Mahariah bersama masyarakat Pulau Pramuka terus berupaya untuk mencegah abrasi dan kerusakan ekosistem laut. Dengan kerja keras dan ketulusan hati, suatu hari nanti dapat terwujud secara nyata tagline yang selalu dikobarkan: Pulauku Nol Sampah.
Wartapilihan.com, Pulau Pramuka — Di Kampung Berseri Astra, Pulau Pramuka, di Kepulauan Seribu ada berbagai aktivitas ramah lingkungan, seperti mengamati cara kerja biodigester, sumur resapan, urban farming, membuat ecobrick, hingga menanam 500 pohon mangrove serta terumbu karang sebagai upaya untuk mencegah abrasi dan kerusakan ekosistem laut.
Dahulu, warga menyebutnya sebagai “Pulau Elang”. Di pulau itu ada penangkaran elang bondol atau Haliastur indus. Elang bondol, adalah maskot Jakarta. Gambar elang itu bisa dilihat di bus-bus Transjakarta, dipasangkan dengan salak condet, maskot Jakarta yang lain.
Di Indonesia, populasi elang yang disebut juga Brahminy Kite ini tersebar di Sumatera, Kalimantan, Bali, dan Pulau Jawa. Meski menjadi maskot ibukota, mustahil menyaksikan elang ini terbang di langit Jakarta karena jumlahnya hanya belasan dan mereka lebih nyaman pada teritorial Kepulauan Seribu. Tapi masyarakat dapat melihat bagaimana mereka dirawat Pulau Pramuka, di Kepulauan Seribu.
Sejak tahun 2007, seorang guru sekolah dasar berusia 49 tahun kelahiran Pulau Panggang, Kepulauan Seribu, Mahariah, merupakan tokoh masyarakat yang berpengaruh dan dipercaya dapat mendorong warga lainnya untuk mengatasi berbagai persoalan lingkungan, sampah, ekonomi dan masalah sosial lainnya.
Mahariah bersama tim kecilnya mengembangkan program ekowisata, yaitu program pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan mengedepankan aspek konservasi alam, pemberdayaan sosial budaya ekonomi masyarakat lokal, serta pendidikan.
Mahariah menuturkan, sampah menjadi faktor penghambat penanaman mangrove. Banyaknya sampah yang menumpuk di pinggir pantai membuat tanaman mangrove tidak berkembang. Celakanya, gangguan sampah ini bukan hanya mengganggu penanaman mangrove. Sejumlah penggiat konservasi terumbu karang, konservasi satwa langka, dan lain-lain juga mengeluhkan hal yang sama. Aktivitas mereka pun terganggu oleh sampah.
“Jadi, bisa dibilang biang kerok kerusakan lingkungan Pulau Pramuka selama ini adalah sampah,” kata Mahariah.
Hal ini mendorong Mahariah mengadakan berbagai aksi bersih sampah, yang melibatkan anak-anak sekolah, mulai dari tingkat TK hingga SMA. Setidaknya sebulan sekali para pelajar ini diajak melakukan aksi bersih pantai. Mereka pun antusias karena kegiatan bersih-bersih sekaligus menjadi ajang bermain dan bersenang-senang
Harapan inisiatif Mahariah membuat komunitas peduli sampah yang dinamai Laut Bukan Tempat Sampah (LBTS) muncul kembali setelah PT Astra International Tbk melalui Corporate Social Responsibility (CSR) yang dijalankan oleh Astra, memfasilitasi berbagai kegiatan pembinaan yang kemudian dicanangkan menjadi Kampung Berseri Astra Pulau Pramuka pada tahun 2015. Program ini dibuat sebagai bentuk kepedulian Astra terhadap upaya untuk mencegah abrasi dan kerusakan ekosistem laut.
Ada banyak alasan pencanangan Kampung Berseri Astra ini. Menurut Head of Corporate Communications PT Astra International Tbk. Boy Kelana Soebroto, alasan itu diantaranya, karena Kampung Berseri Astra merupakan program menyeluruh yang mengacu pada empat pilar CSR Astra, yaitu kesehatan, pendidikan, lingkungan, dan kewirausahaan. Dengan adanya program ini diharapkan spirit dan antusiasme masyarakat Pulau Pramuka meningkat.
Adapun para relawan pengajar di bidang kesehatan, Astra melatih kader posyandu dalam rangka mendukung Program Indonesia Sehat. Dalam bidang lingkungan, kegiatan berfokus pada pengolahan sampah dan ketersediaan air bersih. Kegiatan yang dilakukan antara lain, pengelolaan bank sampah, pengumpulan sampah organik yang dimasukkan ke dalam alat biodigester, sehingga menghasilkan biogas untuk keperluan memasak, pemanfaatan ulang botol plastik agar menjadi bata ramah lingkungan (ecobrick), pembuatan karya seni dari limbah styrofoam, serta penampungan air hujan dan pertanian sayur organik yang dapat dilakukan di halaman rumah.
Sistem mengajar yang digunakan disesuaikan dengan kebutuhan komunitas. Misalnya, saat belajar konservasi mangrove, anggota komunitas dibimbing mulai dari menanam sampai pascapanen. Biasanya, setiap Jumat sore anggota komunitas berkumpul untuk saling belajar atau merencanakan kegiatan. Misalnya, kegiatan Gerakan Seribu Biopori.
Setiap rumah wajib punya lubang resapan biopori. Anggota komunitas dengan sendirinya ramai-ramai saling membantu dan membangun fasilitas publik terkait gerakan itu. “Itulah bagian dari cara kami mengedukasi masyarakat,” ucap Mahariah.
Ia pun berterima kasih kepada PT Astra International Tbk dan Corporate Social Responsibility (CSR) Astra yang sudah membuat program ini. “Semoga kerjasama Pulau Pramuka dengan Kampung Berseri Astra ini bisa menjadi model dan melahirkan pola-pola pengelolaan yang bisa dicontoh oleh pulau-pulau lain di Tanah Air,” kata Mahariah.
Selain soal lingkungan, ternyata Astra juga memberikan pendampingan sekolah adiwiyata, pengembangan pendidikan anak usia dini (PAUD) dengan memanfaatkan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) yang ada, serta pemberian beasiswa untuk anak-anak tingkat SD, SMP dan SMA. Kemudian pada bidang kewirausahaan dilakukan pembinaan UMKM dengan salah satu produk unggulan keripik sukun.
Dengan filosofi perusahaan Astra, butir pertama Catur Dharma, “Menjadi Milik yang Bermanfaat Bagi Bangsa dan Negara”, Astra kembali meresmikan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Tanjung Elang Berseri di Pulau Pramuka.
RPTRA seluas 1.300 m2 ini sudah dilengkapi berbagai fasilitas umum di luar ruangan, seperti lapangan futsal & voli pantai, Taman Interaktif, Taman Gizi, Arena Bermain Anak dan Kolam Gizi. Adapun fasilitas di dalam ruangan terdiri dari Ruang Serba Guna, Ruang Pengelola, Ruang Laktasi & KB, serta PKK Mart & Perpustakaan yang dibangun di atas permukaan air laut.
Dari berbagai kegiatan tersebut, Pulau Pramuka dirancang untuk menjadi desa wisata yang dapat menarik wisatawan dengan potensi lokal yang dimilikinya. Penanaman mangrove seperti sebuah harapan baru yang memercikan semangat bagi warga Pulau Pramuka sekaligus sebagai upaya kontribusi untuk konservasi.
Ahmad Zuhdi