Dalam dunia intelijen, W5 H1 juga digunakan untuk menggali data dan informasi secara utuh.
Wartapilihan.com, Jakarta –Panglima TNI Gatot Nurmantyo membenarkan informasi mengenai 5.000 pucuk senjata standar militer yang digunakan oleh instansi tertentu dengan mencatut nama Presiden. Namun, kata dia, informasi tersebut bukan untuk khalayak luas melainkan internal tubuh TNI.
“Pernyataan saya pada saat ketemu purnawirawan itu bukan informasi intelijen. Sebab, info intelejen harus mengandung siapa, apa, dimana, kapan, mengapa, dan bagaimana,” kata Panglima usai diskusi dengan Fraksi PKS DPR RI di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (27/9).
Sebab itu, lanjutnya, Panglima tidak membuat press release dan kewajiban menyampaikan informasi intelijen kepada masyarakat. Dia mengibaratkan masyarakat seperti penonton bola yang mengatakan offside, namun wasit tidak meniup pluit offside.
“Yang tau ada miskom atau tidak hanya Presiden. Tapi saya sampaikan dalam satu negara itu ada aturan. Saya belum bertemu Mekopolhukam, Menhan juga. Kami akan mengadakan pertemuan termasuk dengan Komisi I, setelah ini” tandasnya.
Dalam kesempatan sama, Ketua Fraksi PKS, Jazuli Juwaini, mengatakan bahwa generasi bangsa saat ini, terutama generasi mudanya, sangat penting mempelajari dan memahami sejarah bangsa. Kata Bung Karno “Jas merah”, jangan sekali-kali melupakan sejarah. Setelah mempelajari diharapkan bisa menghargai lalu mewarisi semangat dalam menjaga dan mengisi kemerdekaan.
Menurut anggota Komisi I ini, tema yang diangkat dalam seminar relevan dengan momentum peristiwa sejarah kelam pengkhianatan G30S/PKI dikaitkan dengan eksistensi NKRI dan Pancasila sebagai Dasar Negara.
“Seminar ini untuk mengingatkan rakyat Indonesia agar lebih mencintai Pancasila dan NKRI, mengamalkan nilai-nilainya secara konsekuen dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Di samping itu juga agar kita tetap waspada terhadap segala upaya yang ingin memecah belah bangsa,” terangnya.
Menurut Jazuli Juwaini, semua bentuk pengkhianatan dan ancaman terhadap Pancasila dan NKRI di masa lalu harus menjadi pelajaran berharga bagi bangsa Indonesia. Jangan mau di adu domba, sebaliknya terus jalin persatuan dan kesatuan dengan sesama komponen bangsa.
“Cukup peristiwa itu terjadi di masa lalu dan jangan pernah terulang di masa kini. Kita tetap waspada dan terus menjalin persatuan dan kesatuan dengan sesama komponen bangsa utamanya dengan pemerintah dan aparat pertahanan dan keamanan (TNI/Polri),” pungkas Jazuli.
Ahmad Zuhdi