Wartapilihan.com – Laki-laki asli Pasuruan itu bernama Gatot Saptono. Ketika ia menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor, ia rajin mengaji. Karena semangatnya mengaji itulah, maka seorang ustadznya memberikan nama Muhammad al Khaththath.
Setelah lulus IPB, Khaththath kemudian makin mendalami Islam. Ia nyantri sekitar dua tahun di Pesantren Ulil Albab, di bawah asuhan KH Didin Hafidhuddin. Laki-laki yang mengawini muslimah Betawi ini, terkenal dengan ketekunannya. Sehingga lulus dari pesantren, ia bisa baca kitab-kitab berbahasa Arab dengan lancar.
Ketekunannya dalam dakwah juga terlihat ketika ia menjadi aktivis Lembaga Dakwah Kampus IPB sejak mahasiswa. Dan karena ia banyak mengaji kitab-kitab Hizbut Tahrir dan aktif di Hizbut Tahrir, akhirnya ia terpilih menjadi pimpinan Hizbut Tahrir Indonesia.
Pergaulannya yang luas di ibukota baik dengan tokoh-tokoh dakwah nasional, maupun lokal menjadikannya diangkat menjadi Sekjen Forum Umat Islam (FUI). Keaktivannya dalam FUI inilah yang menjadikannya tokoh Islam yang disegani. Ia pun membawa HTI untuk aktif di FUI.
Tapi tragedi itupun terjadi. Sekitar tahun 2006, ia dipecat (atau mengundurkan diri) dari HTI. Ia ingin membawa HTI aktif dalam masalah-masalah nasional bergabung FUI, tapi rekan-rekannya tidak berkenan.
Sepeninggal HTI, ia pun terus aktif menghidupkan FUI. Bersama tokoh-tokoh Islam lain, seperti Habib Rizieq Shihab, KH Cholil Ridwan, KH Didin Hafidhuddin dan lain-lain FUI, FPI, DDII dan lain-lain aktif mengritisi Ahmadiyah, Jaringan Islam Liberal dan faham-faham yang menyimpang lainnya.
Tahun 2014 ia bersama tokoh-tokoh Jakarta, membentuk Gubernur Muslim untuk Jakarta (GMJ). Organisasi ini adalah yang terdepan yang menggerakkan, membuat opini dan memberikan dakwah ke masyarakat tentang perlunya Jakarta dipimpin oleh Gubernur Muslim.
Habib Rizieq menjadi tokoh utama penggerak GMJ. Kalimat Habib bahwa Ahok tidak layak pimpin Jakarta, karena Jakarta mayoritas Muslim menjadi viral di medsos. Habib juga menyatakan bahwa kaum Muslim tidak masalah bila Ahok menjadi gubernur di Bali atau Papua, wilayah yang mayoritasnya non Muslim.
Ustadz Khaththath pun aktif tiap hari menggerakkan GMJ. Selain membuat pelatihan-pelatihan relawan tiap dua minggu, ia juga aktif membuat selebaran, berdakwah dan tulisan-tulisan di media yang dipimpinnya Tabloid Suara Islam.
Sebelumnya Khaththath juga pernah aktif di Partai Bulan Bintang yang dinakhodai Yusril Ihza Mahendra dan MS Kaban. Di partai Islam itu ia menjadi pembina atau ustadz untuk para dai partai. Tiap minggu ia mengisi pengajian di PBB.
Hingga tahun 2014, ia didorong untuk mencalonkan diri sebagai calon DPR dari wilayah Jakarta. Ia pun mencalonkan diri. Sesuatu yang tidak mungkin dilakukan kalau ia masih aktif di HTI. Tapi karena ia tidak berpengalaman dalam politik, ia pun tidak mendapat kursi.
Di GMJ, Khaththath makin dekat dengan Habib Rizieq. Sehingga hubungan antara FUI dan FPI seperti saudara kembar.
Karena itu, ketika polisi menuduhnya makar bersama kawan-kawannya, kalangan tokoh-tokoh Islam tidak percaya. Sebab, langkah-langkah dakwah dan gerakannya selama ini selalu konstitusional.
Khaththath tidak pernah merencanakan secara matang untuk makar mengganti Presiden Jokowi. Ia tiap hari pekerjaannya hanya berdakwah, membesarkan FUI dan membuat aksi-aksi agar Jakarta dipimpin oleh Gubernur Muslim. Setelah Ahok menista Al Quran di Kepulauan Seribu, aktivitasnya bertambah dengan demo agar Ahok ditahan.
Khaththath pun hampir tidak pernah berjalan sendirian. Ia selalu meminta ijin atau berkoordinasi dengan tokoh-tokoh Islam Jakarta,diantaranya KH Abdul Rasyid Abdullah Syafii, KH Cholil Ridwan dan Habib Rizieq Shihab.
Ia memang berperan cukup penting dalam Aksi-Aksi Bela Islam. Meski ia jarang tampil di panggung, tapi pemikiran-pemikirannya dalam rapat seringkali menjadi acuan bersama.
Maka tidak heran Habib Rizieq mempercayainya menjadi Sekretaris GNPF MUI dibawah Ustadz Bachtiar Nasir.
Ketika ia merancang Aksi 313, ia pun melobi tokoh-tokoh nasional, mulai dari Habib Rizieq, Prof Amien Rais, Rhoma Irama dan lain-lain.
