MENJADIKAN MASJID SEBAGAI PUSAT ISLAMISASI ILMU

by

Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

Pada hari Jumat (16/6/2023) saya mengisi kajian rutin ba’da subuh di Masjid Raya Bintaro Jaya. Tema ini sudah beberapa kali saya bahas di masjid yang dikenal sangat makmur dan nyaman ini. Pada Jumat pagi itu, saya kembali mengingatkan kepada para jamaah, bahwa problem terberat yang dhadapi umat Islam saat ini adalah masalah ilmu.

Ini adalah teori penting yang disampaikan Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas sejak era 1970-an. Bahwa: “The greatest challenge of muslim today is the challenge of knowledge.”  Tantangan berat itu bukan karena kebodohan atau ketidaktahuan (ignorance). Tapi, karena terjadinya confusion of knowledge.

Kondisi ini memunculkan orang-orang yang sangat parah kondisinya, yaitu “orang yang tidak tahu dan tidak tahu kalau tidak tahu”. Orang seperti ini, bisa jadi merasa tahu, padahal tidak tahu. Atau, pengetahuannya salah.

Semoga kondisi ini tidak menimpa kita dan keluarga kita. Sebab, orang yang tidak tahu, tapi merasa tahu, maka tidak akan merasa perlu untuk mencari ilmu. Bahkan, bisa jadi akan menolak kebenaran yang datang padanya. Kita berlindung kepada Allah dari kondisi semacam ini, dengan terus berdoa dan terus mencari ilmu. Kita tidak boleh menutup diri dari datangnya kebenaran.

Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas sudah berpuluh tahun menjelaskan akar krisis yang melanda umat Islam, dan memberikan solusinya. Hal ini diakui oleh Syekh Hamza Yusuf, seorang tokoh muslim AS dan pendiri Zaytuna College di AS. Ia menyatakan:  “I have been Muslim now for 42 years,  I can say with a great deal of conviction that Syed Naquib al-Attas is probably the greatest influence on my understanding on the crisis in the Muslim world and also, of what needs to be done in order to heal that crisis.”

Dalam kajian subuh itu saya contohkan pentingnya setiap muslim memahami “adab terhadap ilmu”.  Bahwa, ilmu itu ada derajat atau tingkatannya. Tidaklah semua ilmu itu sama nilai atau derajatnya. Ilmu tentang keimanan kepada Allah SWT lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan ilmu komputer.

Ilmu yang dipelajari oleh setiap muslim harus mengikuti tata tertib derajat ilmu tersebut. Masalah adab dan ilmu-ilmu fardhu ain harus diutamakan. Misalnya, Rasulullah saw memerintahkan agar anak-anak diperintah mengerjakan shalat  saat berumur tujuh tahun, dan pada umur 10 tahun, mereka sudah harus dipaksa untuk melaksanakan shalat.

Berdasarkan perintah Nabi itu, maka anak-anak yang lulus SD – berumur sekitar 12 tahun — wajib sudah dapat mengerjakan shalat dengan benar. Ini hal yang wajib. Anak-anak muslim yang lulus SD wajib shalatnya benar, wudhu-nya benar, thaharah-nya benar, mengaji al-Quran-nya benar. Ini prioritas kurikulum pendidikan yang wajib diberikan kepada anak-anak ketika berada di tingkat SD.  

Di tingkat SMP, maka anak-anak harus dipersiapkan menjadi orang dewasa, karena biasanya lulus SMP mereka berumur sekitar 15 tahun. Ini usia akil-baligh. Pada usia itu, anak-anak sudah menjadi mukallaf. Mereka sudah bertanggung jawab atas amalnya sendiri. Pendidikan yang benar itu merupakan hak anak terhadap orang tuanya. Hak anak itu wajib ditunaikan.

Termasuk diantara adab ilmu adalah memahami potensi anak dan menyusun rencana pendidikan anak berdasarkan potensi dan kebutuhan masyarakat. Manusia diciptakan Allah sesuai potensinya. Manusia beradab adalah manusia yang mampu memahami potensi dirinya dan mengembangkannya semaksimal mungkin sehingga menjadi manusia yang berguna.

Jamaah masjid adalah orang-orang baik yang diberikan kesadaran untuk berusaha mendekatkan diri kepada Allah. Masjid memang tempat yang tepat untuk meningkatkan kualitas adab dan menambah ilmu-ilmu yang bermanfaat. Alangkah baiknya jika masjid menjadi pusat pengembangan keilmuan Islam.

Di zaman serba internet ini masjid berpotensi besar menjadi universitas yang sebenarnya. Masjid menjadi pusat pendidikan yang mengajarkan ilmu-ilmu yang bermanfaat dan terstruktur di bawah bimbingan guru yang mumpuni (bi-irsyadi ustaddzin). Dengan memanfaatkan legalitas kuliah daring – mulai S1 sampai S3 —  “universitas masjid” tidak direpotkan dengan berbagai urusan administrasi yang merepotkan.

Jadi, di masjid-masjid itulah, dapat dikembangkan dan diaplikasikan konsep Islamisasi Ilmu-ilmu kontemporer. Masjid harus mampu menyaring masuknya ilmu-ilmu yang bertentangan dengan ajaran Islam, dengan melakukan proses de-sekulerisasi keilmuan. Masjid juga harus mampu menyajikan ilmu-ilmu yang mendidik manusia menjadi insan adabi (manusia beradab).

Kelebihan lain, para mahasiswa setiap hari tinggal di masjid dan lingkungannya. Mereka mendapatkan keutamaan ibadah di masjid, dan sekaligus mendapatkan ilmu-ilmu yang benar, di bawah bimbingan guru/dosen yang sholeh dan berilmu tinggi. Inilah kelebihan masjid sebagai pusat Islamisasi ilmu dan pusat ibadah. Dari sinilah masjid akan berkembang menjadi pusat peradaban yang mulia dan unggul.

Semoga Allah membimbing kita dalam menerapkan gagasan “Islamisasi ilmu” yang selama puluhan tahun telah banyak melahirkan ulama-ulama dan ilmuwan-ilmuwan muslim yang hebat. Aamiin. (Depok, 14 Juni 2023).

_____________________________________________________

Dapatkan lebih dari 1000 artikel pilihan & artikel baru setiap hari dari Dr. Adian Husaini.

Akses ke www.adianhusaini.id

Untuk berlangganan artikel-artikel terbaru dari Dr. Adian Husaini, silakan klik:

http://member.adianhusaini.id/register

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *