Natsir Seorang Konstitusionalis dan Demokratis

by
Fraksi PKS menyelenggarakan acara peringatan Mosi Integral Natsir di Gedung DPR/MPR hari ini (3/4). Foto : Zuhdi

Wartapilihan.com, Jakarta – Redaktur khusus Republika, Nasihin Masha mengatakan, nilai dan perjuangan Mohammad Natsir dalam memperjuangkan ideologi Islam selalu berdasar kepada kontitusional dan undang-undang Republik Indonesia. Demikian disampaikan Nasihin saat Diskusi Publik; Peringati Mosi Integral Natsir 3 April 1950 yang diselenggarakan oleh Fraksi Partai Keadilan Sejahtera di Gedung DPR, Senayan pada Senin (3/4).

“Saya ingin mengatakan bahwa Pak Natsir merupakan seorang konstitusionalis, sikapnya selalu berdasarkan konstitusi. Selain itu beliau seorang demokratis, Mosi Integral ditandatangani oleh 12 fraksi, dimana terdapat kental sekali perbedaan faham dan gagasan mengenai NKRI,” ujar Nasihin.

Ia menilai, 7 kata dalam Piagam Jakarta yang dihapus dan sebagian orang menyebut kekalahan umat Islam, justru hal itu merupakan kebesaran jiwa dimana Natsir selalu mengedepankan akhlaqul karimah daripada ego sektoral.

“Politik dijalankan dengan fatsun politik, yakni etika, tanggung jawab dan tata krama, karena semua dalam kompetisi yang sama (kompetisi politik, red) agar tidak melahirkan dendam,” tukasnya.

Baginya, politik itu adalah soal narasi, dimana sekarang ini ada semacam stigmatisasi politik santri. Islam anti Pancasila, Islam anti kebhinekaan dan lain sebagainya.

“Harus dijelaskan dulu secara runut mulai dari keputusan di Konferensi Meja Bundar tentang dasar negara, kemudian perjuangan Natsir dalam melobi 12 fraksi di DPR, sampai disepakati Mosi Integral, hal ini yang harus dipahamkan sehingga tidak ada stigma politik santri,” papar Nasihin.

Dalam kesempatan sama, Hidayat Nur Wahid menuturkan, Konferensi Meja Bundar menjadi palu godam yang mematikan cita-cita Indonesia.

“Alhamdulillah dengan jasa beliau (Mohammaf Natsir, red) seorang inspirator politisi, bukan lagi Indonesia sampai Maluku, tetapi sampai Merauke. Beliau tidak ingin menang-menangan, beliau ajak Aidit, Tambunan dan komitmen dengan UUD yang sudah disepakati, melakukan pertemuan dengan negarawan-negarawan lain, dan diproklamasikan NKRI pada 17 Agustus tahun 1950.”

Hidayat menegaskan tantangan NKRI saat ini dan ke depan adalah bagaimana partai Islam bisa menjaga Indonesia dari perpecahan.

“Partai Islam harus mampu menjaga Indonesia dari perpecahan, kondisi keterbelahan lain atau skenario yang dibentuk untuk memecah belah bangsa ini,” pungkasnya. |

Reporter: Ahmad Zuhdi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *