Memahami Sejarah Rohingya

by
Foto:

Konflik sosial yang terjadi di Myanmar berdampak pada ratusan ribu Muslim Rohingya yang terbunuh dan terusir dari tanah kelahirannya. Bagaimana aspek sejarah menjelaskannya?

Wartapilihan.com, Jakarta – Alwi Alatas sebagai pakar sejarah berusaha menjabarkan konflik yang terjadi pada Rohingya. Warta Pilihan berhasil menemuinya pada Rabu, (27/9/2017) lalu, di Pesantren At-Taqwa, Cilodong, Depok. Berikut petikannya:

1. Mengapa pada tahun 2012 Anda tertarik menulis buku ‘Muslim Arakan dan Setengah Abad Lebih Penindasan’ yang pdf-nya tersebar luas di media sosial?

Pada dasarnya banyak hal yang harus jadi perhatian kita. Hanya saja tidak semua isu-isu yang berkembang saya teliti secara mendalam. Termasuk pada kasus Rohingya pun, awalnya tidak mengkhususkan diri mengkaji tentang Rohingya. Tapi pada tahun 2012 itu kebetulan ada teman-teman yang meminta. Sebab pada tahun itu ada kasus, jadi ada teman-teman yang meminta saya untuk menulisnya dari aspek sejarahnya.

Awalnya tahun 1942, kemudian 1948, dan pada masa-masa berikutnya (terjadi konflik). Jadi, berulang kali terjadi konflik sosial atau operasi militer oleh pemerintah Myanmar. Khususnya sejak militer Myanmar berkuasa tahun 1962, makin sering berlaku kejadian seperti sekarang ini. Termasuk tahun 2012 ada kejadian besar juga seperti yang sekarang ini. Ada isu beberapa orang Rohingya Muslim melakukan penyerangan terhadap beberapa orang Budha di sana, kemudian menyebar cepat beritanya dan menimbulkan kemarahan. Akhirnya diseranglah orang-orang Rohingya.

Ketika itu sampai terjadi pengungsian besar-besaran juga. Terjadi pembakaran. Ada beberapa kawan yang minta saya untuk coba teliti masalah ini, sebetulnya apa sih isunya? Dikatakan bahwa orang Rohingya ini bukan warga Myanmar. Betul atau tidak. Akhirnya, saya kaji serius. Jadi dalam beberapa waktu, saya kumpulkan secara khusus semua data-data yang ada, termasuk dari segi sejarahnya. Akhirnya, jadilah buku kecil itu.

Sebenarnya rencana awal mau dimasukkan ke jurnal, terus tidak ada kabar. Pernah saya tulis jadi artikel pendek ke Hidayatullah.com, tapi yang versi buku itu belum pernah dipublikasi. Jadi, baru-baru ini ramai lagi tentang Rohingya. Dari segi berita mungkin agak ketinggalan, 5 tahun yang lalu. Tetapi ada pembahasan sejarahnya juga, jadi saya kira tetap relevan. Maka saya sebar di grup-grup WA, supaya teman-teman yang gak paham jadi tahu duduk persoalannya. Kira-kira begitu.

2. Berapa lama pembuatan buku tersebut?

Saya buat buku kecil itu selama sekitar seminggu. Tapi, saya memang gak kemana-mana. Kan masih di Malaysia waktu itu. Masih studi, jadi saya kumpulkan bahan-bahan, saya coba analisis, jadilah akhirnya buku tadi. Bukunya tersebar baru sekarang ini yang versi pdf-nya.

3. Konflik sosial ini sudah terjadi lama, apakah bisa disimpulkan konflik ini turun-temurun? Mengapa kebencian ini bisa turun-temurun, padahal sudah banyak generasi?

Jadi sebenarnya ada konflik sosial lama antara Rakhine Budha yang tinggal di Arakan (dengan Rohingya). Rohingya merupakan komunitas muslim yang ada di Arakan. Memang ada beberapa komunitas muslim di Myanmar, tapi Rohingya yang paling banyak jumlahnya. Selain itu, dari segi ras, mereka (Rohingya Muslim) yang paling berbeda dibandingkan orang-orang Myanmar pada umumnya. Perbedaan ini menjadi salah satu pemicu (konflik).

Sebenarnya perbedaan itu kan suatu keniscayaan, terjadi di mana-mana. Tapi rupanya masyarakat Rakhine Budha ini tidak bisa menerima (perbedaan) itu.

Saat terjadi pergantian penjajah dari Inggris ke Jepang, misalnya, ada penyikapan yang berbeda di kedua komunitas. Itu menimbulkan konflik sosial yang serius, sehingga terjadi pemisah besar antara masyarakat Rakhine dengan Rohingya. Dan ini berlanjut terus. Nah, kenapa terus terjadi? Karena tidak ada upaya untuk mendamaikan kedua kelompok yang ada. Maka, yang terjadi semakin kesini posisi Rohingya semakin tertindas. Memang ada yang melakukan perlawanan, tapi sangat sedikit, karena mereka terus-menerus ditindas dan tak berdaya.

Masyarakat Rakhine sendiri selama bertahun-tahun menyebarkan informasi yang menimbulkan kebencian terhadap masyarakat Rohingya. Kalau pola seperti ini yang terus-menerus terjadi, jelas sulit untuk mengubah keadaan. Akan terus terjadi seperti sekarang.

Pada tahun 2012, misalnya, diulang-ulang dan disebarkan pesan kebencian ke tengah masyarakat (Myanmar). Kalau kita tidak bertindak, tidak mengusir keluar (Rohingya), suatu saat kita yang akan dimusnahkan. Jadi seperti itu, menakut-nakuti masyarakat Budha di Myanmar. Rohingya dianggap sebagai ancaman. Padahal kenyataannya Rohingya yang sangat tertindas dan mengalami pembersihan etnis (ethnic cleansing). Tetapi mereka membangun persepsi bahwa Rohingya-lah yang sangat mengancam bagi mereka, sehingga kebencian tertanam kuat di masyarakat.

Muslim di sana jumlahnya sangat sedikit, sehingga tidak mungkin bertindak sebagai penengah. Semestinya dari kalangan Budha yang bisa meminimalisir konflik. Tapi, sepertinya tidak ada orang Budha Myanmar yang berusaha mencari solusi yang lebih adil untuk Rohingya. Rata-rata mereka memiliki pandangan yang sama, membangun pandangan yang sama, bahwa Rohingya bukan warga negara Myanmar. Ini yang menyebabkan konflik terus berlangsung sampai sekarang.

4. Bagaimana peran pemerintah Myanmar yang justru turut memperpanas konflik?

Nah, yang tadi (saya jelaskan) merupakan konflik horizontal (antara Rakhine dengan Rohingya). Yang menambah masalah lagi, khususnya sejak kudeta militer tahun 1962, pemerintah sama sekali tidak berusaha menyelesaikan masalah, bahkan semakin memperlebar jurang perbedaan yang ada lewat penyikapan yang menomorduakan Rohingya dan tidak menganggap Rohingya sebagai warga negara.

Secara bertahap, pemerintah Myanmar memberlakukan kebijakan untuk mengeluarkan Rohingya dari kewarganegaraan Myanmar. Puncaknya tahun 1982 ketika dikeluarkan UU kewarganegaraan. Lewat UU itu, Rohingya dianggap tidak termasuk warga negara. Ini serius. Mereka tidak punya KTP. Beberapa tahun sebelumnya, tahun 1973, dibuatkan semacam KTP, tapi untuk Rohingya tidak dibuatkan. Mereka diberi semacam kartu sebagai orang asing. Ini kan masalah serius. Jumlah orang Rohingya sejuta lebih. Jumlah mereka banyak, dan jumlah yang banyak ini dianggap stateless, atau tidak punya negara.

Mereka bukan cuma ditindas, tapi gak punya negara. Myanmar tidak mau mengakui. Mereka hendak diusir dari Myanmar dan dianggap pendatang ilegal, bukan haknya tinggal di situ. Terserah negara mana yang mau menampung. Dengan kebijakan seperti ini, jelas tidak akan pernah selesai masalahnya.

Inti masalahnya ada di cara berpikir, cara pandang pemerintah Myanmar dalam menyikapi Rohingya. Kebijakan yang sekarang ini tidak boleh dipertahankan. Mereka (Rohingya) mau diusir kemana? Orang-orang Rohingya sudah menganggap Myanmar sebagai tempat tinggal mereka. Mereka sudah dari dulu tinggal di sana.

Sikap pemerintah dan juga komunitas Budha Myanmar terhadap Rohingya selama ini bukan saja tidak bijak, tapi bahkan sangat buruk dan jahat. Sehingga akhirnya terjadi apa yang sekarang disebut sebagai ethnic cleansing (pembersihan etnis) secara sistematis. Ini inti masalah yang terjadi selama ini. Tanpa ada perubahan kebijakan, tidak akan pernah selesai masalahnya.

Eveline Ramadhini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *