Wartapilihan.com, Jakarta – Menjelang Pilkada DKI, Nahdlatul Ulama (NU) telah memiliki panduan dalam memilih pemimpin. Salah satunya keputusan Muktamar Lirboyo pada tahun 1999 tentang haramnya memilih pemimpin non muslim.
“Sudah lama kita punya keputusan (haram pilih pemimpin non muslim). Sebelum 411, kita sudah putuskan dan kita sosialisasikan,” ujar Wakil Ketua Tanfidziyah PWNU DKI KH. Samsul Ma’arif kepada Warta Pilihan, Selasa (7/2) di Jakarta.
Menurut dia, keputusan Bahtsul Masail NU itu satu tingkatan dengan fatwa MUI. Hanya istilahnya saja yang beda. “Kalau di MUI itu fatwa, kalau di NU itu keputusan Bahtsul Matsail,”ujar KH. Samsul.
Keputusan hasil muktamar tersebut disepakati oleh para kiai di Suriyah NU dan para kiai-kiai yang lain dan menjadi pegangan bagi warga NU.
Lalu, bagaimana jika ada orang NU yang justru memilih pemimpin kafir? “Oh iya tidak mengikuti (Keputusan Muktamar Lirboyo). Intinya memilih muslim. Kecuali tidak ada lagi pemimpin muslim. Sekarang masih banyak yang bagus,” jelas KH. Samsul.
Sementara itu, perihal istighotsah yang dihadiri oleh Ahok, Ketua Rois Suriyah PWNU DKI, KH. Mahfudz Asirun akan melakukan musyawarah untuk merespon kegiatan tersebut.
“Akan ada pembahasan di tingkat PWNU DKI. Acara itu tidak ada koordinasi sama sekali dengan kita,” ujarnya.
Ia mengatakan, warga NU masih sangat tersinggung dengan Ahok. Ucapan Ahok yang merendahkan Rois Aam PBNU KH. Ma’ruf Amin sangat menyakiti warga NU.
“Kalau orangtua ente digebukin? Ente marah, gak? Saya aja marah. Tapi marahnya karena Allah. Bukan karena pribadinya,” kata KH. Mahfudz dengan logat betawinya.
NU sama sekali tidak melarang istighotsah, karena istighotsah itu sudah melekat di tubuh NU. “Tapi jangan ada motif politik,” pesan KH. Mahfudz.
NU DKI mengakui di tengah panasnya suhu pilkada, NU memang menjadi target banyak pihak. Ibaratnya, seperti gadis cantik yang diperebutkan banyak orang.
“Hanya saja kalau memang sengaja pengurus NU memanfaatkan organisasi untuk pentingan politik, ini perlu dievaluasi. Bisa dikasih teguran, diganti jabatannya, atau kalau memang sering berbuat salah bisa adi di nonaktifkan kepengurusannya,” jelas KH. Samsul Ma’arif. |
Reporter: Pizaro