur untuk memberdayakan masyarakat Papua, kata Ahyudin harus segera diwujudkan.

“Sebab, kalau tidak diatasi, penyakit apapun muncul dari kemiskinan itu. Maka konsen kita terutama pemerintah, hentikan kemiskinan ini dengan cara apapun. Negara tidak boleh kalah akal. Lakukan apapun untuk menjamin rakyat ini tidak miskin,” tandasnya.

Ia tidak menginginkan, intervensi bantuan kemanusiaan menyebabkan masyarakat bergantung secara permanen. Namun, tahapan recovery harus segera dilakukan tanpa menunggu determinasi.

“Kita ingin perubahan itu terjadi terhadap masyarakat di sana. Ingat, mereka adalah subjek, jangan kita anggap sebagai objek dengan rasa belas kasihan. Mereka harus kita jadikan sebagai subjek pembangunan dan berdaya. Nah, kita mendampingi itu,” ungkap Ahyudin.

Pendampingan Spiritual Masyarakat

Tidak hanya agenda kemanusiaan secara universal dan komunal, Ahyudin berharap seluruh kegiatan kemanusiaan ACT merupakan wasilah (sarana) untuk meningkatkan hubungan transendental kepada Allah SWT dan menampilkan Islam rahmatan lil alamiin.

“Inilah Islam, sanggup menolong, sanggup berletih-letih tanpa harus mengatakan kami Islam dan membedakan yang lain, itu bukan prinsip kemanusiaan. Apapun agamanya, mari berkompetisi dengan kebaikan,” saran Ahyudin.

Bangsa Indonesia, simpul dia, selain mengejar pembangunan ekonomi, juga harus memerkuat spiritual. “Kita ingin masyarakat Papua juga memiliki ketahanan spiritual. Sebab, itu gizi untuk kehidupan,” tutup Ahyudin.

Ahmad Zuhdi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *