Wartapilihan.com – Membahas masa pra-kenabian sampai masuk dan berkembangnya Islam di Nusantara. Buya HAMKA berpegang pada pendapat bahwa Islam masuk ke Nusantara sejak abad ke-7 Masehi.
SEJARAH UMAT ISLAM
Penulis: Prof. Dr. HAMKA
Penerbit: Gema Insani, Jakarta, 2016, 685 + XXVI halaman
____________________________
Buya HAMKA adalah sosok ulama yang komplit. Beliau bukan hanya sebagai sastrawan, juru dakwah yang sejuk, mufassir (dengan karya monumentalnya: Tafsir Al-Azhar), tapi juga seorang sejarawan yang mumpuni.
Buku “Sejarah Umat Islam” ini adalah salah satu buktinya. Buku ini pertama kali terbit pada tahun 1949 M, setelah ngendon selama 10 tahun dalam bentuk manuskrip. Artinya, buku tersebut selesai ditulis pada tahun 1939, enam tahun sebelum kemerdekaan RI. Isinya mencakup berbagai hal tentang Islam. Mulai prakenabian sampai Islam Nusantara yang belakangan menjadi topik perbincangan di berbagai forum diskusi dan seminar.
Masuknya Islam ke Nusantara selalu menjadi topik yang menarik dan hangat. Ini karena tidak ada teori tunggal, tapi cukup bervariasi. Ada teori dari para saudagar Arab, Ghujarat, Catatan Tiongkok, dan seterusnya. Tapi HAMKA, setelah meneliti lebih dari 100 buku-buku tentang Islam dan perkembangannya, sampai pada kesimpulan bahwa Islam masuk ke Nusantara sejak abad pertama Islam, yakni abad ke-7 Masehi.
Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa orang-orang Arab telah melakukan perniagaan ke berbagai belahan benua, termasuk ke Nusantara. Sejak permulaan abad ke-7 Masehi, perniagaan orang-orang Arab sudah sampai ke negeri Cina. Di pertengahan abad ke-8 Masehi (masih di abad pertama Hijriyah), para saudagar Arab telah mempunyai pusat perniagaan yang ramai di kota Kanton (sekarang dikenal dengan nama Guangzhao). Kota ini sampai sekarang menjadi salah satu pusat industri dan perdagangan di Cina.
Perniagaan orang Arab ke negeri Cina juga menyinggahi Nusantara, tepatnya ke Pulau Jawa pada 675 Masehi. Pada 684 Masehi telah ada koloni orang Arab di Sumatera Barat. Dan pada abad ke-10 sampai ke-15 Masehi, bangsa Arab menguasai perdagangan di jalur Samudra Hindia sampai Tiongkok. Dominasi bangsa Arab mulai menurun setelah abad ke-15 bangsa Portugis menguasai jalur perdagangan tersebut, lalu disusul dengan Inggris dan Belanda.
Perubahan politik global juga memengaruhi peta dan pergeseran perdagangan. Ketika Baghdad (Irak) jatuh akibat serangan bangsa Mongol Tatar pada pertengahan abad ke-13, Mesir menjadi kiblat dari pusat aktivitas Islam dan dalam kekuasaan raja-raja Mamalik. Laut Merah yang sebelumnya sempat redup kini menjadi lebih hidup, dan dipakai sebagai jalur menuju kawasan Asia, termasuk ke Nusantara.
Pengaruh ini menyebabkan sultan-sultan di Samudra Pasai memakai nama-nama sebagaimana para sultan di Mesir. Ini terlihat dengan adanya nama-nama seperti Al-Malikush Shaleh, sultan pertama, yang diambil dari nama Al-Malikush Shaleh Ayub, seorang sultan yang membangun Kerajaan Mamalik pertama. Begitu pula selanjutnya. Raja-raja pasai, menurut HAMKA, sezaman dengan raja-raja Mamalik di Mesir di abad ke-13 Masehi.
Dalam blantika diskursus masuknya Islam ke Nusantara, tetap saja berbagai teori mengemuka, dengan dasar pijakan dan argumentasinya. Tapi, teori HAMKA, yang menyatakan bahwa Islam masuk ke Nusantara sejak abad pertama Hijriyah atau abad ke-7 Masehi, sampai saat ini, masih banyak diikuti oleh para sejarawan.
Dalam buku “Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia Jilid I” yang dieditori oleh Taufik Abdullah dan Endjat Djaenuderadjat (terbitan Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2015), berbagai teori tentang masuknya Islam ke Nusantara, juga mengemuka.
Tapi, lepas dari berbagai teori yang ada, yang menarik dari kajian Buya HAMKA ini adalah: cara masuknya Islam ke Nusantara. Menurut HAMKA, Islam masuk ke negeri-negeri Melayu (termasuk ke Nusantara) tidak melalui jalan kekerasan, “…melainkan menurut kehendak agama Islam. ‘Tidak ada paksaan dalam agama (QS. 2: 286)” (halaman 508).
Itulah kata kunci dari buku sejarah Islam yang cukup tebal ini. Meski telah dicetak sejak 1949 Masehi, kehadiran buku ini tetap memberikan pencerahan bahwa masuknya Islam ke Nusantara berjalan secara damai. Tidak ada pemaksaan kehendak, dan karena itu bisa diterima oleh para pemeluk agama lain atau pemeluk animisme yang lebih dahulu ada di masyarakat.
Peresensi: Herry M. Joesoef