Mengapa Gerhana Bulan Kemerahan?

by
Ilustrasi bulan kemerahan akibat gerhana bulan total. Foto: Kemenag Aceh.

Gerhana bulan total diperkirakan akan terjadi pada besok, Sabtu, 28 Juli 2018. Fenomena ini sering disebut sebagai super blood moon oleh pasal bulan akan nampak kemerahan. Mengapa?

Wartapilihan.com, Jakarta — Gerhana ini disebut-sebut sebagai gerhana bulan terlama abad ini dan bisa terlihat hampir di seluruh wilayah Indonesia, pasalnya durasinya mencapai 1 jam 43 menit, menurut pernyataan dari Peneliti Pusat Sains Antariksa LAPAN Rhorom Priyatikanto.

Dilansir dari Space.com yang mengutip buku “The Five Millennium Canon of Lunar Eclipses: (-1999to +3000)”, manusia bakal menemui gerhana bulan total dengan durasi selama ini pada 9 Juni 2123 mendatang, atau 100 tahun lebih mendatang.

Kontak umbra pertama (gerhana sebagian) dimulai pukul 02:32 WITA, dan awal gerhana bulan total mulai pukul 03:40 WITA. Akhir gerhana bulan total mulai pukul 05:05 WITA dan akhir gerhana umbra berakhir pukul 06:10 WITA (bulan sudah terbenam di ufuk).

Warna merah pada gerhana bulan, menurut Richard A. (1983) pada bukunya yang berjudul ‘Volcanic aerosols and lunar eclipses’ dikatakan, biasanya menjadi merah pekat jika di tempat pengamat terdapat polusi udara yang parah, terjadi badai pasir, atau terjadi erupsi gunung api.

Sementara itu, menurut pernyataan Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Thomas Djamaluddin, gerhana bulan total kali ini akan berwarna merah darah.

Warna yang terlihat muncul ini tak akan terjadi saat gerhana bulan sebagian, hanya di gerhana bulan total. Hal inilah yang membuat gerhana bulan total disebut blood moon.

Blood moon ini terjadi, menurut dia, karena atmosfer Bumi membiaskan cahaya dari Matahari. Di kala cahaya matahari tertutup sempurna oleh Bumi ketika gerhana bulan total, namun atmosfer Bumi tetap membiaskan cahaya merah yang datang dari matahari.

“Hal ini membuat bulan justru berwarna merah dan tidak gelap. Selain itu, Bulan memiliki lapisan debu ultra halus di atmosfernya, yang memberikan efek pemantulan cahaya pembiasan matahari dari atmosfer Bumi sehingga di gerhana bulan total warna bulan makin merah,” kata Thomas, dilansir dari liputan6.com, Jum’at, (27/7/2018).

Kondisi kebalikan dari gerhana bulan total ini terjadi di gerhana matahari total, di mana Bulan menutup cahaya matahari ke Bumi, sehingga Bulan hanya terlihat seperti bayangan di Bumi. Terlebih lagi, Bulan tak memiliki atmosfer yang mampu membiaskan cahaya matahari hingga tampak di Bumi.

Berdasarkan laman Space.com, area yang mendapatkan cakupan secara penuh dari durasi gerhana bulan total selama 1 jam 43 menit tersebut hanya beberapa: sebagian besar benua Afrika (terutama sisi timur), seluruh Timur Tengah, Asia Selatan, serta Samudera Hindia.

Sementara di Indonesia, kita hanya kebagian durasi penuh dari gerhana bulan total di sebagian besar pulau Sumatera saja.

Kendati demikian, seluruh wilayah Indonesia bisa menikmati gerhana bulan total, namun bagian akhir gerhana tak akan bisa dinikmati sebagian besar wilayah Indonesia seperti di Kalimantan, sebagian besar pulau Jawa, Bali, Lombok, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Hal ini disebabkan karena Bulan seudah lebih dahulu terbenam.

Shalat Gerhana

Terkait shalat gerhana, Ustadz Muhammad Syahid Joban,Lc. mencoba memberikan paparan terkait shalat gerhana.

Dalam literatur fiqh gerhana disebut Kusuf (كسوف) dan Khusuf (خسوف). Kedua kata tersebut bermakna sama, yakni gerhana. Namun kalangan Fuqaha’ memakai lafadz Kusuf (كسوف) untuk gerhana matahari (كسوف الشمس) dan lafadz Khusuf untuk gerhana bulan (خسوف القمر).

Tata cara shalat gerhana. Foto: Muhammadiyah.id.

“Dalam istilah Fuqaha’ Kusuf adalah peristiwa hilangnya sinar matahari baik sebagian atau keseluruhan pada siang hari karena terhalang posisi rembulan yang melintas di antara matahari dan bumi. Sedangkan Khusuf adalah peristiwa hilangnya sinar rembulan baik sebagian atau keseluruhan karena terhalang bayangan bumi yang berada diantara matahari dan rembulan,” kata dia.

Ia melanjutkan, para ulama fiqih sepakat bahwa hukum melaksanakan shalat gerhana baik shalat gerhana bulan (shalat sunnah Khusuf) maupun shalat gerhana matahari (shalat sunnah Kusuf) adalah sunnah muakkad, yang artinya sangat dianjurkan untuk dilaksanakan.

“Shalat gerhana baik Kusuf maupun Khusuf dikerjakan dengan 2 rakaat, dapat dilaksanakan secara sendiri maupun berjamaah. Yang afdhol dan lebih utama adalah dengan berjamaah,” terang dia.

Adapun tata cara shalat gerhana baik shalat Kusuf maupun Khusuf menurut para ulama ahli Fiqih dapat dilakukan dengan 3 cara, mulai dari tingkatan yang paling mudah hingga yang paling sempurna.

“Cara pertama, shalat gerhana dikerjakan seperti shalat sunnah 2 rakaat sebelum Shubuh atau shalat sunnah 2 rakaat Tahiyyatul Masjid atau shalat sunnah Istisqa.

Yakni mengerjakan shalat gerhana sebagaimana shalat sunnah biasa. Ini merupakan cara yang paling mudah karena tidak ada perbedaan sama sekali dengan shalat-shalat sunnah lainnya,” imbuh Ustadz Syahid.

Cara yang kedua dikerjakan sebanyak 2 rakaat dimana setiap raka’at shalat gerhana ada dua qiyam, dua pembacaan Fatihah, dua ruku, dua i’tidal, dan dua sujud. Cara inilah yang biasanya banyak dikerjakan oleh umat Islam seperti di Indonesia.

“Terakhir, cara ketiga yang merupakan cara yang paling sempurna, adalah dengan mengerjakan shalat gerhana sama seperti cara yang kedua, tetapi dengan bacaan surat Quran yang lebih panjang, lama ruku, dan sujud yang juga lebih diperpanjang,” pungkas dia.

Adapun bacaan niat shalat gerhana bulan (Khusufil Qomar) adalah sebagai berikut:

أُصَلِّيْ سُنَّةً لِخُسُوْفِ الْقَمَرِ رَكْعَتَيْنِ (اِمَامًا / مَأْمُوْمًا) لِلّٰهِ تَعَالَى

Usholli Sunnatan Likhusufil Qomari Rok’ataini (Imaman/ Ma’muman) Lillahi Ta’ala

“Saya niat mengerjakan shalat gerhana bulan dua rakaat (Imam/ Makmum) karena Allah Ta’ala”.

 

Eveline Ramadhini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *