Paracetamol, Cafein, dan Carisoprodol (PCC) baru-baru ini telah membuat anak-anak yang mengkonsumsinya tepar. Sebanyak 42 orang pingsan dan berhalusinasi di wilayah Kendari, Sulawesi Tenggara; 1 orang meninggal dengan usia 14 tahun. Rata-rata korban anak SD dan SMP. Bagaimana tanggapan LPAI?
Wartapilihan.com, Jakarta –Pil yang disebut mumbul itu telah hampir merenggut nyawa anak-anak. Reza Indragiri Amriel sebagai anggota LPAI mengatakan, dalam hal konsumsi obat-obatan memang perlu manajemen yang serius. Namun, di sisi lain, ia mempertanyakan soal penghentian peredaran PCC ini. Pasalnya, parasetamol dan cafein, keduanya merupakan zat yang dapat dibeli secara bebas–bahkan banyak terkandung dalam obat yang tanpa resep dari dokter.
“Hanya Carisoprodol yang kini hanya bisa dibeli dengan resep dokter. Dulunya, Carisoprodol pun bisa dibeli bebas, seperti juga Dextromethorphan,” ungkap Reza, kepada Warta Pilihan, Senin siang, (18/9/2017).
Namun ia berpandangan lagi, jika memang PCC dapat dibakar habis di muka bumi, dibandingkan dengan anak-anak pecandu rokok yang notabene anak-anak. Di Indonesia, Atlas Pengendalian Tembakau di ASEAN menemukan, setidaknya 30% anak Indonesia mulai merokok sebelum usia 10 tahu; dimana jumlah tersebut setara dengan 20 juta anak.
“Baguslah kita risau melihat anak-anak yang rusak akibat menenggak PCC. Persoalannya, setarakah kerisauan kita melihat pertumbuhan jumlah perokok kanak-kanak yang angkanya sedemikian gila-gilaan? Hayo, pegiat perlindungan anak yang sekaligus perokok kelas kakap bagaimana mau menyikapinya?” Sindir Reza.
Sementara itu, Idham Khalid yang merupakan Ketua Bidang Organisasi dan Pengkaderan Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) berharap, pihak pusat sampai institusi terkecil berupa keluarga dapat terlibat untuk menindaklanjuti para oknum yang berperan merusak generasi muda. Pasalnya, menurut dia, mereka telah meminum obat PCC tersebut dari oknum yang tidak dikenal.
“Seluruh LPA mulai tingkat pusat Jakarta sampai RT-RW sampai ke tingkat Desa harus terwujud untuk membentuk satgas-satgas perlindungan Anak, dan Melibatkan para ketua RT untuk bergabung diberi surat mandat surat perintah SK dari dari para ketua LPA tingkat provinsi, kabupaten/ kota, agar para ketua RT/RW punya kewenangan untuk menindak dan melaporkan para oknum perusak generasi muda/para anak di lingkungannya,” pungkas Idham.
“Saling berkoordinasi dengan para pemangku kepentingan seperti pemerintah dan para donatur di daerah tersebut dapat bekerjasama untuk melakukan sosialisasi bahaya obat-obatan terlarang seperti narkoba dn sejenisnya,” tandasnya.
Eveline Ramadhini