Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Laman www.hidayatullah.com (2/10/2023) memuat berita berjudul: “Gubernur Khofifah Sebut Kampanye LGBT di Jatim Marak Dilakukan Sangat Halus.” Gubernur Jawa Timur mengingatkan, saat ini kampanye Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) marak di Jawa Timur dilakukan dengan sangat halus.
Ia mengaku memiliki beberapa contoh aksesoris berupa gelang yang jamak dikenakan oleh muda-mudi terdapat tulisan “transgender”, “biseks”, dan istilah-istilah LGBT lainnya.
“Saat ini kampanye LGBT marak dilakukan dengan sangat halus,”kata Khofifah di acara Haflah dan Wisuda Khotmil Qur’an PPTQ Al Falah Ploso Kediri, Jawa Timur, Sabtu (30/9/2023) malam.
Tak hanya itu, kampanye LGBT juga ada yang dijumpai pada tayangan kartun-kartun. Siapa yang menyangka tayangan untuk anak-anak tersebut disusupi oleh nilai-nilai yang ingin menormalisasi LGBT di Indonesia.
Karenanya ia mengingatkan para orang tua tolong menjaga putra-putrinya dengan baik. Ia juga berpesan untuk terus menjaga karakter dan moral bangsa. Caranya dengan mengamalkan ilmunya ketika sudah selesai dari pondok pesantren. Ini penting, agar generasi muda tetap terjaga karakter dan moralitasnya dari gempuran nilai-nilai yang bertentangan dengan Islam dan kemanusiaan.
“Ini menjadi PR kita bersama. Bila di dalam pondok pesantren para santri terjaga karakter dan moralitasnya melalui bimbingan langsung ustadz/ustadzah dan kyai serta ibu nyai, di luar sana gempuran nilai-nilai yang merusak karakter masyarakat dalam beragam bentuk mengancam generasi muda,” katanya.
Sejak menjabat Menteri Sosial, Khofifah sudah mempunyai kepedulian terhadap penanggulangan LGBT. Ia pernah mengemukakan, bahwa tugas Kemensos adalah mengembalikan fungsi-fungsi sosial, fungsi sosialnya laki-laki ya ke laki-laki, begitu pun perempuan, semaksimal mungkin agar seperti semula. Ia mengingatkan, bahwa peran keluarga sangat penting dalam mengatasi masalah LGBT. (detik.com, 16/2/2016)
*****
Peringatan Gubernur Jatim itu patut mendapat perhatian serius. Sebab, gerakan legalisasi LGBT di Indonesia masih terus dilakukan. Laman republika.co.id (24/5/2023) memberitakan:
“Survei: Komunitas LGBT Terus Berkembang di Skala Nasional Maupun Global.”
Disebutkan, bahwa, faktanya, komunitas LGBT terus berkembang, baik di skala nasional maupun global. Dikutip dari laman Statista, Rabu (24/5/2023), sebuah survei global yang dilakukan pada 2021 di 27 negara mengungkap bahwa hanya 70 persen responden yang tertarik secara seksual kepada lawan jenis.
Sekitar tiga persen responden menyatakan diri dengan tegas bahwa mereka adalah homoseksual, baik itu gay atau lesbian. Sejumlah empat persen mengaku sebagai biseksual, sedangkan satu persen mengaku sebagai panseksual atau omniseksual.
Panseksualitas menggambarkan orang yang merasa tertarik pada orang lain, terlepas dari jenis kelamin biologis, gender, atau identitas gendernya. Berbeda dengan omniseksualitas mengacu pada ketertarikan pada semua identitas gender dan orientasi seksual.
Menjadi homoseksual masih dianggap sebagai kejahatan di sekitar 71 negara di dunia. Sebagian besar negara tersebut terletak di Timur Tengah, Afrika, dan Asia. Ada kemungkinan penerapan hukuman mati di 11 negara untuk aktivitas seksual sesama jenis.
Bagaimana dengan Indonesia? Sebuah studi yang diterbitkan di Jurnal Kewarganegaraan Volume 18, Nomor 2 (2021) memaparkan data peningkatan kelompok LGBT di Indonesia. Khususnya, kalangan gay di daerah perkotaan seperti Bali, Jakarta, Surabaya, dan Yogyakarta.
Penelitian itu berjudul “Eksistensi LGBT di Indonesia dalam Kajian Perspektif HAM, Agama, dan Pancasila”. Studi dilakukan oleh tim yang beranggotakan Toba Sastrawan Manik, Dwi Riyanti, Mukhamad Murdiono, dan Danang Prasetyo dari lintas universitas.
Toba dan timnya menuliskan bahwa kelompok LGBT memiliki organisasi bernama Gaya Nusantara. Bahkan, itu diklaim sebagai organisasi gay terbesar yang ada di Asia Tenggara dengan sebaran di 11 kota di Indonesia.
Data itu didapat Toba dan timnya dari studi lain, yang berjudul “Homosexual Rights as Human Rights in Indonesia and Australia” yang ditulis oleh Baden Offord dan Leon Cantrell. Studi Offord dan Cantrell termuat di Journal of Homosexuality terbitan 2000.
Masih dalam studi yang ditulis Toba dan timnya, ada paparan data lain dari United Nation Development Program (UNDP) 2014. Disebutkan bahwa pada 2013, ada dua jaringan nasional organisasi LGBT, dan 119 organisasi di 28 dari 34 provinsi Indonesia. Hal tersebut menunjukkan bahwa eksistensi LGBT tidak bisa dipandang sebelah mata.
*****
Pakar ketahanan keluarga, Prof. Euis Sunarti mengingatkan agar bangsa Indonesia jangan sampai menyesal dalam kasus LGBT ini. Peringatan itu ia tuangkan dalam bukunya, yang berjudul: “Jangan Sampai Menyesal: Lindungi Keluarga dan Generasi Penerus Bangsa dari Gerakan Kebebasan Orientasi dan Perilaku Seksual Menyimpang (Bogor: IPB Press, 2021).
Melalui buku ini, penulis mengajak pembaca untuk memberi perhatian terhadap beberapa kata kunci, yaitu: (1) penekanan pada perlindungan (2) subjeknya keluarga khususnya generasi penerus bangsa (3) dari sebuah gerakan sistematis dan terstruktur (4) berdalih kebebasan hak asasi manusia (5) untuk memilih dari ragam orientasi seksual dan (6) dari perilaku seksual yang secara normatif di Indonesia masih dan akan selalu dikategorikan sebagai penyimpangan.
Sebagai negeri muslim terbesar di dunia, Indonesia dijadikan sebagai sasaran penting legalisasi LGBT. Maka, atas dukungan UNDP dan USAID, pada tahun 2013 di Bali dilakukan dialog nasional LGBT. Acara ini didukung oleh dua lembaga resmi yaitu Komnas HAM dan Komnas Perempuan Indonesia.
Begitulah, sejumlah lembaga di Indonesia pun tak henti-hentinya berupaya memberikan dukungan terhadap upaya legalisasi LGBT di Indonesia. Kita berharap, peringatan Prof. Euis Sunarti dan juga Gubernur Khofifah tentang bahaya perkembangan LGBT di Indonesia itu dapat dijadikan perhatian serius.
Umat Islam dan juga pemerintah Indonesia tidak boleh memandang enteng atau lengah, sehingga masalahnya akan semakin membesar dan sudah terlambat pengananannya. Ibarat api, jika sudah semakin membesar menjadi tidak mudah untuk memadamkannya. Akhirnya, menyesal! Na’udzubillaahi min dzalika.