Penasihat hukum Buni Yani mendapati banyak kejanggalan selama persidangan.
Wartapilihan.com, Jakarta –-Menindaklanjuti hasil putusan sidang Majelis Hakim terhadap Buni Yani pada 14 November lalu, penasihat hukum Buni Yani mendatangi Komisi Yudisial. Pasalnya, penasihat hukum mendapati beberapa kejanggalan selama persidangan dan putusan sidang.
Diantaranya, hakim mendakwa Buni Yani bersalah karena pasal 32 tentang hacker, pendidikan perdata salah satu ahli Pidana yang diajukan JPU dan gerakan tubuh hakim anggota selalu melihat Jaksa Penuntut Umum ketika selesai membacakan pertimbangan.
“Kami mendatangi KY bukan berharap merubah putusan yang telah ditetapkan Pengadilan Negeri Bandung karena itu nanti di Pengadilan Tinggi, tetapi mekanisme kontrol yang disediakan oleh negara berkaitan dengan sikap Majelis,” kata kuasa hukum Buni Yani Irfan Iskandar kepada media di Gedung Komisi Yudisial, Jakarta, Senin (20/11).
Irfan menjelaskan, pengaduan itu didasarkan pada keputusan bersama antara Mahkamah Agung dengan Komisi Yudisial Nomor 2 Tahun 2012 Pasal 4 Juncto Pasal 14 tentang profesionalisme para hakim dalam pekerjaannya. Dalam pasal 14, profesionalisme adalah sikap moral yang didukung tekad untuk melaksanakan pekerjaan secara sungguh-sungguh berdasarkan pengetahuan, keterampilan dan wawasan.
“Nah, khusus keterampilan, kita duga telah terjadi ketidaksesuaian tentang pemahaman UU ITE. Mulai sejak awal dakwaan itu ada, dalam format akhir selalu mengatakan tentang perbuatan yang disalahkan terhadap terdakwa. Namun, tidak disebutkan dakwaan itu dalam Pasal 32,” terang Irfan sambil mengatakan frasa dengan menghilangkan kata pakai dan menambahkan caption tanpa seizin Pemprov DKI Jakarta.
Akhirnya, lanjut dia, Majelis Hakim menjadi bias sejak awal persidangan. Sehingga, dalam putusannya, hakim mengartikan upload video yang sudah berkurang, Buni Yani dianggap mengedit. Padahal, video Ahok di Pulau Seribu didapatkan dari akun facebook Media NKRI. Terlebih, ahli digital forensik tidak menemukan pengeditan video. Hanya menemukan video tersebut di download oleh Buni Yani.
“Lalu di edit darimana? Pasal 32 ayat 1 dikatakan; siapa saja orang yang merubah, menambah, mengurangi, menyembunyikan informasi elektronik adalah pasal hacker. Satu pun saksi tidak ada yang melihat (Buni Yani merubah video). Para saksi yang diperiksa di persidangan semuanya pasal 28, tidak ada BAP pasal 32. Jadi tidak ada alat bukti,” tegas Wadir Bang Japar ini.
Saat ini, pihaknya sedang melengkapi berkas yang akan diperiksa oleh KY sebagai pelengkap. Diantaranya berkas putusan sidang, rekaman selama persidangan dan eksepsi.
“Hari ini kita (tim penasihat hukum) bagi tugas, ada yang sedang mengajukan register banding di Pengadilan (Pengadilan Negeri Bandung),” tandasnya.
Sementara itu, Kabid Pengawasan Hakim dan Investigasi KY Jaja Ahmad menyatakan, pihaknya akan melakukan sinkronisasi terkait pemantauan yang selama ini dilaksanakan di Pengadilan Negeri Bandung.
“Laporan itu kita catat dalam registrasi dan berkas yang mereka sampaikan akan kita verifikasi dan mendalami dugaan adanya pelanggaran kode etik. Dalam SOP kami, 60 hari harus sudah selesai sejak laporan kami analisis,” jelasnya.
Apabila ditemukan pelanggaran kode etik terhadap Majelis Hakim, simpulnya, KY akan menyerahkan proses tersebut ke Mahkamah Agung.
“Ada sanksi ringan, sedang dan berat terhadap hakim yang didapati melanggar kode etik. Sebelum persidangan, kami selalu mapping dan mengikuti persidangan sejak awal sampai putusan,” tandasnya.
Ahmad Zuhdi