Ia tidak pernah melakukan aksi inskonstitusional. Kedekatannya dengan tokoh-tokoh Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (pewaris Masyumi), menjadikan aksinya selalu memperhitungkan undang-undang. Maka tidak heran, sehari sebelum aksi 313 ia mengadakan pertemuan pers tentang aksinya esok hari.
Ia mengundang puluhan wartawan nasional di Masjid Baiturrahim, Tebet, menjelaskan dengan gamblang rencananya untuk Aksi 313. Tentang jumlah massa, siapa penceramahnya, rute yang dilalui dan perijinan ke Mabes Polri.
Maka 31 Maret malam lalu, tidak ada satupun wartawan yang menyangka bahwa Ustadz yang dermawan ini akan ditangkap polisi dengan tuduhan makar. Pada 31 Maret itu, media-media nasional hampir semua positif terhadap Aksi 313 itu. Tidak ada satupun media yang memprediksi akan ada makar.
Maka tidak heran esok hari, 1 April, wartawan dan masyarakat heboh. Karena tiba-tiba polisi menangkap sang ustadz dkk dan menuduhnya ada permufakatan makar. Info tertangkapnya al Khaththath pertama kali dibocorkan oleh pengacara senior Achmad Mihdan lewat wartawan panjimas.com.
Polemik pun timbul di media dan masyarakat. Tokoh-tokoh Islam hampir semuanya protes kepada pihak kepolisian. Karena polisi sehari sebelumnya sudah memberikan ijin aksi, kok tiba-tiba menangkap pimpinan aksi.
Bila benar al Khaththath merencanakan makar, maka itu adalah kebodohan terbesar dalam dirinya. Dan itu rasanya mustahil. Sebab, ia tidak pernah menghubungi tokoh-tokoh Islam untuk merencanakan makar. Tidak mungkin ia makar hanya dengan segelintir pemuda yang tidak tahu hitam putihnya politik.
Al Khaththath dikenal jeli dan rapi dalam merancang kegiatan. Bila merencanakan demo, ia bisa rapat berhari-hari di kantornya Suara Islam. Para pemuda dan mahasiswa yang menjadi bawahannya senang dengan gaya kepemimpinannya. Karena ia suka mendengar dan menerima masukan-masukan bila ada rapat. Selain itu, ia dikenal juga sifat kedermawanannya. Bila ia mendapat rizki, ia suka membagi dengan anak buahnya.
Maka, tuduhan polisi bahwa ia makar sekali lagi adalah mustahil. Mungkin saja ia bergurau untuk menjatuhkan pemerintah dibutuhkan 3 Milyar atau menguasai DPR dengan menabrakkan mobil ke pintu gerbang dan lain-lain. Tapi kata-katanya itu tidak pernah diwujudkan dalam suatu perencanaan yang serius. Dan itu berlawanan dengan sifatnya selama ini, yang bila akan mengadakan aksi merencanakan dengan matang.
Ingat Khaththath adalah lulusan IPB, perguruan tinggi ternama di negeri ini. Tidak mungkin ia merencanakan makar dengan guyonan seperti itu. Dan mungkinkah menjatuhkan pemerintah hanya butuh 3 Miliar? Mungkinkah menjatuhkan presiden yang mengelola uang ribuan trilyun hanya dibutuhkan 3 miliar? Mahasiswa-mahasiswa IPB tingkat satu pun akan tertawa mendengar keterangan ini.
Dalam pertemuan-pertemuan aktivis Islam, guyonan seperti itu sering terjadi. Seperti guyonan para aktivis untuk membunuh Ahok, membuat kerusuhan di Jakarta dan lain-lain. Bila guyonan atau celetukan seperti itu kena delik hukum, maka polisi harusnya juga menangkap ratusan orang yang sering menulis dalam twitternya ingin menjatuhkan presiden, membuat kerusuhan dan lain-lain. Kata-kata ingin berbuat kriminal seperti itu dalam twitter mungkin jumlahnya ribuan dan tidak terkena hukum selama ini.
Jadi mestinya polisi bisa membedakan antara perencanaan yang serius dalam rapat dan celetukan atau guyonan dalam rapat. Perencanaan yang serius dalam rapat adalah Aksi 313 yang telah berlangsung dengan damai dan kondusif. Bahkan Menkopolhukam Wiranto pun memuji aksi ini.
Maka, bila al Khaththath dkk terus diproses hukum dan tidak segera dibebaskan, entah apa yang terjadi di negeri ini. Demo untuk membebaskan sang ustad ini mungkin akan berlangsung tiap minggu dan siap-siap pemerintah dibikin repot dengan aksi-aksi umat Islam di masa mendatang.
Tapi mungkinkah penangkapan sang ustadz ini hanya untuk mengamankan kursi Ahok? Wallahu a`lam. Sebab selama ini al Khaththath dikenal sebagai penggerak ribuan relawan GMJ/FUI/FPI untuk memenangkan Gubernur Muslim Jakarta. Dan sampai tanggal 19 April ini nampaknya ia masih mendekam di terali besi.
Wamakaruu, wamakarallaah. Wallaahu khairul maakiriin. Wallaahu aziizun hakim. |
Penulis : Nuim Hidayat