Pentingnya Sertifikasi Halal

by
foto:istimewa

“Sertifikasi halal ini penting sekali supaya ada kejelasan apa yang dikonsumsi oleh konsumen khususnya umat Islam. Sebetulnya bukan hanya produk dari industri pangan yang perlu sertifikasi tapi juga restoran dan perusahaan katering,”

Wartapilihan.com, Jakarta – Hal tersebut disampaikan pengamat produk halal, Anton Apriyantono. Ia menilai, hal itu penting untuk dilakukan tidak hanya untuk memenuhi aturan, tapi agar konsumen muslim mendapatkan kejelasan dari produk yang dibeli.

Ia mengatakan, saat ini masih banyak keraguan masyarakat soal halal atau tidak, karena restoran termasuk milik pengusaha lokal yang belum mendapat sertifikat.

“Contohnya dulu ada satu produk kue dan roti yang sempat viral dan diributkan, tetapi masih saja ada yang membeli dan ramai. Perusahaan akan berpikir untuk apa sertifikat halal digunakan,” lanjut dia, dilansir dari Republika.co.id.

Mantan menteri pertanian ini bahkan menyebut sertifikasi halal statusnya sudah urgent atau genting. Ini karena kemungkinan produk yang dijual tidak halal sangat tinggi. Belum lagi berkembangnya teknologi dan bahan yang bisa masuk dari mana saja menambah kemungkinan tersebut.

Ia pun menilai jika dari pemerintah sudah diwajibkan untuk sertifikasi maka secara hukum harus diikuti dan ditaati. Karena jika tidak berarti sudah ada sanksi yang menanti.

Saat ini, Anton menilai produsen sebetulnya tergantung pada konsumennya apakah meminta sertifikasi halal atau tidak. Kalau konsumen tidak kritis dan menerima saja apa yang disuguhkan, maka perusahaan pun tidak peduli dengan sertifikasi tersebut. “Edukasi diperlukan untuk keduanya. Tapi lebih kuat lagi ke konsumen. Karena kalau konsumen yang meminta, mau tidak mau perusahaan akan memenuhi,” lanjutnya.

Mengenai aturan wajib sertifikasi halal ini, Anton pun ingin menegaskan kesiapan pemerintah untuk hal tersebut. Ia mempertanyakan apakah seluruh perangkat sudah siap dalam penerapannya.

“Kalau misal ada yang melanggar apakah berani menindak, bagaimana caranya, dan apa sanksinya. Ini harus dipertanyakan dan pemerintah harus sudah menyiapkan diri dengan segala konsekuensinya. Karena jika tidak, orang-orang ini (produsen) bisa membandel,” pungkas dia.

Sementara itu, CEO Halal Corner Aisha Maharani mengimbau kepada masyarakat agar berhati-hati dalam memilah produk untuk dikonsumsi. Ia menilai suatu saat Indonesia bisa saja dibanjiri produk halal dari negara luar jika mereka tidak segera bergerak.

“Yang harus diperhatikan bagi produsen lokal adalah banjirnya produk halal dari luar. Negara lain saat ini sedang berlomba untuk memperbanyak produk halal dari negaranya,” tutur Aisha.

Hal-hal seperti di atas menurut Aisha wajib diwaspadai oleh pengusaha Indonesia. Ketika ada produk yang masuk dan dijamin kehalalannya meskipun bentuk produknya sama dengan yang dijual produsen lokal, konsumen khususnya Muslim tidak akan segan untuk berpaling ke yang lebih menjamin.

“Produk Indonesia harus maju dalam hal halal. Jadi jangan nyantai, malas, atau denial akan sertifikasi ini. Kalau sudah banyak produk luar masuk dan memiliki sertifikat halal yang diakui oleh LPPOM MUI dan BPJH nantinya, konsumen bisa berpaling,” lanjut Aisha.

Majelis Ulama Indonesia dalam hal ini Lembaga Pengawasan Produk Obat-Obatan dan Makanan (LPPOM) memang telah menandatangani surat kesepahaman dan mengakui beberapa lembaga sertifikasi halal yang ada di luar negeri. Salah satunya Jakim dari Malaysia. Karena itu, tidak menutup kemungkinan produk luar bisa masuk ke Indonesia dan tidak terkendala lagi dengan status halal.

Kendala yang terjadi di tiap perusahaan yang enggan melakukan sertifikasi untuk produknya salah satunya karena pola pikir yang masih primitif. Aisha menyebut masih banyak perusahaan yang merasa belum membutuhkan sertifikasi dan khususnya produk lokal berpatokan “Saya Muslim, saya jual produk halal” atau “Saya tidak sertifikasi halal juga masih laku”.

Sementara, pemikiran-pemikiran seperti ini tidak bisa lagi dilakukan. Di Malaysia contohnya, setiap perusahaan sudah mulai berlomba-lomba melakukan sertifikasi. Bahkan salah satu menterinya berani mengklaim bahwa Malaysia adalah pusat produk halal dunia.

Kendala lain adalah belum siapnya BPJH. Antara lain infrastrukturnya, kesiapan tim, serta regulasi yang masih tertahan di Sekneg. “Ini jadi blunder di masyarakat dan konsumen,” ucap Aisha.
Di sisi lain, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ace Hasan Syadzily mengatakan, Komisi VIII sudah beberapa kali rapat dengan Menteri Agama agar RPP JPH segera diselesaikan dan ditandatangani. Sebab hal ini menyangkut hak perlindungan konsumen terkait kehalalan sebuah produk.

“Sesungguhnya sekarang ini bolanya ada di tangan pemerintah, apa yang menjadi kekhawatiran masyarakat terkait produk halal ini harusnya segera dipenuhi,” kata Ace.

Menurutnya, selagi tidak ada payung hukum yang memayungi kebijakan pemerintah. Maka akan agak susah mendesak produsen untuk mematuhi UU JPH. Artinya RPP JPH harus segera diselesaikan dan dikeluarkan pemerintah.

 

Eveline Ramadhini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *