Peran Ulama dan Santri dalam perjuangan menegakkan kedaulatan bangsa dan negara, sangat besar dalam menjawab serangan imperialisme Barat dan Timur.
Wartapilihan.com, Bandung — Generasi muda Islam dewasa ini terhinggapi rasa herolessness merasa tiada memiliki pahlawannya. Dampak dari sistem penulisan pelajaran Sejarah Indonesia ataupun Museum dan Monumen Nasional, dituliskan atau disajikan bertoIak dari dasar pemikiran deislamisasi. Peran Ulama dan Santri dalam bela negara bangsa dan agama dipinggirkan dan ditiadakan. Digantikan pelaku sejarahnya oleh yang lain yang realitas sejarahnya di zamannya menolak bersama Ulama dan Santri membangun kesatuan dan persatuan nasional melawan penjajah.
Selain deislamisasi sistem penulisan Sejarah Indonesia di zaman Orde Lama dan Orde Baru, yang lebih mengutamakan Hindum‘sasi dan Buddhanisasi berdampak buku Sejarah Indonesia untuk SD, SMP, dan SMA, hampir 95 persen berisikan Sejarah Hindu dan Buddha walaupun realitas penganut hanya 2,5 persen dari penduduk Indonesia. Apalagi penyajian Museum Sejarah, tidak terlihat Iagi sebagai Museum Sejarah Indonesia dari bangsa Indonesia di mana Islam sebagai mayoritasnya.
Realitas penulisan Sejarah Indonesia yang dengan sengaja meminggirkan Islam dengan Ulama dan Santrinya sebagai Pelaku Sejarah, cukup lama terbiarkan. Hal ini sebagai dampak dari para Ulama dan Santri lebih mengutamakan Tarikh Rasulullah saw dan Sejarah Khulafaur Rasyidin atau Sejarah Timur Tengah. Sebaliknya Sejarah Ulama Indonesia sebagai Warosatul Ambiya di Indonesia tidak dijadikan obyek pembelajaran sejarahnya. Mengapa hal yang demikian ini dapat terjadi.
Bung Karno dalam Dibawah Bendera Revolusi mengingatkan bahwa Ulama kurang feelingnya terhadap sejarah. Ulama kurang perhatiannya terhadap Sejarah Sebagai Tulisan, Tidak paham bahwa dengan seiarah akan dapat mengubah alam pikiran manusia pembacanya. Ketidak pengertiannya terhadap Sejarah Sebagai Tulisan ini dinyatakan oleh Bung Karno, disebutkan Ulama hanya menangkap abu sejarahnya. Bukan api sejarah yang sebenarnya.
Dampaknya, setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, Jumat Legi, 9 Ramadhan 1364, para ulama tidak berminat untuk turut serta duduk dalam Departemen Pemerintahan. dampak lanjutnya kendali pemerintahan dipegang oleh pejabat yang terlatih sebagai amtenar pegawai pemerintah kolonial Belanda. sikap politiknya dapat dipahami bila kebijakan politik sejarahnya memikirkan ulama dan Santri.
Wartawan Wartapilihan (wartapilihan.com) Ahmad Zuhdi melakukan wawancara dengan sokoguru bangsa Indonesia dalam bidang sejarah, Ahmad Mansur Suryanegara, di kediamannya di Bandung, beberapa waktu lalu. Berikut kutioan wawancara dengan penulis buku Api Sejarah, itu:
Bagaimana sejarah Ulama dan Santri dalam memperjuangkan kemerdekaan?
Di dalam Islam bulan Ramadhan adalah rahmat, sehingga sehari setelah proklamasi (17 Agustus 1945, Jumat Legi, 9 Ramadhan 1364), dirumuskanlah Kemerdekaan kita (Indonesia) Berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa.
Kita semua dapat membayangkan yang kita hadapi adalah negara sekutu. Dimana negara imperialis tidak berhak menjajah daerah baru, tetapi berhak menjajah kembali daerah jajahan yang lama.
Atas dasar ini, maka Prancis, Inggris, Amerika Serikat dan Rusia mengizinkan kembali sesudah perang Dunia II, Jepang di bom tanggal 6 Agustus 1945, ketika Jepang menyerah pada 14 Agustus 1945, Indonesia proklamasi. Proklamasi ini yang membuat sekutu terkejut karena Indonesia daerah jajahan Kerajaan Protestan Belanda.
