Sebuah video inspiratif dari motivator dan pakar kepemimpinan, Jamil Azzaini, baru-baru ini mengangkat kembali sebuah diskusi fundamental: apakah esensi sejati kepemimpinan hanya sebatas mengejar gaji dan mengamankan jabatan? Refleksi ini menjadi sangat relevan di tengah dinamika dunia korporasi dan birokrasi yang sering kali terjebak pada metrik kinerja, kekuasaan, dan stabilitas posisi.
Wartapilihan.com, Bogor– Dalam pembahasannya, Azzaini menyoroti sebuah kerangka kerja yang mencerahkan dari Richard Barrett, seorang pemikir terkemuka dalam pengembangan kesadaran organisasi. Melalui “Barrett Model of Leadership”, dipetakan sebuah evolusi pemimpin dalam tujuh level kesadaran. Model ini secara gamblang menunjukkan bahwa pemimpin yang hanya terfokus pada keamanan diri sesungguhnya berada pada level kesadaran paling dasar, di mana perspektif masih berpusat pada ego dan kepentingan pribadi.
Perjalanan kepemimpinan sejati, sebagaimana ditekankan dalam inspirasi tersebut, adalah sebuah evolusi transformatif: dari sekadar mengelola orang menjadi menuntun jiwa, dari yang berorientasi pada keamanan personal (*aman*) menjadi pemegang tanggung jawab yang lebih besar (*amanah*).
*Tujuh Tingkat Kesadaran Pemimpin*
Barrett Model membagi perjalanan ini ke dalam beberapa tahapan yang jelas, yang dapat menjadi cerminan bagi para pemimpin di berbagai tingkatan.
Tiga level pertama dikategorikan sebagai kepemimpinan yang berpusat pada ego (*Ego-Driven Leadership*). Level pertama adalah *Survival*, di mana fokus utama adalah keamanan finansial dan stabilitas posisi. Beranjak ke level kedua, *Relationship*, pemimpin mulai membangun kepercayaan dan hubungan interpersonal yang sehat. Level ketiga, *Self-Esteem*, ditandai dengan adanya kebutuhan akan pengakuan, prestasi, dan penghargaan atas kinerja. Meskipun penting, ketiga level ini masih sangat terikat pada pemenuhan kebutuhan pribadi.
Titik balik krusial terjadi pada level keempat, yaitu *Transformation*. Pada tahap ini, seorang pemimpin mulai berani melepaskan ego, membuka diri terhadap pembelajaran, dan bertumbuh secara batin. Pencarian tidak lagi sebatas pengakuan eksternal, melainkan bergeser ke arah penemuan makna dan tujuan (*purpose*).
Dari titik ini, pemimpin melanjutkan perjalanannya ke level yang lebih tinggi. Level kelima, *Internal Cohesion*, adalah saat pemimpin mulai hidup selaras dengan nilai-nilai luhur, memiliki visi yang kuat, dan integritas yang kokoh. Selanjutnya, pada level keenam, *Making a Difference*, orientasi pemimpin sepenuhnya tertuju pada kontribusi nyata. Ia terdorong untuk menciptakan dampak positif dan meninggalkan warisan kebaikan yang melampaui kepentingan organisasi semata.
*Puncak Kepemimpinan: Pelayanan sebagai Misi*
Puncak dari evolusi ini adalah level ketujuh: *Service to Humanity and Planet*. Di sinilah seorang pemimpin mencapai kesadaran tertinggi dan, seperti yang digarisbawahi oleh Jamil Azzaini, dapat disebut sebagai *Pemimpin Spiritual (Spiritual Leader)*. Kepemimpinan pada level ini tidak lagi didorong oleh ambisi personal, melainkan oleh misi pelayanan. Tindakannya menjadi wujud pengabdian kepada sesama dan Sang Pencipta.
Pemimpin pada level ini memandang anggota timnya bukan sekadar sebagai sumber daya, melainkan sebagai amanah yang potensinya harus dikembangkan. Ia melihat alam bukan sebagai aset untuk dieksploitasi, tetapi sebagai titipan yang harus dijaga kelestariannya.
Gagasan ini menegaskan bahwa kepemimpinan spiritual bukanlah semata-mata soal ritual keagamaan, melainkan sebuah kondisi batin yang termanifestasi dalam tindakan. Pemimpin seperti ini bekerja dengan hati yang tulus dan ikhlas. Ia mampu bersikap tegas namun tetap welas asih, memiliki target yang tinggi namun senantiasa rendah hati.
Perjalanan untuk mencapai level ini tentu tidak instan. Ia adalah buah dari refleksi mendalam, pembelajaran berkelanjutan, dan keberanian untuk terus-menerus memperbaiki diri.
Pada akhirnya, relevansi seorang pemimpin tidak lagi diukur dari “seberapa besar kekuasaan saya?”, melainkan dari “seberapa besar manfaat yang telah saya tebarkan?”. Seperti yang diungkapkan Barrett, “*leadership is not about you, it is about the consciousness you bring to the world*.” Kepemimpinan bukan tentang Anda, melainkan tentang kesadaran yang Anda bawa ke dunia.
Di era yang penuh ketidakpastian ini, dunia membutuhkan lebih banyak pemimpin yang mampu melampaui ego dan ambisi. Pemimpin yang tidak sibuk dengan kekuasaan, tetapi tenang melayani dengan penuh cinta dan kesadaran. Itulah esensi sejati dari seorang pemimpin spiritual.

