Di masa kecilku aku hidup di lingkungan Melayu yang penuh kekeluargaan dan ramah tamah.
Kemana-mana mereka membawa nama Islam.
Menurut catatan sejarah Melayu di Kalimantan Barat, hanya sekali saja mereka berperang dengan Dayak di Sebukit Mempawah.
Itupun hanya terjadi di kerajaan mempawah saja, tidak menyebar ketempat lain.
Tapi setelah itu mereka berdamai dan bersaudara.
Melayu disebut Abang dan Dayak disebut adek.
Kalau Dayak ke kampung Melayu, mereka biasanya membawa buah durian, manggis, tampoi dan ketan, maka Melayu membalasnya dengan ikan dan pakaian.
Kalau Melayu pergi ke gunung ke kampung Dayak, maka Dayak menyediakan periuk, beras dan ayam.
Di suruhnya Melayu masak sendiri karena orang Dayak itu tahu orang Melayu tidak makan babi.
Tapi sekarang separuh dari populasi Dayak di Kalimantan Barat sudah beragama Islam dan menyebut dirinya Melayu.
Kalau Dayak ke pesisir ke tempat orang Melayu, maka Melayu menyediakan ikan dan beragam makanan karena orang Melayu pandai membuat juadah ( kuliner ).
Tidak heran, kalau Melayu diganggu, maka Dayak dari gunung akan membantu abangnya, dan Bugis dari laut akan membela saudara Melayunya.
Karena orang Bugis dengan Melayu sudah seperti saudara kandung.
Orang Bugislah yang mengajari orang Melayu membuat bagan menangkap ikan.
Yang sangat mengagumkan adalah bahwa Melayu indetik dengan Islam.
Suatu bangsa yang agamanya hanya satu yaitu Islam, barangkali hanyalah bangsa Melayu.
Orang Arab saja, di mana Islam pertama tumbuh dan berkembang di negerinya, agamanya bermacam-macam.
( Iwan Hasanul Akmal. Depok pertengahan September 2023 )