PBB: Kekerasan di Rakhine adalah Pembersihan Etnis

by
Kepala HAM PBB Zeid bin Ra'ad. Foto: un.org

Wartapilihan.com, Jenewa –  Jum’at (3/2), PBB mengatakan, tindak kekerasan yang dilakukan militer Myanmar terhadap Muslim Rohingya mengakibatkan tewasnya ratusan orang, dengan anak-anak dibantai dan perempuan diperkosa dalam operasi militer yang sama dengan pembersihan etnis.

Sebuah laporan dari kantor HAM PBB—berdasarkan wawancara dengan 204 pengungsi Rohingya di Bangladesh—menemukan bahwa kejahatan kemanusiaan “sangat  mungkin” dilakukan oleh Myanmar.

Laporan tersebut mengatakan, “daerah operasi pembersihan” yang dilakukan oleh militer di negara bagian barat laut Rakhine pada 10 Oktober 2016 “memungkinkan untuk mengakibatkan ratusan orang meninggal”.

Pengungsi Rohingya menceritakan pelanggaran mengerikan yang diduga dilakukan oleh anggota dinas keamanan Myanmar atau pejuang sipil yang bekerja sama dengan militer dan polisi.

“Bayi yang berusia delapan bulan tewas, sementara ibunya diperkosa oleh lima orang petugas keamanan,” kata kantor HAM dalam siaran pers, seperti dilansir AFP (3/2).

Menurut laporan tersebut, tiga anak berusia enam tahun atau lebih muda “dibantai menggunakan pisau”.

“Kebencian macam apa yang bisa membuat seorang pria menusuk bayi yang sedang menangis sambil menyusu pada ibunya,” kata Kepala Hak Asasi Manusia PBB, Zeid bin Ra’ad , dalam sebuah pernyataan.

“’Operasi pembersihan’ macam apa ini? Apakah tujuan keamanan nasional dapat dicapai dengan cara ini?” tanyanya.

Sebanyak 47 persen dari mereka yang diwawancarai mengatakan bahwa keluarga mereka tewas dalam operasi itu, sementara 43 persen dilaporkan diperkosa.

Juru bicara kantor HAM PBB, Ravina Shamdasani, mengatakan kepada wartawan di Jenewa, “pelanggaran sistematis dan yang lebih luas telah didokumentasikan bisa disebut sebagai pembersihan etnis”. Namun, perlu dicatat bahwa itu bukan pelanggaran yang bisa dibuktikan di pengadilan.

Dalam laporan disebutkan, kekerasan adalah hasil dari “tujuan kebijakan” yang dirancang oleh suatu kelompok untuk menghapus kelompok lain dari suatu daerah “melalui cara-cara kekerasan dan teror”.

Muslim Rohingya dibenci oleh banyak kalangan mayoritas Buddha Myanmar.

Myanmar menolak mengakui etnis Rohingya sebagai salah satu etnis minoritas di negara itu dan menyebutnya mereka sebagai Bengali—sebutan untuk imigran ilegal dari negara tetangga Bangladesh—meskipun mereka telah tinggal di Myanmar selama beberapa generasi.

Saksi mengatakan kepada PBB, mereka mengejek sambil memukuli dan mengolok-olok karena “Allah” tidak bisa membantu.

Tindakan kekerasan militer di Rakhine, tempat bagi satu juta Muslim Rohingya, dipicu oleh serangan 9 Oktober 2016 terhadap petugas pos perbatasan. Myanmar dan International Crisis Group mengatakan, serangan itu didukung oleh militan asing.

Hampir 70 ribu orang melarikan diri ke Bangladesh.

Pemerintah Myanmar telah membantah bahwa pihak militer telah melakukan tindak genosida terhadap Rohingya.

Pemerintah yang dipimpin oleh pemenang Nobel Aung San suu Kyi mengatakan bahwa tuduhan itu dibuat-buat dan ia menolak tekanan internasional untuk melindungi minoritas.

Namun, Zeid dari PBB, yang sebelumnya telah mendesak Myanmar untuk bertindak, mengingatkan kembali pada Jum’at (3/2) dengan menuntut kekebalan hukum terhadap kejahatan serius harus dihentikan.

“Pemerintah Myanmar harus segera menghentikan pelanggaran HAM serius terhadap rakyatnya sendiri daripada terus menyangkal apa yang telah terjadi,” katanya.

Juru bicara pemerintah Myanmar, Zaw Htay, tidak segera berkomentar karena belum melihat laporan dari PBB.

Namun, Shamdasani mengatakan kepada wartawan bahwa kantor HAM PBB telah membagikan temuan mereka kepada pemerintah yang terlibat dengan mereka di Jenewa serta di Myanmar. | Sumber: AFP

Reporter: Moedja Adzim

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *