….
Kau telah tunjukkan hidupmu penuh dalam sastra
dan lagu kerinduan
kau tak perlu lagi risau
seluruh lagu dan rindumu telah sampai
Abrory dalam puisi “Saat Perjumpaan” (2018)
Wartapilihan.com, Jakarta – Ari Malibu. Sosok penyanyi puisi itu telah meninggal dunia sejak beberapa waktu lalu, tepatnya 15 Juni yang lalu, pada umur 57 tahun. Kendati raganya telah pergi, karya-karyanya yang sangat monumental akan abadi, dan tak kan terganti.
Musisi yang telah berkiprah sejak tiga dekade yang lalu ini tutup usia karena kanker esophagus atau biasa disebut kanker kerongkongan. Warta Pilihan mencoba hubungi salah satu teman dekat Ari Malibu, yaitu Abrory A. Djabbar yang juga seorang seniman dalam bidang perpuisian.
Abrory mengaku mengetahui tentang Ari Malibu sekal tahun 1988, dimana sejak itu Ari sudah membuat komposisi musik pada puisi-puisi Sapardi Djoko Damono berjudul “Hujan Bulan Juni”, “Nokturno” dan juga puisi “Aku Ingin”, juga puisi dari sastrawan lainnya seperti Hadi WM yang berjudul “Tuhan, Kita Begitu Dekat” .
Dulu, Abrory bersaksi saat itu Ari suka bergaul dengan teman-temannya di UI, ketika Ari masih kuliah di Akademi Pimpinan Perusahaan (APP).
“Di situlah saya dengar suara Ari Malibu, tapi saya berjumpa secara fisik tahun 2012. Saya undang waktu 7 hari ibu saya meninggal. Saya buat pengajian dulu, kemudian mengundang Debu dan Ari Malibu. Sejak saat itu saya mulai dekat dengan Ari Malibu. Tapi intens sekali jumpa di tahun 2013 sampai saat ini,” tutur Abrory, melalui sambungan telepon, (24/6/2018).
Abrory mengatakan, sejatinya Ari memiliki misi agar bagaimana musik di Indonesia dapat diwarnai dari puisi. Dengan lagu, menurut Ari, puisi dapat lebih mudah diapresiasi oleh anak-anak muda.
“Dia (juga) ingin puisi yang melembutkan hati. Pilihan (musik)nya dia enggak mau pilihan yang berontak. Ketika dia ketemu saya,Mas Ari mau memilih puisi-puisi yang saya buat dengan album “Kembali Pulang, Sayang” pada tahun 2014-2015,” ungkap dia.
Ia mengenang Ari sebagai sosok seniman yang ketika sakit tak mau dirasakannya saat kelelahan bernyanyi keliling konser di berbagai belahan negeri, baik secara solo maupun berduet bersama Reda.
“Seniman kalau sakit kan enggak mau dirasain. Dia sakit dan dibawa ke UGD. Dia enggak mau diinfus. Akhirnya karena gak mau diinfus akhirnya bareng-bareng dengan saya, padahal gak sakit. Dia diinfus karena sakit kecapean, badan sakit semua,” kenang Abrory.
Di sisi lain, ia mengetahui bahwa Ari terkena penyakit liver sehingga selalu dijaga kesehatannya.
“Mas Ari sudah pernah kena liver, jadi kita jagain banget. Kalau minum kopi segelas harus minum air dua gelas. Kalau misalnya dia pulang kelihatan capek engak mau makan, siapin habbatusauda. Bagi kita dia ini aset banget. Kalau dia sakit anterin, mau beli apa dibeliin. Sampai kalau manggung kita anter,” terang pengacara ini jebolan Fakultas Hukum UI ini.
Ia menekankan, dakwah tidak harus selalu ceramah di mana-mana. Terlebih, ia menjelaskan, dunia sastra harus berada di atas poltik; sastra harus mengasah nurani.
“Kami juga sepakat, dunia sastra mengasah nurani jadi harus di atas politik. Jangan karena beda pilihan jadi saling bermusuh-musuhan. Sastra melekatkan itu kembali, yang bersiteru jadi berdamai,”
Ia pun menceritakan lima hari sebelum Ari meninggal. Abrory mengatakan, Ari pulang dengan kesadaran yang besar. Ia minta di-talqin dengan berdzikir laa ilaaha illallah, sampai lidahnya sudah tak bisa menyebutkannya lagi.
Sebelum kematiannya, Ari meninggalkan pesan agar orang-orang terus menyanyikan puisi karena isinya lebih dalam; serta, puisi harus berada di atas politik.
“Dia ingin agar orang-orang terus menyanyikan puisi, karena isinya lebih dalam. Supaya didengarkan generasi lanjut. Pesan dia sastra atau puisi harus berada di atas politik,” pungkas dia.
Ari Malibu dari Kacamata Musisi
Terpisah, Panji Sakti seorang musisi yang sudah berkiprah secara profesional di dunia musik sejak tahun 2006 mengatakan, Ari Malibu merupakan salah satu sumber inspirasinya. Menurut Panji, Ari merupakan orang yang selalu merenungkan nada-nada yang dipilihnya dengan sangat baik.
“Bagi saya, Ari Malibu itu orang yang setia pada karya-karya yang baik, saya kadang menggemari karya-karya instan, spontan, sedikit merenung, tapi Tuan Ari Malibu selalu merenungkan nada pilihannya dengan sangat baik.
Beliau sangat cermat dengan nada-nada, meski sederhana namun monumental, dan terbukti karya-karyanya kemudian diperhitungkan sebagai buah pekerjaan yang dilakukan dengan kesungguhan,” tutur Panji.
Ia mengaku mengenal karya-karya Ari Malibu sejak sering nongkrong di Studio Teater Lakon yang berada di kampus UPI.
“Saya enggak tau, ternyata lagu-lagu yang mereka nyanyikan adalah musikalisasi puisi. Dan akhirnya baru tau juga itu semua lagu Ari Malibu. Sejak itu saya kenal musikalisasi puisi, dan belajar dari lagu-lagu Ari Reda dan lainnya,” tukas lelaki yang juga penyanyi musikalisasi puisi ini.
Eveline Ramadhini