Kemudian Jepang memerintahkan kembali kepada Belanda untuk menjajah Indonesia. PKI yang kiblatnya ke Rusia, mendukung penjajahan Belanda. Sehingga, PKI kontra proklamasi. Sebelum proklamasi terjadi pada 15 Agustus, Bung Karno dan Bung Hatta diculik oleh Tan Malaka dan Sukarni ke Rangasdengklok. Yang diculik Bung Karno, Fatmawati dan Bung Hatta.
Sebelum proklamasi, Bung Karno mendatangi para ulama. Ini hanya diketahui oleh dokter pribadai Soekarno yaitu doktor Soeharto (bukan Soeharto Presiden orde baru). Diantaranya ulama NU, Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari.
“Terus proklamasi, lancarkan! Bung akan jadi Presiden,” ujar Syaikh Hasyim menjawab pertanyaan Soekarno tentang proklamasi.
Kemudian ada Abdul Muti dari Persyerikatan Muhammadiyah. Perlu diingat teori perang dari Carl von Clausewitz, war is nothing, but a duel on large scale (perang tidak Iain adalah suatu duel dalam skala yang luas). Apa maksud definisi tersebut jika dikaitkan dengan pelaksanaan Politik Etis?
lstiIah Tanam Paksa boleh berakhir, tetapi penjajahan tidak akan berhenti. Eksploitasi terhadap segenap potensi sumber daya pribumi dan lingkungan hidupnya, tidak akan dihentikan. Jalan terus dengan metode baru, disesuaikan dengan sistem imperialisme modern.
Artinya, dalam rangka melumpuhkan seluruh kekuatan Ulama dan Santri serta sawah ladangnya, sebagai sumber pangan atau logistik, irigasi digunakan pula sebagai senjata utama oleh pemerintah kolonial Belanda. Tanpa air yang teratur, sawah dan ladangnya tidak akan produktif. Dengan demikian, akan berdampak melemahkan sumber dana dan logistik Dengan kata lain, Ulama dan Santri, dalam upayanya memenuhi kebutuhan air untuk sawah ladangnya menjadi bergantung pada sistem irigasi yang dikuasai oieh pemerintah kolonial Belanda.
Apa yang terjadi bila sawah dan ladangnya kering? Dapat dipastikan, timbullah bencana kelaparan. Kondisi perut kosong dapat menimbulkan politik yang memburuk. Anehnya, pemerintah kolonial Betanda justru menciptakan kondisi pribumi yang kelaparan sebagai bagian upaya melumpuhkan potensi umat Islam.
Pemimpin yang akan membebaskan rakyat dari penindasan bangsa asing. Cara yang ditempuhnya adalah melalui perang suci atau sering disebut pula Jihad Fi Sabilillah (Perang di jalan Allah).
Bertolak dari kenyataan sejarah tersebut, pemerintah kolonial Belanda, demi menyelamatkan Batavia dari ancaman gerakan Mahdi atau Ratu Adil di Banten atau di Jawa Timur dan jawa Tengah, segera memperkuat posisinya dengan memindahkan pabrik mesiu Artillerie Constructie Winker (A.C.W) dari Ngawi dan Surabaya ke Bandung, 1898 M. Pemindahan ini disertai dengan pemindahan penduduk dari Mojokerto dan Sidoardjo ke Kiaracondong Bandung. Lahirlah kampung Babakan Surabaya dan Pasar Kosambi dengan pedagang umumnya orang Jawa Timur.
Pemindahan tersebut sebenarnya tidak sejalan dengan saran Snouck Hurgronje kepada pemerintah kolonial Belanda. Diingatkan oleh Snouck bahwa sistem pembuangan pimpinan perlawanan akan berdampak semakin berakar ya dan kerasnya sikap perlawanan para pengikut atau santri dari ulama yang dibuang. Oleh karena itu, pemerintah kolonial Belanda menyiasati terjadinya kebangkitan kembali perlawanan para pengikut ulama atau santrinya dengan cara pemindahan dari desa binaan ulama ke wilayah baru tanpa ulama.
Bagaimana dinamika sejak pasca kemerdekaan?
Saat itu, ketika sudah dibentuk Presiden dan Wakil Presiden yang disebut Kabinet Presiden, kaum Kiri sudah mulai bergerak. Kudeta pertama yang banyak dilupakan tanggal 16 Oktober 1945. Jadi Kepresidenan dulu hanya dari Agustus sampai Oktober 1945. Itu kudeta pertama, kudeta tidak berdarah. Sultan Sjahrir bersama Amir Syarifuddin; Sosialis-PKI.
Termasuk semua orang yang pernah bekerja dengan Jepang diganti semua, diisi oleh orang yang pro-Belanda. Sebab, Sultan Sjahrir dan Amir Syarifuddin orang yang bekerja untuk sekutu, bukan kepada rakyat. Untuk menyelesaikan proklamasi dia mempunyai cara diplomasi. Sedangkan Kyai NU, melihat pendaratan Belanda di Surabaya hingga terbitnya resolusi Jihad dan dibentuk pasukan yang dinamakan Sabilillah, barisan ulama Hizbullah. Itulah NU yang pertama kali melawan, dipelopori oleh KH. Hasyim Asy’ari.
Saat itu TNI (TKR/Tentara Keamanan Rakyat) tidak dibolehkan perang, sehingga membuat Perwira Tinggi dari Inggris meninggal. Padahal dari tahun 1939 sampai 1945 belum ada yang mati. Kemudian umat Islam membuat kongres di Jogjakarta pada 7 Oktober 1945 dan melahirkan partai tunggal, yaitu Masyumi; Majelis Syuro Muslimin Indonesia dipimpin oleh Mohammad Natsir untuk Tanfidziyah. Adapun Rais Am-nya oleh KH. Hasyim Asy’ari.
Bung Tomo yang membakar semangat melalui radio pemberontakan Indonesia (dengan Belanda) di Surabaya dengan pekikan Allahu Akbar. Cina, saat itu mengibarkan bendera. Sebab, Cina menjadi anggota sekutu.
Apa Orientasi Cina selain ekonomi?
Nanti ada yang dinamakan dengan diplomasi. Diplomasi itu ada tiga macam. Pertama, diplomasi Linggarjati. Sebelum ada perjanjian itu (Linggarjati), PKI mengkudeta NKRI bersama Van Mook untuk menggagalkan rencana diplomasi. Sebelum itu terjadi, 6 Oktober PKI melalukan kudeta. Banyak pihak yang melakukan berbagai penyimpangan.
Terbayang betapa beratnya tantangan yang dihadapi oleh ulama dan Syarikat Islam dalam perjuangannya menegakkan pemerintahan sendiri atau Indonesia merdeka. Mereka harus menghadapi lawan Lima K. Semula Syarikat Islam hanya menghadapi kristenisasi, kapitalisme dan kebatinan. Selanjutnya, lawan bertambah dengan datangnya ideologi lawan kapitalisme, yaitu komunisme dengan tuduhannya, fitnah korupsi.
Perjuangan menegakkan Nasionalisme Islam terhadap oleh Internasionalisme Komunis. Upaya dakwah kembali ke Alquran dan assunah dihadang oleh ajaran kejawen (Agama Jawa di Jawa Tengah) dan Kesoenden (Agama Jawa Soenda di Jawa Barat).
Sebagai senjata komunis dalam menjatuhkan nama baik Oemar Said Tjokroaminoto, Darsono menuduhnya sebagai koruptor. Tindakan Darsono yang demikian ini ditentang oleh Bung Karno, karena tuduhan tanpa fakta hanya merupakan fitnah. Dalam National Congres Centraal Sarekat Islam Kelima (5e Natico), 2-6 Maret 1921 M, Rabu Pahing – Ahad Legi, 21 -25 Jumadil Akhir 1339 M, permasalahan ini dapat diselesaikan. Darsono meminta maaf kepada Oemar Said Tjokroaminoto. Sejak awal pendiriannya, PKI selalu menyebarkan fitnah.
Dan ingat, jangan kaya telur ayam mata sapi, ayam yang menelorkan, sapi juga yang punya nama. Padahal jelas, kemerdekaan bangsa Indonesia adalah peran ulama dan santri.
Ahmad Zuhdi