Terus terang, saya lebih mudah membayangkan nabi Musa, Yahya, Isa Ibnu Maryam, dan siapa saja yang terkenal sepanjang sejarah manusia ketimbang Muhammad Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.
Wartapilihan.com, Depok– Adapun sebabnya demikian, karena Beliau shalallahu ‘alaihi wasallam sangat luar biasa menurut pandangan saya dan sangat agung di antara manusia.
Dari mulai awal kelahirannya, masa kecilnya, masa remajanya, sifatnya, adabnya, akhlaknya, wibawanya, keberaniannya, kegagahannya, ketampanannya, kefasihan retorikanya, kepemimpinannya dan kesempurnaan risalah yang diembankan Allah kepadanya, semua menakjubkan.
Sehingga saya merasa malu dan merasa hina dina bila melihat ke diri saya sambil mengenang beliau shalallahu ‘alaihi wasallam.
Maha benar dan maha besar Allah yang telah mengutusnya untuk seluruh manusia sampai akhir jaman.
Beliau bagi saya adalah my super stars and my hero, kekasih pujaan yang sangat menakjubkan walaupun saya tak mengingkari kehebatan kejadian nabi Adam dan nabi Isa Ibnu Maryam, dan kebesaran nabi Ibrahim Al Khalil Allah dan ketampanan nabi Yusup putra Ya’kub ‘alaihi salam.
Ayah saya pernah mengatakan kepada saya bahwa nabi Yusuf itu rupawan laksana bulan purnama sehingga sedap dipandang mata dan ada yang berusaha menggodanya.
Sedangkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam juga laksana bulan purnama dan sekaligus laksana matahari yang menyilaukan.
Beliau shalallahu alaihi wasallam juga sedap dipandang mata namun memancarkan wibawa yang tak mampu orang menatapnya berlama-lama, sehingga ada seorang yang konon ingin bertemu dengan beliau, dan begitu berdiri di hadapan beliau shalallahu ‘alaihi wasallam, dia lantas terbata-bata dan kemudian jatuh pingsan karena terpana melihat begitu hebat wibawanya.
Ada kawan seniman sekampus saya di Yogyakarta dulu, namanya Tetap Ginting.
Katanya ia ingin melukis wajah para nabi, terutama Ibrahim ‘alaissalam bapak para nabi yang ia kagumi.
Lalu saya tanya, bagaimana dia bisa melukisnya.
Dia jawab, yaitu dengan membayangkan karakternya.
Saya hanya diam saja, sementara saya sudah bertobat melukis makhluk hidup.
Saya yakin dia tidak bisa melukis wajah nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam.
Dan saya, kalau saya paksakan diri saya untuk melukis kembali, saya rasa saya mampu melukis wajah jin dan bahkan malaikat sekalipun, tentu menurut imajinasi saya.
Tapi, saya juga yakin bahwa saya tidak pernah mampu melukis wajah nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam meskipun saya merenung dan berkhayal sampai saya mati.
( Iwan Wientania )