Merokok bisa menyebabkan penyakit jantung koroner (PJK). Peringatan bahaya merokok itu sudah tersebar di berbagai media. Selain pada kemasan rokok, peringatan tersebut juga terpasang, seperti di papan reklame, rumah sakit, dan beberapa fasilitas umum.
Peringatan itu disampaikan sejumlah dokter di berbagai seminar. Tetapi sejauh ini, belum ada seorang ahli pun yang menjelaskan bagaimana merokok bisa mengakibatkan PJK. Para periset dari Perelman School of Medicine, University of Pennsylvania dan Universitas Columbia, Amerika Serikat, telah menemukan jawabannya. Temuan mereka dilaporkan dalam Jurnal Circulation, minggu ini.
Penelitian ini merupakan bagian dari upaya besar dan berkelanjutan oleh para ilmuwan untuk menentukan bagaimana varian genetik mempengaruhi risiko PJK, baik secara langsung atau melalui interaksi dengan faktor perilaku dan lingkungan, dalam hal ini merokok.
Sebelum melakukan studi, mereka mengajukan sebuah hipotesa. “Hipotesis kami bahwa untuk beberapa lokus ini, risiko PJK terkait akan berbeda pada perokok versus non-perokok,” kata Profesor Danish Saleheen, ketua tim peneliti. Dengan mengidentifikasi gen yang terlibat, peneliti mendapat petunjuk bagaimana merokok mendorong PJK.
Danish Saleheen dan rekan-rekannya mengumpulkan data DNA (dioxyribo nucleic acid) dari 29 studi sebelumnya, yang melibatkan lebih dari 140.000 orang, sebagian merupakan perokok. Ia mengklaim penelitian ini menjadi studi terbesar yang mempelajari interaksi variasi genetik dan merokok.
Untuk menemukan petunjuk tentang efek merokok pada PJK, para ilmuwan tadi memeriksa 45 wilayah kecil genom – yang dikenal sebagai lokus – yang telah dikaitkan dengan risiko PJK yang abnormal.
Mereka menemukan adanya sebuah molekul yang setidaknya bisa menjelaskan hubungan merokok terhadap PJK. Molekul yang dimaksud peneliti adalah ADAMTS7. Enzim ini biasanya diproduksi di lapisan pembuluh darah. Ketika diproduksi secara berlebihan, ADAMTS7 mendorong penumpukan plak lemak di pembuluh arteri koroner di jantung. Lama-kelamaan plak menebal dan terjadi penyumbatan pembuluh arteri koroner. Pada akhirnya terjadi PJK.
Dalam studi tersebut mereka menemukan bahwa banyak orang memiliki variasi DNA yang dapat mengurangi produksi ADAMTS7, sehingga dapat menurunkan risiko PJK pada mereka. Namun, perokok lepas dari perlindungan alami ini.
Mereka menganalisa bahwa pada titik tertentu pada kromosom 15, — sangat dekat dengan gen untuk ADAMTS7 – telah terjadi perubahan DNA. Itu ditemukan pada sekitar 40 persen orang yang memiliki risiko 25 persen lebih rendah untuk terkena PJK. Sebaliknya, perokok dengan variasi DNA yang sama hanya memiliki risiko 5 persen lebih rendah untuk terkena PJK. Ini berarti perokok kehilangan perlindungan alami yang lebih banyak.
ADAMTS7 telah terlibat tidak hanya di PJK, tetapi juga pada radang sendi dan beberapa jenis kanker, menjadikannya sasaran potensial perawatan untuk kelainan ini. Temuan baru tersebut menunjukkan bahwa mengurangi aktivitas enzim ADAMTS7 bisa sangat bermanfaat bagi perokok.
Saleheen berharap bahwa studi ini akan menghasilkan target intervensi dengan biaya yang lebih efektif, identifikasi target terapeutik baru, dan pemahaman yang lebih baik tentang biologi PJK.
Hasil penelitian Saleheen memperkuat studi laboratorium lain. Sebelumnya, para peneliti menerapkan ekstrak cairan asap rokok ke sel-sel arteri arteri koroner, dan menemukan bahwa produksi sel ADAMTS7 lebih dari dua kali lipat.
“Temuan dari penelitian ini diharapkan dapat mendorong pengembangan program terapeutik dan pencegahan baru untuk PJK, khususnya yang menargetkan orang-orang perokok,” kata Saleheen.
Pasca studi tadi, Saleheen dan koleganya berencana menggarap riset yang lebih besar untuk mengungkap varian genetik yang berinteraksi dengan faktor gaya hidup, seperti merokok, sehingga mempengaruhi risiko PJK.
Temuan tersebut tentu saja menjadi penting. Ini karena jumlah perokok terus meningkat. Di Indonesia, diperkirakan jumlahnya mencapai 90 juta dan menempati posisi pertama di dunia sebagai perokok terbesar. Sedangkan prevalensi penderita PJK di sini – berdasarkan diagnosa dokter dan riset kesehatan dasar 2013 – sebesar 0,5% dari seluruh penduduk.
Helmy K